Liputan6.com, Jakarta Peralihan musim kemarau ke musim hujan sepanjang September sampai Oktober (musim pancaroba) membuat jumlah pasien yang datang ke rumah sakit meningkat. Kebanyakan pasien mengeluhkan batuk, pilek, dan sedikit demam.
Baca Juga
Advertisement
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Carolus Jakarta, Laurentius Aswin Pramono, menyebut kumpulan gejala itu dengan flu musiman (seasonal influenza). Biasanya juga disertai dengan rasa panas di dalam tubuh, tenggorokan terasa kering, dan sakit bila digunakan untuk menelan.
"Inilah yang oleh masyarakat kita disebut panas dalam," kata Aswin dalam acara Cegah Panas Dalam di Musim Pancaroba pada Senin, 2 Oktober 2017.
Panas dalam di dunia medis disebut dengan sindrom. Sensasi panas yang dirasakan bisa terjadi pada saat orang tersebut mengalami batuk-batuk. Bisa juga karena memang pasien itu demam yang secara objektif suhu tubuh di atas 37,5 derajat Celsius.
"Terus bisa juga disertai dengan nyeri ulu hati, lambung, seperti sindrom. Setiap orang merasakan panas yang berbeda-beda, tidak selalu sama," Aswin menambahkan.
Aswin melanjutkan, panas dalam ini paling rentan menimpa individu dengan daya tahan tubuh rendah, seperti anak-anak, orang lanjut usia, dan pasien penyakit kronis.
Kondisi-kondisi di atas menyebabkan virus, yang merupakan faktor eksternal memunculkan gejala panas ini, dengan mudah masuk dan menyerang sistem pertahanan di tubuh kita.
Meski begitu, panas dalam ini dapat sembuh tanpa pengobatan. Minum cairan yang cukup, mengonsumsi makanan sehat, dan ditambah dengan cairan yang mengandung Gypsum Fibrosum dan mineral Calcitum dapat mengembalikan suhu tubuh kembali normal.
Sebab, hidrasi akan melancarkan mekanisme dan metabolisme di dalam tubuh, termasuk meningkatkan imunitas tubuh di musim pancaroba.