Liputan6.com, Jakarta Sebagian orang ketika mendengar lelucon pastinya akan tertawa. Namun, uniknya ada beberapa individu yang takut dengan tertawa. Meski tertawa memiliki manfaat bagi kesehatan.
Ya, ini memang terdengar aneh, mereka yang takut pada tawa disebut dengan Gelotophobia, yaitu takut ditertawakan. Gelotophobia ditandai dengan proses tawa atipikal di otak, mereka yang menderita gelotophobia bereaksi terhadap semua tawa seolah-olah harganya mahal. Dengan kata lain, untuk gelotophobia tidak ada kata kita tertawa bersama atau bahkan kita tertawa di dekatnya, selalu kita menertawakan mereka.
Baca Juga
Psikolog yang meneliti gelotophobia, Willibald Ruch, mengatakan kepada Scientific American, individu dengan fobia tawa tidak mempercayai tawa ramah, mereka menganggap bahwa seseorang hanya menikmati diri mereka sendiri. Dengan kata lain, individu yang mengalami gelotophobia merasa terancam karena kegembiraan orang lain.
Advertisement
Kondisi fobia itu menimbulkan konsekuensi gangguan kesehatan bagi mereka seperti sakit kepala stres, gemetaran yang tak terkendali, hingga kemarahan yang dipicu adrenalin. Seorang pasien yang diamati Ruch bahkan tidak bisa duduk di depan orang lain saat berada di tempat umum.
"Orang ini akan selalu menunggu bus berikutnya jika tidak ada kursi di baris terakhir yang bebas. Dia tidak tahan dengan gagasan bahwa seseorang akan duduk di belakangnya dan tertawa," kata Ruch, seperti dilansir dari laman Reader's Digest, Jumat (13/10/2017).
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:Â
Apa penyebab fobia tawa?
Apa yang menyebabkan fobia tawa berkembang? Penelitian di atas menunjukkan bahwa bullying atau intimidasi sering jadi akar masalahnya. Anak-anak yang tumbuh di rumah tangga di mana orangtua cepat menerapkan hukuman dan disiplin yang parah lebih cenderung fobia tawa di kemudian hari. Demikian juga, satu pengalaman traumatis yang intens terkait intimidasi atau pengalaman berulang-ulang dapat menyebabkan gangguan pada anak-anak dan orang dewasa.
Gelotophobia dapat mempengaruhi sebanyak 13 persen populasi global, kemungkinan besar terjadi di negara-negara dengan budaya sosial yang menjunjung tinggi nilai kehormatan dan harga diri.
Satu survei global terhadap lebih dari 15.000 individu yang berpotensi fobia tawa menemukan bahwa orang-orang di Finlandia, yang dipandang sebagai masyarakat egaliter, paling tidak percaya bahwa orang-orang yang tertawa terbahak-bahak menertawakan mereka (8,5 persen). Sementara, 80 persen responden di Thailand percaya ini benar.
Ruch percaya bahwa ketakutan akan tawa bisa diobati dengan jenis terapi yang sama yang digunakan untuk mengatasi fobia lainnya. Namun karena penelitian tentang gelotophobia masih tergolong baru, belum ada solusi pasti untuk mengatasi fobia ini.Â
(Michelle Tania)
Advertisement