Liputan6.com, Jakarta Semua orangtua ingin yang terbaik untuk buah hatinya, termasuk bagi seorang tunagrahita Agustin Suherman (45). Segala daya upaya dia kerahkan agar anak satu-satunya bisa memperoleh pendidikan.
Bagi Agustin, pendidikan memang modal penting bagi anaknya. Pendidikan tak hanya dijalani agar lebih pintar, tapi juga bertahan hidup.
Baca Juga
"(Pendidikan) Ya penting, supaya dia bisa terdidik. Nanti bisa kerja untuk bantuin orangtuanya," kata Agustin saat ditemui di kawasan Jakarta Barat, ditulis Kamis (19/10/2017).
Advertisement
Biaya untuk menyekolahkan anak terlebih dia tinggal di Jakarta tak murah. Walau dengan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) 70-75, dia berusaha mencari pekerjaan.
Terbatasnya pekerjaan untuk orang seperti dirinya tak membuat wanita kelahiran 14 Agustus ini menyerah. Dia mau bekerja apa pun. Mulai dari petugas cuci piring di kantin sekolah sampai jaga warung kelontong pernah dia jalani. Beberapa tahun terakhir, dia memilih menjadi penjahit di Workshop Yayasan Tri Asih Jakarta Barat.
"Saya mau kerja jadi apa saja, enggak malu, yang penting dapat duit," tuturnya.
Walau sudah bekerja sekeras mungkin, rupanya uang yang dibutuhkan untuk biaya pendidikan anaknya amat besar. Terlebih, ketika anaknya akan masuk kuliah yang butuh dana hingga puluhan juta rupiah.Â
"Mama saya punya warisan dua rumah, bagian saya dijual untuk biayai anak sekolah," kata anak keempat dari lima bersaudara ini.
"Kalau cuma dari gaji, enggak cukup," tuturnya.
Tak sia-sia kerja keras Agustin berbuah manis. Uang yang dikumpulkannya bisa membayar uang sekolah putrinya. Bahkan belum lama ini putrinya yang berusia 21 sudah lulus sebagai sarjana di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta.
"Sekarang dia sudah kerja, kerja di (bidang) saham," katanya. Dan kalau ada uang, dia (putrinya) mau sekolah lagi," tambah Agustin.Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Â
Semangat tinggi Agustin
Pembimbing Workshop Yayasan Tri Asih, Yuli, mengenal Agustin sejak lama. Menurut Yuli, anak didiknya yang satu ini saat bekerja memang punya semangat tinggi.
"Dia kalau diberikan pekerjaan untuk jahit sesuatu langsung segera dikerjakan," kata Yuli.
Tugas menjahit yang diberikan pada Agustin memang yang mudah-mudah saja. Misalnya menjahit tepi cover galon dispenser yang lurus atau cover atas kulkas. Jika diberikan tugas lain, Agustin akan kesulitan. Jika pun dipaksa memberi tugas sulit hanya berakhir dengan membongkar jahitan.Â
"Ya itu sudah bagus, untuk ukuran orang normal belum semua bisa rapi menjahit lurus juga kan," tutupnya.
Hasil pekerjaan menjahit yang dilakukan oleh penyandang tungagrahita seperti Agustin dan yang lain di Workshop Yayasan Tri Asih bukan sekadar dipajang, tapi juga dijual. Selain cover galon dispenser ada juga lap tangan dan cover kulkas.Â
Â
Advertisement