Kecanduan Makanan Cepat Saji Bikin Sistem Kekebalan Tubuh Rusak

Studi terbaru menemukan, kecanduan makanan cepat saji bisa rusak sistem kekebalan tubuh.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Jan 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2018, 08:00 WIB
Ilustrasi makanan cepat saji
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Saking kecanduan makanan cepat saji (junk food), Anda mungkin tidak tahan untuk makan burger atau ayam goreng cepat saji lagi. Padahal, Anda bisa saja baru selesai makan siang.

Obsesi terhadap makanan cepat saji dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan studi terbaru, makanan cepat saji membuat sistem kekebalan tubuh lebih agresif.

Menurut studi di Universitas Bonn, kecanduan makanan cepat saji dalam waktu jangka panjang bisa memicu risiko berkembangnya penyakit arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah arteri yang membawa darah dari jantung untuk dialirkan ke seluruh tubuh) dan diabetes.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Cell ini menempatkan tikus selama sebulan. Tikus diberikan diet ala Barat, yang tinggi lemak, gula, dan rendah serat.

Hasil temuan mengungkapkan respons inflamasi (peradangan) yang parah di seluruh tubuh tikus. Dilansir dari Doctor NDTV, Senin (15/1/2018), peradangan ini seperti tikus terkena infeksi bakteri berbahaya.

 

Sel kekebalan tubuh tertentu meningkat

Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Para ilmuwan menjelaskan, makanan cepat saji memicu peningkatan mendadak sejumlah sel kekebalan tertentu dalam darah tikus, terutama sel granulosit dan monosit. Indikasi ini adanya keterlibatan sel progenitor untuk kekebalan tubuh di sumsum tulang.

Pola makan makanan cepat saji mengaktifkan sejumlah besar gen di sel progenitor, yang dikaitkan dengan reaksi hiperaktif dalam sistem kekebalan tubuh. Ini merangsang tubuh mengalami peradangan.

Sistem kekebalan tubuh memiliki memori bawaan saat mengenali sejenis virus dan bakteri. Makanan cepat saji juga mengubah cara informasi genetik dikemas.

Materi genetik tersimpan dalam DNA. Jika Anda makan makanan cepat saji, ada beberapa potongan DNA yang tidak dapat dideteksi.

Fenomena ini disebut perubahan epigenetik. Peradangan memicu perubahan epigenetik. Respons inflamasi hiperaktif dapat meningkatkan risiko penyakit vaskular atau diabetes tipe 2.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya