Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar orangtua memberikan makanan padat pada bayi yang sudah berusia enam bulan. Faktanya, banyak orangtua di Amerika Serikat yang memberikan makanan padat lebih cepat dari yang direkomendasikan.
Ada sekitar dua per tiga orangtua di Amerika yang memberikan makanan padat sebelum bayi berusia enam bulan. Lalu, ada sekitar 16 persen orangtua yang memberikan makanan padat atau minuman selain ASI sebelum bayi berusia 4 bulan dan 38 persen memberikan makanan padat sebelum bayi lima bulan berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey.
Baca Juga
Studi lain menyebutkan ketika bayi diberi makanan padat terlalu cepat, memiliki risiko 6 kali alami kondisi obesitas saat usia 3 tahun. Selain itu, pemberian MPASI terlalu cepat membuat sel-sel usus kewalahan untuk mengolah zat makanan. Alhasil, bayi alami diare.
Advertisement
Ahli nutrisi Jacylin London mendorong orangtua tak sekadar mengikuti aturan enam bulan, tapi juga melihat perkembangan anak. London mengatakan beberapa indikator yang menunjukkan bayi siap mengonsumsi makanan padat. Mulai dari kemampuan duduk dan kontrol leher.
Namun, London menyarankan agar berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan perubahan makanan.
Jika sudah masuk MPASi, London menyarankan untuk memulai dengan satu makanan bertekstur halus. Salah satunya sereal beras dan hindari makanan yang bsia menyebabkan bayi tersedak seperti anggur, kacang-kacangan, atau wortel seperti mengutip Good Housekeeping, Kamis (8/2/2018).
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Bila bayi konsumsi MPASI terlambat
Data ini mengungkapkan ada sekitar 13 persen bayi cuma minum ASI tanpa makanan pendamping walau sudah tujuh bulan.
Padahal, jika terlalu lambat memberikan makanan padat atau yang biasa kita sebut makanan pendamping ASI (MPASI) bisa berdampak buruk bagi kesehatan anak.
"Mengenalkan MPASI terlalu lambat membuat bayi berisiko kurang gizi mikronutrien, alergi dan diet yang buruk di kemudian hari," kata Chloe M. Barrera dari Centers for Disease Control and Prevention.
Advertisement