Liputan6.com, Jakarta Salah seorang pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menekankan agar jangan membuat iklan yang menggiurkan penonton untuk merokok.
"Cara untuk mengurangi perokok adalah adalah dengan tidak membuat iklan rokok yang menggiurkan untuk ditonton masyarakat," jelas pengurus Komnas PT Hakim S Pohan, di Jakarta.
Advertisement
Selain itu, Hakim Pohan melanjutkan menutup pabrik rokok bukanlah solusi karena industri ini merupakan industri yang berkembang bagus di Indonesia.
"Kedua, jangan bikin rokok murah. Harga rokok di Indonesia termasuk murah dibandingkan negara lain," tambah Hakim.
Ia mengatakan salah satu negara dengan harga rokok termahal adalah Singapura, yakni sekitar Rp100.000/bungkus.
Lalu, dengan menetapkan kawasan tanpa rokok maka pengurangan maka kecanduan nikotin pada masyarakat Indonesia dapat berkurang.
Pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, masyarakat boleh merokok dimana saja, kecuali di beberapa kawasan seperti sekolah.
Berbeda dengan negara lain yang melarang warganya merokok di sembarang tempat, kecuali di tempat yang disediakan khusus merokok.
Sebelumnya, sejak 2010 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah berupaya mengadvokasi Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta.
Namun, tahun 2016 Raperda KTR yang ditangani DPRD DKI Jakarta tak kunjung disahkan terkait keterlibatan seorang anggota DPRD DKI Jakarta dalam kasus korupsi reklamasi.
Kini, setelah dua tahun berlalu, DPRD DKI Jakarta masih belum mengesahkan Raperda KTR, sehingga pihak YLKI, FAKTA, dan Komnas PT hendak menagih janji tersebut. (Antara/vTessa Qurrata Aini