Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Perubahan Zaman, Industri Seks Jepang Tak Segarang Dulu

Banyak anak muda di Jepang yang menganggap seks konvensional melelahkan. Mereka memilih layanan yang mampu memuaskan diri sendiri mereka ketimbang berhubungan seksual.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 19 Okt 2018, 23:59 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 23:59 WIB
20160209-Ilustrasi-PSK-iStockphoto
Terjadi pergeseran dalam industri seks di Jepang (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Industri seks di Jepang saat ini seakan mengalami pergeseran. Walaupun masih ada, namun terasa tidak lagi se-"vulgar" dahulu.

Salah satunya di Yoshiwara. Di abad 17, wilayah di timur laut Tokyo itu menjadi salah satu daerah dengan industri seks besar di Jepang. Sejumlah "distrik merah" berada di tempat tersebut. Baik perempuan dan laki-laki menawarkan dirinya di jalanan.

Namun, empat ratus tahun kemudian, sekalipun industri seks masih berjalan di tempat tersebut, keinginan pelanggan sudah tidak lagi eksplisit. Perubahan ini juga mencerminkan transformasi yang lebih luas dalam industri seks di negeri matahari terbit itu.

Mengutip The Economist pada Jumat (19/10/2018), sulit mendapatkan data yang sahih, tapi pelayanan yang lebih "halus" tampaknya mendapatkan popularitas yang lebih tinggi. Menurut sosiolog Masahiro Yamada, perdagangan seks di Jepang sudah lama bukan lagi sekadar hubungan seksual. Namun, lebih menekankan pada keinginan akan sesuatu yang intim dan romantis. Inilah yang belakangan tengah berkembang. 

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 


Terbilang lebih sopan

20160209-Ilustrasi-PSK-iStockphoto
Industri seks di Jepang sudah tak segarang dulu. (iStockphoto)

Seorang editor majalah seks My Journey, Akira Ikoma mengatakan, saat ini publikasinya ditujukan pada pria berusia 50 hingga 60-an. Foto-fotonya pun terbilang lebih sopan. Tidak mengumbar foto alat kelamin dan tidak terlalu banyak memperlihatkan payudara.

Di sisi lain, industri seks juga harus menyesuaikan diri untuk melayani kaum muda Jepang. Mereka dikenal tidak terlalu tertarik pada kenikmatan duniawi.

Dulu, pria muda sangat mudah melepas keperjakaannya di Yoshiwara. Sebuah kegiatan yang dikenal dengan fudeoroshi. Namun saat ini, hal tersebut sudah tidak begitu populer.

Sebuah survei menyebutkan, 42 persen pria di sana belum atau tidak menikah, sementara 44 persen wanitanya belum menikah dan tidak pernah berhubungan seks hingga mencapai usia 35 tahun.

 

 


Mendokusai

Muslim Semakin Nyaman Beribadah di Jepang dengan Wisata Halal
Banyak anak muda Jepang menganggap seks itu melelahkan (iStockphoto)

Yamada mengatakan, kebanyakan dari kaum muda di Jepang menganggap seks adalah sesuatu yang melelahkan atau mendokusai. Kebanyakan, pelayanan seks yang sedang naik daun adalah yang mampu membuat mereka melakukan seks sendiri.

Salah satunya untuk membuat masturbasi menjadi lebih menyenangkan. Berbagai laman yang menawarkan percakapan dengan gadis telanjang atau penyewaan ruang pribadi untuk menonton film porno dianggap lebih diminati oleh kaum muda Jepang.

Hal ini membuat mereka yang tergabung di industri seks harus berpikir lebih keras. Salah satunya adalah "mengkreasikan" ide menggabungkan kafe dengan gadis-gadis berpakaian seksi.

 


Bisnis Hiburan Dewasa Masih Tumbuh

Inilah yang membuat industri seks di Jepang tidak "segarang" dulu. Walaupun begitu, penurunan bisnis konvensional tidak mempengaruhi bisnis hiburan dewasa secara keseluruhan.

Penelitian oleh Yano Research Institute menemukan, fasilitas dan layanan yang masih terkait seks tumbuh 2,1 persen di 2014. Sementara penjualan toko-toko seks hanya di bawah 1 persen.

Laman pornografi Pornhub mengatakan, Jepang merupakan sumber pengakses terbesar keempat mereka di dunia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya