WHO: Wabah Ebola di Kongo Terburuk Kedua Sepanjang Sejarah

WHO menyatakan wabah Ebola yang terjadi di Republik Demokratik Kongo adalah yang terburuk kedua sepanjang sejarah dunia.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 04 Des 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 04 Des 2018, 13:00 WIB
20150812-#CERITA Perjalanan Panjang Virus Mematikan Ebola
Petugas medis dari Croix Rouge LSM membawa jenazah korban Ebola dari sebuah rumah di Monrovia, Liberia, 29 September 2014. Dari empat negara di Afrika Barat, Liberia menjadi negara yang paling parah terkena wabah Ebola. (AFP PHOTO/PASCAL GUYOT)

Liputan6.com, Jakarta Wabah Ebola yang terjadi di Republik Demokratik Kongo dianggap sebagai yang terburuk kedua selama sejarah. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan, hingga akhir November 2018, 245 orang meninggal karena wabah yang terjadi sejak Agustus tahun ini. 

Mengutip laman Aljazeera pada Selasa (4/12/2018), Emergency Chief WHO Peter Salama mengatakan kondisi ini menyedihkan. Pernyataan itu dia sampaikan setelah Kementerian Kesehatan Kongo menyatakan jumlah kasus Ebola di negara itu mencapai 426 kasus.

Salah satu upaya pencegahan wabah terhambat oleh krisis yang terjadi di negara itu. Tepatnya di sebelah timur kota Beni di North Kivu, wilayah yang telah rusak akibat konflik bersenjata.

Konflik yang terjadi akibat kelompok pemberontak dan serangan terbuka oleh warga setempat menimbulkan tantangan serius bagi para pekerja kesehatan yang menangani Ebola.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

Konflik menghambat petugas kesehatan

Istana Kepresidenan Kongo-AFP-20170516
Pemandangan halaman dari Istana kepresidenan Kongo yang terbengkalai di Nsele, Kinshasa, Kongo, Senin (15/5). Istana ini pernah ditempati Mobutu yang berkuasa di Kongo selama lebih dari 31 tahun. (AFP PHOTO/JOHN WESSELS)

Peter Jay Hotez dari Baylor College of Medicine mengatakan, kekerasan telah menyebabkan rusaknya fasilitas kesehatan. Sehingga, upaya para petugas medis menjadi terganggu.

"Hal baiknya adalah kita punya vaksin sekarang. Masalahnya, bekerja di daerah tidak stabil semacam itu, Anda harus memastikan keselamatan para vaksinator dan Anda harus bisa melacak kontak potensial dan membuat mereka divaksinasi," kata Hotez.

Salama memprediksi, wabah di bagian timur laut negara itu paling tidak akan berlangsung enam bulan lagi.

Mengutip Fortune, program pengobatan Ebola-malaria saat ini mencontoh pada wabah serupa yang terjadi di Sierra Leone tahun 2014. Saat itu, penyakit tersebut melanda beberapa negara Afrika Barat dan menyebabkan lebih dari 11 ribu kematian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya