13 Februari 1961: Deklarasi Kematian Mantan PM Kongo Patrice Lumumba yang Ternyata Tewas Sebulan Sebelumnya

Pemerintah Katanga mengumumkan kematian Patrice Lumumba, mantan Perdana Menteri Kongo, yang menimbulkan kontroversi global. Dugaan eksekusi, intervensi PBB, serta keterlibatan intelijen asing menjadi sorotan dalam kasus ini.

oleh Alya Felicia Syahputri diperbarui 13 Feb 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2025, 06:00 WIB
Jenazah Patrice Lumumba dimakamkan di mausoleum yang dibangun khusus (AFP/Arsip)
Jenazah Patrice Lumumba dimakamkan di mausoleum yang dibangun khusus (AFP/Arsip)... Selengkapnya

Liputan6.com, Katanga - Sejarah mencatat bahwa pada 13 Februari 1961, pemerintah Provinsi Katanga secara resmi mengumumkan kematian mantan Perdana Menteri Kongo, Patrice Lumumba.

Berdasarkan pernyataan Menteri Dalam Negeri Katanga, Lumumba yang kala itu berusia 36 tahun tewas di tangan sekelompok warga desa saat upaya penangkapan dirinya.

Mengutip dari BBC On This Day Kamis, (13/1/2025), diketahui bahwa tiga hari sebelum pengumuman tersebut yakni pada 9 Februari 1961, pemerintah Katanga menyampaikan bahwa Lumumba melarikan diri dari penjara Kolatey di wilayah barat provinsi yang memisahkan diri.

Pemerintah setempat bahkan menawarkan hadiah sebesar £ 2.000 atau sekitar Rp40 juta bagi siapa saja yang berhasil menangkapnya, serta tambahan £ 300 berkisar Rp6,1 juta untuk dua rekannya, Maurice Mpolo - Menteri Pemuda, dan Joseph Okito - mantan Wakil Presiden Senat.

Namun, pernyataan resmi tersebut memicu kontroversi. Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menduga bahwa pengumuman tersebut hanya menutupi fakta bahwa Lumumba sebenarnya telah dieksekusi. Dugaan ini diperkuat oleh penolakan Pemerintah Katanga untuk mengizinkan Komisi Konsiliasi PBB mengunjungi Lumumba ketika mereka berada di ibu kota, Elisabethville.

Presiden Katanga saat itu, Moise Tshombe, secara tegas menyatakan bahwa hilangnya Lumumba bukan urusan PBB. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Dag Hammarskjöld, sempat campur tangan dua minggu sebelum kematiannya untuk memastikan bahwa Lumumba --sebagai pemimpin demokratis pertama di Republik Afrika Tengah yang baru merdeka-- mendapatkan pengadilan yang adil.

Lumumba didakwa atas tuduhan menghasut pembunuhan terkait kematian 1.000 orang Baluba di Provinsi Kasai. Ia ditangkap pada Desember 1961 oleh Kolonel Joseph Mobutu, yang kemudian mengambil alih kekuasaan, setelah sebelumnya digulingkan oleh Presiden Kasavubu pada September tahun itu.

Presiden Kasavubu kabarnya memindahkan Lumumba dari Penjara Thysville dekat Leopoldville ke Katanga, wilayah yang dikenal bermusuhan dengan Lumumba, dengan alasan demi keamanan. Namun, laporan internasional menyebutkan bahwa Lumumba dan kedua rekannya mengalami penyiksaan berat oleh penjaga yang dipimpin oleh Belgia di Bandara Elisabethville. Meskipun Presiden Tshombe membantah tuduhan tersebut, sejumlah perwira Swedia di bandara mengkonfirmasi kebenarannya.

Keesokan harinya, 14 Februari 1961, sebanyak 6.000 mahasiswa dan pekerja asing menggelar aksi protes keras di depan Kedutaan Besar Belgia di Moskow sebagai bentuk kemarahan atas kematian Lumumba. Pemerintah Soviet menuntut penarikan segera pasukan PBB dari Kongo, pengunduran diri Sekjen PBB Dag Hammarskjöld, serta pengadilan bagi Presiden Tshombe dan Jenderal Mobutu.

Dalam kurun waktu satu pekan setelahnya, terungkap bahwa Lumumba dan para menterinya tewas pada 18 Januari, tepat saat mereka dipindahkan ke Katanga. Penyelidikan yang dilakukan Pemerintah Belgia pada November 2001 menyimpulkan bahwa pembunuhan tersebut tidak akan terjadi tanpa keterlibatan intelijen Belgia dan Amerika Serikat.

Sebagai bentuk tanggung jawab, pada Februari 2002, Pemerintah Belgia secara resmi menyampaikan permintaan maaf atas perannya dalam pembunuhan tersebut dan mendirikan dana sebesar $3 juta dolar sekitar (Rp 49 Miliar) untuk mendukung demokrasi dan pembangunan di Republik Demokratik Kongo.

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya