Ternyata Lidah Bisa Merespons Bau Seperti Hidung

Sebuah studi terbaru mengungkap fungsi lain lidah, yakni membaui.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 30 Apr 2019, 21:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi Lidah (iStockphoto)
Temuan yang dimuat dalam jurnal Chemical Senses ini mengindikasikan bahwa lima komponen rasa makanan seperti manis, asin, asam, pahit, dan gurih kemungkinan berintegrasi dengan bau di lidah, bukan di otak. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Selama ini kita mengenal lidah sebagai indera pengecap yang berfungsi menangkap sensasi rasa. Tapi sebuah studi terbaru mengungkap fungsi lain lidah, yakni membaui.

Penelitian dilakukan oleh Monell Chemical Senses Center di Philadephia, Pennsylvania. Mereka mengembangkan penelitian terhadap sel pengecap di lab lalu menemukan bahwa saraf-saraf pengecap memiliki molekul yang juga ditemukan dalam saraf olfaktori dalam indera penciuman. 

Saraf olfaktori adalah saraf penting bagi penciuman karena merupakan sel reseptor utama untuk indra penciuman. Saraf olfaktori dikenal sebagai saraf kranial I, saraf pertama dari dua belas saraf kranial yang memonitor rangsangan bau dari luar ke dalam hidung.

Saraf-saraf tersebut memiliki respons yang sama dengan saraf dalam indera pencium ketika diperkenalkan pada molekul bau. Sebelumnya sensor olfaktori juga pernah diteliti keberadaannya pada usus, rambut, serta sperma. Namun, ini merupakan temuan pertama adanya sensor olfaktori pada indera pengecap atau lidah.

 


Terintegrasi di lidah

Temuan yang dimuat dalam jurnal Chemical Senses ini mengindikasikan bahwa lima komponen rasa makanan seperti manis, asin, asam, pahit, dan gurih kemungkinan berintegrasi dengan bau di lidah, bukan di otak seperti dugaan sebelumnya. Hal tersebut dinyatakan oleh para peneliti Monell.

"Kehadiran reseptor olfaktori serta reseptor rasa di sel yang sama akan membuka kesempatan untuk kita mempelajari interaksi antara stimulai rasa dan bau di lidah," ujar Mehmet Hakan Ozdener, penulis senior studi.


Peluang pengobatan

Melansir laman New York Post, Ozdener juga mengatakan penelitian tersebut membuka peluang untuk membantu pengobatan penyakit tertentu.

"Riset kami kemungkinan bisa membantu menjelaskan bagaimana molekul bau memodulasi persepsi rasa," ujarnya.

Menurutnya hal tersebut akan mengarah pada pengembangan modifikasi rasa berbasis bau yang bisa membantu mengatasi kelebihan asupan garam, gula, serta lemak yang kerap berhubungan dengan penyakit terkait pola makan seperti obesitas dan diabetes.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya