Liputan6.com, Jakarta Kandungan Sun Protector Factor (SPF) tinggi rupanya tersimpan dalam tongkol jagung. Tongkol jagung atau bonggol jagung biasanya menjadi limbah yang dibuang.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2015, produksi jagung tahun 2014 sebesar 19.008.426 ton. Angka tersebut naik sebesar 496,57 ributon dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi disebabkan adanya peningkatan produktivitas sebesar 1,1 kuintal per hektar.
Advertisement
Baca Juga
Tak ayal, limbah tongkol jagung juga berlimpah. Diperkirakan limbah tongkol jagung dihasilkan di Indonesia sekitar 5,7 juta ton per tahun. Sebagian besar limbah tersebut hanya dibuang dan dibakar. Jika ada yang memanfaatkan pun, limbah tongkol jagung untuk pakan ternak.
Berawal dari kepedulian Indri Kusuma Dewi terhadap pemanfaatan limbah tongkol jagung, ia berhasil membimbing dan mengantarkan tiga mahasiswa Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan Surakarta, Jawa Tengah melakukan inovasi membuat gel tabir surya.
"Saya membimbing tiga mahasiswa membuat karya tulis ilmiah. Yang mengejutkan memang setelah kami tes laboratorim dan dilihat angka SPF-nya, kandungan SPF tongkol jagung tinggi. Ternyata SPF-nya 20,8 kategori ultra. Ultra itu kategori SPF paling tinggi," papar Indri, yang berprofesi sebagai dosen Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan Surakarta saat berbincang dengan Health Liputan6.com dalam acara "The 1st Technofarmalkes 2019:Indonesian Health Tech Innovation" di Hotel Sultan, Jakarta, ditulis Jumat (13/9/2019).
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Bertahan Kira-kira 5 Jam
Tongkol jagung mengandung zat fenolik dan flavonoid. Kedua zat tersebut berperan sebagai antioksidan yang juga bisa melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet (UV).
Dari jurnal berjudul Aktivitas Anti UV-B Ekstrak Fenolik dari Tongkol Jagung (Zea maysL.) yang dipublikasikan di jurnal MIPA Unsrat Online pada 2012, senyawa-senyawa fenolik dapat berperan sebagai bahan aktif tabir surya.
Tongkol jagung yang merupakan bagian simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Oleh karena itu, tongkol jagung diduga memiliki senyawa-senyawa aktif yang dapat berpotensi sebagai bahan aktif tabir surya.
"Sayangnya, pemanfaatan tongkol jagung belum diarahkan untuk produk kecantikan. Makanya, mahasiswa mengembangkan tongkol jagung ke arah gel tabir surya," jelas Indri.
SPF yang tinggi menentukan seberapa besar produk tertentu berhasil melindungi kulit. Kalau 10 menit, kulit masih aman kena paparan UV, tanpa penggunaan tabir surya. Namun, selang 15 menit, kulit bisa terbakar bila tidak ada perlindungan tabir surya.
"Kandungan SPF tinggi yang sampai angka 20 kira-kira bisa bertahan memberikan perlindungan kulit sekitar 300 menit. Perhitungannya angka SPF 20 dikalikan paparan sinar UV 15 menit. Hasilnya kira-kira 300 menit atau 5 jam. Artinya, gel tabir surya dari tongkol jagung memberikan pertahanan kulit selama 5 jam terhadap sinar UV," Indri menerangkan.
Advertisement
Baru Uji Laboratorium
Gel tabir surya dari bahan tongkol jagung baru uji laboratorium. Meskipun produk tersebut dipamerkan dalam ajang inovasi pameran alat kesehatan, gel tersebut tidak diproduksi luar. Tidak pula diperjualbelikan.
"Produk gel tabir surya tongkol jagung belum diproduksi massal. Kami enggak punya izin edar dan di kamus belum menyasar soal bisnis (membuka peluang bisnis lewat produk sendiri). Kalau ada acara hanya dipajang saja. Enggak dijual. Paling untuk kalangan sendiri," tutur Indri sambil tersenyum.
Gel tabir surya pun belum dilakukan uji coba pada manusia. Seberapa besar efek dan penggunaan pada manusia belum diketahui secara jelas.
"Iya, baru uji laboratorium secara in vitro, yang mana dilihat, dianalisis untuk menentukan nilai SPF. Ini demi diperoleh hasil SPF. Uji cobanya belum sampai ke tahap manusia," lanjut Indri.
Walaupun belum uji coba terhadap manusia, penggunaan limbah tongkol jagung punya nilai berbeda dibanding tabir surya dari bahan kimia. Ini karena menggunakan bahan lokal. Dari segi harga pun lebih murah, ekonomis, dan ramah lingkungan.
Kerjasama dengan Industri
Indri berharap gel tabir surya berbahan baku tongkol jagung dapat diproduksi secara massal sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya. Untuk menemukan secara rinci apa khasiat gel tersebut akan dilakukan studi lebih lanjut.
"Siapa tahu bisa kerjasama dengan industri dan bisa dipakai. Saat ini kan belum dimanfaatkan gel tabir suryanya. Selanjutnya, saya sedang ambil S3 soal zat aktif yang terkandung pada tongkol jagung, lalu uji coba berkaitan dengan proses whitening," ucap Indri yang mengambil S3 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.Â
Kehadiran gel tabir surya dari limbah tongkol jagung menunjukkan, produk tersebut tidak kalah dari produk industri tabir surya yang berbahan kimia. Produk lokal pun bisa berkompetisi dengan produk sintetis kimia.
"Ya, bisa dibilang produk kami enggak kalah dari produk industri tabir surya berbahan sintetis (kimia). Kami berani berkompetisi. Tapi kami memang perlu penelitian lebih lanjut karena pemanfaatannya belum dibandingkan pada uji klinis terhadap manusia," Indri menerangkan.
Proses pembuatan gel tabir surya juga butuh proses. Limbah jagung limbah harus melalui proses ekstrasi dengan serangkaian uji parameter. Tongkol jagung juga harus dikeringkan.
Diuji kadar air terlebih dahulu. Kadar air harus bagus dengan konsentrasi 10 persen.
"Kalau kadarnya sudah bagus akan diekstrasi. Butuh lima hari itu. Kalau membuat gel tabir suryanya tinggal dicampur-campur saja bahan. Enggak lama sih nyampur-nyampurnya," tutup Indri.
Advertisement