Thailand Resmikan Klinik Berbasis Ganja

Thailand untuk pertama kalinya memiliki klinik khusus pengobatan tradisional berbasis ganja

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 12 Jan 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2020, 17:00 WIB
Ganja atau Mariyuana
Ilustrasi Foto Ganja (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Untuk pertama kalinya, Thailand membuka klinik khusus pengobatan tradisional dan alternatif yang berbasis ganja. Pelayanan kesehatan ini dibuka secara resmi pada hari Senin, 6 Januari kemarin.

Pemerintah menyatakan bahwa klinik ini adalah langkah untuk mengembangkan industri ganja medis. Selain itu, klinik ini digratiskan selama dua minggu pertama.

"Ini adalah klinik percontohan, karena kami tidak dapat menghasilkan cukup banyak dokter dengan keahlian di bidang ganja," kata Menteri Kesehatan Publik Anutin Charnvirankul seperti dilansir dari Channel News Asia pada Selasa (7/1/2020).

Sesungguhnya, sudah ada sekitar 25 klinik ganja yang terdapat di rumah sakit umum yang tersebar di Thailand. Namun, mereka beroperasi hanya beberapa hari dalam seminggu karena kurangnya spesialis.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Dua Ribu Pasien Terdaftar hingga Maret

Ganja atau Mariyuana
Ilustrasi Foto Ganja (iStockphoto)

Klinik ini memiliki empat jenis obat yang mengandung kombinasi cannabidiol dan tetrahydrocannabinol yang berbeda. Produk tersebut diberikan kepada pasien untuk mengobat migrain, insomnia, sakit leher, hingga kekauan otot.

Kemenkes Thailand memperkirakan, klinik tersebut akan melayanai 200 hingga 300 pasien setiap harinya.

Kepada Reuters, lebih dari 2 ribu pasien sudah mendaftar di klinik itu hingga bulan Maret. Anutin menambahkan, mereka berencana menambah hingga 77 klinik serupa yang akan disebar di setiap provinsi.

Thailand memang dikenal dengan tradisi penggunaan ganja untuk mengurangi rasa sakit. Pemerintah telah melegalkan tanaman tersebut untuk penggunaan medis dan penelitian demi meningkatkan pendapatan agrikultur.

"Ganja bisa menjadi jawaban. Setidaknya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien," kata Dr. Prasert Mongkolsiri yang juga penasehat klinik yang terletak di Bangkok itu.

"Setidaknya, itu dapat mengurangi efek samping dari obat-obatan berbasis kimia modern yang telah mereka konsumsi selama 10 atau 20 tahun," tambahnya seperti dikutip dari Asean Economist.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya