IDAI Minta Pemerintah Libatkan Pakar untuk Latih Puskesmas Hadapi COVID-19

Ikatan Dokter Anak Indonesia meminta pemerintah untuk melibatkan para dokter spesialis dan pakar untuk melatih tenaga kesehatan di puskesmas dalam menangani COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 16 Mar 2020, 17:22 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2020, 17:22 WIB
Kantor Puskesmas Tarogong, salah satu fasilitas kesehatan yang digunakan rujukan warga penderita Chikungunya kampung Pasirmalang, Garut, Jawa Barat.
Kantor Puskesmas Tarogong, salah satu fasilitas kesehatan yang digunakan rujukan warga penderita Chikungunya kampung Pasirmalang, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta agar pemerintah juga melibatkan para dokter dan pakar di Indonesia, untuk melatih puskesmas dalam menghadapi ancaman pandemi COVID-19.

"Puskesmas seluruhnya harus dilibatkan. Dengan syarat tentunya diberikanlah kemampuan," kata Ketua IDAI Aman B. Pulungan dalam konferensi persnya di Jakarta pada Senin (16/3/2020).

Aman mengatakan, untuk melatih sumber daya manusia di puskesmas, sesungguhnya pemerintah cukup mengirim pakar-pakar dari Indonesia. Contohnya bagaimana penanganan COVID-19 untuk anak yang materinya diberikan oleh dokter anak.

"Kita biasa melatih untuk seluruh penyakit, kok. Kalau kepakaran kami tidak dimanfaatkan untuk melatih, mau minta siapa lagi? Tidak mungkin kita minta dokter dari China, dari Wuhan, dan lain-lain. Kita tahu semua kok masalah di sini," kata Aman dengan tegas.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Mendesak Transparansi Data

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Puskesmas Pucang Sewu di Surabaya, Jawa Timur, (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Aman mencontohkan, apabila ada klaster di suatu daerah dan ada puskesmas di sekitar tempat itu, layanan kesehatan tersebut harus bisa merawat orang-orang di lingkungan tersebut dan tahu apa yang mereka butuhkan.

"Jadi seluruh puskesmas itu harus siap," kata Aman. "Kalau sekarang, puskesmas kan juga tidak tahu dia harus ngapain. Jadi seolah-olah, ini ada satgas, ini ada Kemenkes, kita kayak mereka diawang-awang. Kita juga takut menghubungi mereka."

Selain itu, IDAI juga mendesak pemerintah untuk lebih transparan terhadap data-data yang ada. Khususnya terkait klaster dan episentrum. Aman mengatakan bahwa tanpa adanya keterbukaan data, tenaga kesehatan juga takut karena tidak tahu status pasien yang mereka tangani.

"Jadi paling tidak kita bisa mencegah bahwa klaster ini tidak menularkan ke seluruh penduduk lain, atau orang lain yang datang ke situ," kata Aman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya