Kabar Baik, Pusat Penelitian Obat Rematik Ada di RSHS Bandung

Uji coba dan pengembangan obat rematik tengah dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung

oleh Arie Nugraha diperbarui 09 Mei 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2020, 13:00 WIB
Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menyiagakan 236 pegawainya saat masa mudik Lebaran 2018. (Foto: Dok. Pemprov Jabar)

Liputan6.com, Jawa Barat - Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung mejadi sentral penelitian nasional dalam uji klinis obat untuk rematik (artritis rematoid), Neo tocilizumab. Menurut dokter divisi Remato RSHS Bandung Rachmat Gunadi, obat ini di luar negeri terutama Eropa sudah digunakan, tapi di Indonesia belum pernah.

Rachmat, mengatakan, Ikatan Rematologi Indonesia (IRI) menginginkan adanya uji klinis terlebih dahulu, sebelum diajukan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).

Obat rematik ini diujikan kepada 40 orang yang dilakukan di lima senter yaitu Bandung, DI Yogjakarta, Surabaya, Malang, dan Jakarta. Di RSHS sendiri pasien peserta uji klinis ini berjumlah delapan orang.

"Persiapannya sudah dilakukan sejak Oktober 2010. Setelah semua ahli dan berbagai pihak, dilakukan penyeleksian pasien," kata Rachmat dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 9 Mei 2020. 

 

Simak Video Menarik Berikut Ini

Uji Coba Obat Rematik

Lebih lanjut, syarat bagi pasien yang dapat mengikuti uji klinis ini di antaranya, sudah pasti menderita rematik, sudah melakukan pengobatan minimal lima bulan ternyata tidak menunjukkan respons yang memadai, dan keamanan organ-organ tubuhnya terjamin.

"Artinya tidak mempunyai penyakit infeksi terutama TBC. Walaupun obat ini relatif lebih aman karena tidak menyerang organ lain," Rachmat melanjutkan.

 

Terapi untuk Pasien Rematik

Ada pun terapi yang diberikan berupa pemberian obat selama enam kali dengan jarak empat minggu. Di kisaran waktu satu sampai dua bulan setelah pemberian obat yang ke-enam, dilakukan pengamatan lagi.

Beradasarkan literatur, tambah Rachmat, pasien yang menjalani terapi ini dapat merasakan perubahan setelah minggu kedua. Seperti penurunan kekakuan sendi-sendi sampai setengahnya, bengkak-bengkak pada sendi akan berkurang, nyerinya berkurang, perasaan sehat lebih terasa setelah bulan kedua.

"Hasil dari uji klinis ini akan dianalisis bersama, lalu akan dimuat di jurnal ilmiah, lalu dilaporkan ke Kementerian Kesehatan dan Balai POM. Uji klinis ini untuk jenis osteoarthritis dan systemic Sclerosis. Namun, kini di-pending karena situasi sedang wabah," kata Rachmat.

 

Apa Itu Penyakit Rematik?

Rachmat menjelaskan penyakit rematik menyerang sendi dan struktur jaringan penunjang di sekitar sendi sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri. Rematik atau remato itu ada 120 macam.

Penyebabnya macam-macam, ada yang karena asam urat lima persen, karena proses penuaan sebanyak 70 persen, ada lagi yang karena infeksi atau ada kelompok empat yaitu autoimun.

"Salah satu autoimun itu adalah rematik artritis. Rematik Artritis adalah suatu penyakit autoimun yang sifatnya kronis yang mengenai sendi dan organ di luar sendi, misalnya mata, paru, jantung, dan lainnya," katanya.

"Gejalanya nyeri-nyeri dan kaku pada sendi tangan, pergelangan tangan, bengkak, hasil lab menunjukkan rheumatoid test positif, penyakitnya menahun, kalau tidak diobati menimbulkan kecacatan," Rachmat menambahkan.

 

Jumlah Pasien Rematik

Jumlah pasien rematik di RSHS di rata-ratakan terdapat sekitar 300 orang, diperkirakan di kawasan Bandung terdapat 1.000 orang.

Menurut Rachmat, penyakit rematik puncaknya menyerang pada dua siklus usia, yaitu usia peralihan remaja menjadi dewasa, dan usia menjelang menopause lebih banyak pada wanita. Di Indonesia sendiri yang termuda menderita penyakit ini berusia enam tahun. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya