Liputan6.com, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menandatangani kerja sama penelitian di bidang kecerdasan buatan dengan Belanda tentang penanganan pasien COVID-19.
Penelitian bertajuk “Skoring Artificial Intelligence (AI) untuk Pneumonia pada Subjek Terduga dan Terkonfirmasi COVID-19” ini merupakan kolaborasi antara FKUI, RSCM, dan RSUI bersama Delft Imaging Belanda.
Baca Juga
Kerja sama ini melahirkan The FIGHT COVID-19 STUDY yang merupakan penelitian klinis pertama di Indonesia tentang penggunaan AI atau kecerdasan buatan dalam pelayanan pasien COVID-19 yang melibatkan para ahli dari FKUI hingga RSCM.
Advertisement
Penelitian multidisiplin ini menggunakan sistem CAD4COVID (Computer-Aided Detection for COVID-19) dikembangkan oleh Delft Imaging System untuk deteksi COVID-19 dengan teknologi AI melalui foto rontgen dada yang akan diaplikasikan di RSCM dan RSUI.
Menurut dr Eric Daniel Tenda, SpPD., FINASIM Chief Investigator Tim Peneliti, The FIGHT COVID-19 STUDY ini akan dibagi dalam dua tahap.
“Tahap satu kita melakukan studi validasi di mana kami melihat skoring AI ini untuk pneumonia pada subjek terduga dan terkonfirmasi COVID-19,” kata Eric dalam webinar Artificial Intelligence FKUI, Jumat (17/7/2020).
“Sedangkan tahap ke-2 adalah studi diagnostik, di mana kami kemudian mencoba untuk membuat satu model prediksi berdasarkan monitoring efektivitas penggunaan AI pada foto rontgen dada dibandingkan juga dengan uji RT-PCR pada pasien COVID-19.”
Penelitian ini bertujuan untuk membantu tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menangani pasien COVID-19 di Indonesia melalui penerapan skoring AI yang dapat digunakan sebagai alat penapisan.
Simak Video Berikut Ini:
Penanggulangan Wabah
Dalam kesempatan yang sama, Tim Pakar Gugus Tugas COVID-19 dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, KP, KIC mengatakan bahwa penanggulangan wabah selalu mempertimbangkan banyak hal terutama dari sisi medis.
“Dari sisi medis kita di Indonesia berusaha untuk melakukan tracing dan isolasi kontak. Ini akan dilakukan Puskesmas dan Dinas Kesehatan,” kata Ceva.
Selain itu, pengobatan penderita hingga pencegahan kematian perlu dilakukan. Hal ini otomatis menuntut peningkatan kompetensi dokter dan kemampuan atau kapasitas rumah sakit.
“Yang lain kita harus mengembangkan teknologi diagnostik dan terapetik yang patokannya teknologi itu harus efisien dan efektif. Karena itu kita melibatkan perguruan tinggi, BPPT(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), lintas BUMN, juga lintas instritusi termasuk industri itu perlu dilibatkan untuk mempercepat efisiensi penanganan ini.”
Selain itu, pencegahan transmisi di rumah sakit juga perlu dijaga. Jangan sampai orang takut terpapar di rumah sakit jika hendak berobat dengan keluhan lain, tambahnya.
Advertisement