Liputan6.com, Jakarta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menjawab kritk dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PadKLIn) mengenai penggunaan tes cepat atau rapid test antibodi virus SARS-CoV-2.
"Pemerintah Indonesia melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menghargai berbagai masukan dari berbagai pihak, termasuk masukan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik," kata Reisa Broto Asmoro dari Tim Komunikasi Gugus Tugas dalam konferensi persnya Sabtu sore, ditulis Minggu (19/7/2020).
Baca Juga
Reisa mengatakan, berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 revisi kelima oleh Kementerian Kesehatan, penggunaan rapid test tidak digunakan untuk kepentingan diagnostik.
Advertisement
"Pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT PCR atau tes dengan sampel swab, rapid test dapat digunakan untuk penapisan atau skrining pada populasi tertentu yang dianggap berisiko tinggi," ujarnya.
"Dan pada situasi khusus seperti pada pelaku perjalanan, serta untuk menguatkan pelacakan kontak erat dan pada kelompok-kelompok rentan risiko," Reisa menambahkan.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Tujuan Penelitian
Reisa juga menjelaskan bahwa World Health Organization merekomendasikan penggunaan tes cepat hanya untuk tujuan penelitian epidemiologi atau studi lain yang terkait dengan pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Dokter yang juga dinobatkan sebagai Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dari Gugus Tugas itu mengatakan bahwa saat ini Indonesia juga sudah mampu membuat alat tes cepatnya sendiri dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi.
"Selain itu, pemerintah juga mendukung pembuatan alat tes PCR buatan dalam negeri," ujarnya. Ia menambahkan, pemeriksaan PCR juga akan ditingkatkan hingga mencapai 30 ribu tes per hari.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar PDS PAdKLIn Aryati menyampaikan bahwa uji tes PCR dan rapid test sebagai syarat orang bepergian tidak menjamin seseorang terpapar COVID-19.
"Pemeriksaan PCR virus SARS-CoV-2 dengan hasil negatif maupun Rapid Test antibodi virus SARS-CoV-2 dengan hasil non reaktif tidak dapat menjamin seseorang tidak terpapar virus SARS-CoV-2, sehingga tidak dapat dinyatakan bebas dari virus SARS-CoV-2," tulis Aryati dalam surat edaran yang diterima Health Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Advertisement