100 Dokter Gugur Terkait COVID-19, IDI Jabar Minta Perlindungan Ditingkatkan

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jabar meminta pemerintah menjamin perlindungan dokter yang tangani COVID-19

oleh Arie Nugraha diperbarui 02 Sep 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 14:00 WIB
Kerja Keras Pekerja Medis Rawat Pasien Virus Corona
Pekerja medis tidur siang saat merawat pasien virus corona atau COVID-19 di sebuah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Minggu (16/2/2020). Enam pekerja medis, termasuk dokter, dinyatakan meninggal dunia akibat virus corona. (Chinatopix via AP)

Liputan6.com, Jawa Barat - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daerah Jawa Barat meminta perlindungan tenaga medis khususnya dokter ditingkatkan. Pasalnya untuk menghindari adanya tenaga medis yang gugur saat menjalankan tugasnya saat menangani pasien COVID-19.

Menurut Ketua IDI Daerah Jawa Barat, Eka Mulyana, sampai saat ini terdapat 102 dokter yang gugur saat bertugas karena terpapar COVID-19 dan delapan di antaranya dari Jawa Barat. Pemicunya diduga melakukan kontak erat saat pemeriksaan pasien COVID-19 dengan alat perlindungan diri (APD) yang tidak sesuai.

“Jadi, penyediaan APD itu harus optimal dan sesuai dengan tingkat atau level keamanannya atau securitynya. Kita kan tahu ada level satu, dua dan tiga. Jangan sampai untuk level atau tingkat tiga, memakai APD tingkat satu. Nah ini kan ketersediaan (APD), jangan menjadi masalah sebetulnya bagi tenaga kesehatan medis. Bayangkan ada satu ruma sakit yang tiap dokternya hanya mendapatkan empat masker per bulannya,” ujar Eka saat dihubungi melalui telepon, Bandung, Selasa, 2 September 2020.

Eka mengaku tidak bisa menyebutkan nama dan lokasi rumah sakit yang hanya menjatah empat masker per bulannya bagi setiap dokter yang bertugas. Eka mengatakan spesifikasi APD bagi tenaga medis yang bertugas harus diperhatikan, meski saat ini berbagai bantuan serupa terus berdatangan.

Eka mengingatkan paparan COVID-19 terhadap petugas medis tidak hanya terjadi di dalam fasilitas kesehatan semisal rumah sakit saja. Bahkan salah seorang dokter anggota IDI, terpapar dan akhirnya gugur karena COVID-19 saat menjalankan pelacakan dan pencarian pasien di luar rumah sakit.

“Karena kan itu menjadi kewajiban kami, apalagi di dalam rumah sakit manapun. Artinya apa faktanya? Sama - sama tertular atau terpapar dari pasien COVID-19. Dan ini terkait dengan kewajiban atau tugas seorang tenaga medis yang tidak hanya di dalam rumah sakit,” kata Eka.

 

Simak Video Berikut Ini

Hazmat untuk Tangani Pasien COVID-19

Eka mencontohkan angka ideal penyediaan untuk jenis baju hazmat di instalasi gawat darurat (IGD) sebanyak 140 setelan per seorang pasien. Seluruh jumlah baju hazmat itu dalam kurun waktu 14 hari.

Belum lagi jelas Eka, untuk penggunaan masker dan sarung tangan. Maka sebut Eka, ketersediaan APD dengan spesifikasi yang mumpuni tetap dibutuhkan.

“Itu hanya untuk seorang dokter yang menangani satu pasien. Belum jumlah untuk berapa pasien yang dirawat. Kemudian jumlah ketersediaan untuk berapa rumah sakit. Ini (APD) tetap dibutuhkan keberadaannya,” ujar Eka.

Dengan terus bertambahnya pasien COVID-19 yang harus masuk ke rumah sakit, berdampak terhadap penambahan jam kerja bagi tenaga medis. Eka menjelaskan hal itu berpengaruh tidak hanya ke nutrisi dan gizi tenaga medis, tapi ketahanan tubuh akan melemah.

IDI Daerah Jawa Barat menyatakan Indonesia berada di urutan teratas, negara dengan angka tertinggi gugurnya tenaga medis pada masa pandemi COVID-19. Sebelumnya BPS menyebutkan sebanyak 100 dokter di Indonesia gugur saat bertugas pada masa pandemi ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya