Penyakit Kulit Menular Frambusia Masih Hantui 4 Provinsi Indonesia Bagian Timur

Penyakit kulit menular frambusia masih menghantui 4 provinsi Indonesia bagian timur.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 09 Sep 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2020, 18:00 WIB
Ilustrsi Kulit
Infeksi bakteri frambusia masih menghantui 4 provinsi Indonesia bagian timur. (Foto: Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Penyakit kulit menular frambusia masih menghantui empat provinsi Indonesia bagian timur. Frambusia yang merupakan penyakit menular paling sering menyasar kulit, tulang, dan sendi.

"Iya, ada empat provinsi di Indonesia bagian timur yang masih ada kasus frambusia," papar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, ditulis Senin (7/9/2020).

Rincian keempat provinsi dan angka kasus penyakit kulit frambusia dari data terakhir per 13 Juli 2020 meliputi, Nusa Tenggara Timur 58 kasus, Maluku Utara 20 kasus, Papua Barat 336 kasus, dan Papua 259 kasus.  Total akumulatif kasus frambusia menjadi 673 kasus.

Jika dilihat data kabupaten/kota, angka kejadian frambusia dari keempat provinsi di atas tersebar di 36 kabupaten/kota. Sebarannya yakni Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara masing-masing 4 kabupaten/kota.

Selanjutnya, di Papua Barat ada 12 kabupaten/kota yang terdapat kasus penyakit kulit frambusia serta 16 kabupaten/kota di Papua.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Daerah Sulit Air Bersih

Krisis Air Bersih
Foto: Warga Kelurahan Hewulu, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, NTT kesulitan air bersih (Liputan6.com/Dion)

Kementerian Kesehatan mencatat frambusia biasa disebut Patek atau Bubo yang disebabkan bakteri Treponema pertenue. Gejala awal berupa benjolan kecil-kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah. Masa inkubasi antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari). 

Gejala lanjutan dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi, dan tulang, sehingga penderita bisa mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit yan terjadi akibat frambusia biasanya kering.

Penularan frambusia terdapat di daerah yang sulit mendapatkan air bersih, termasuk daerah kumuh. Penyakit kulit frambusia mudah disembuhkan. Hanya dengan satu kali suntikan Benzathine Peniciline untuk penderita dan semua orang yang pernah kontak dengan penderita.

Seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Eridikasi Frambusia, faktor-faktor yang dapat memengaruhi terjadinya penularan Frambusia yakni sebagai berikut:

1. Lingkungan kumuh, hangat dan lembab. Penularan tinggi pada musim penghujan

2. Jarang mandi

3. Bergantian menggunakan pakaian yang sama dengan orang lain atau jarang berganti pakaian

4. Luka terbuka atau adanya penyakit kulit seperti kudis, bisul dapat menjadi tempat masuk bakteri frambusia

Stadium Perkembangan Frambusia

kaki
Nodul pada kaki. ilustrasi kaki/copyright Pexels/Min An

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Eridikasi Frambusia juga memaparkan stadium perkembangan frambusia diamati dari perubahan bentuk lesi (jaringan kulit abnormal).

1. Stadium Primer

Sekitar 65 - 85 persen lesi primer pada penderita frambusia timbul pada tungkai dan kaki, sebagian yang lain dapat juga timbul di muka. Stadium primer diawali dengan timbulnya papul pada tempat masuknya bakteri.

Papul dalam bentuk nodul kecil eritematosa (berwarna kemerahan), tidak nyeri (tidak mengeluh sakit ketika ditekan), kadang gatal. Papul timbul antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu) sejak terinfeksi bakteri frambusia.

Papul berkembang menjadi papiloma. Permukaan papiloma menonjol atau sering disebut bertangkai, basah (getah), mudah berdarah, kemerahan dan berbenjol-benjol kecil, seperti bunga kol atau rashberry. Getah mengandung banyak bakteri Frambusia.

Terkadang pada stadium ini bisa terjadi demam atau sendi-sendi ngilu disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (lipat ketiak, leher, lipat paha).

2. Stadium Sekunder

Lesi sekunder adalah munculnya kembali lesi frambusia baru karena adanya penyebaran bakteri ke dalam peredaran darah dan jaringan getah bening. Lesi ini muncul setelah dua tahun sejak lesi frambusia primer, terutama di muka, lengan, tungkai dan pantat.

Pada stadium ini, getah bening mengalami peradangan, membesar dan sakit. Timbul rasa nyeri sendi (arthralgia) dan lesi yang merupakan gejala tidak spesifik pada stadium sekunder ini. Lesi dapat terjadi di telapak kaki, permukaan kaki mengalami penebalan (hiperkeratosis), pecah-pecah (fisurasi) dan nyeri.

Lesi dapat juga mengenai tulang muka, rahang dan tungkai bagian bawah berupa peradangan tulang (osteoperiostatis).

Timbulkan Kecacatan

Dianggap Tak Higenis, Bos Menyuruh Karyawan Mencukur Bulu Kaki
Kerusakan pada jaringan. (dok. Pixabay/Novi Thedora)

3. Stadium Tersier

Dalam tahap ini, tulang, sendi dan jaringan yang terserang frambusia dapat mengalami kerusakan (destruktif) menjadi cacat, lalu terbentuk gumma--benjolan menahun. Kondisi ini timbul di kulit maupun tulang dan sendi.

Akibatnya, penderita akan sulit beraktivitas dan mencari pekerjaan, yang berdampak sosial ekonomi dan masalah kemanusiaan.

4. Stadium Laten

Stadium Laten merupakan fase tanpa gejala klinis, tetapi bakteri frambusia masih aktif dan hasil uji serologi positif. Stadium ini terjadi ketika penderita dengan lesi frambusia dapat sembuh tanpa pengobatan.

Adanya stadium laten inilah yang akan menyulitkan upaya memutus mata rantai penularan frambusia karena penderita akan terus menjadi sumber penularan baru tanpa diketahui sumbernya. Bakteri frambusia dapat bertahan sampai 5 tahun dalam tubuh seseorang dan di tengah-tengah masyarakat.

Setiap satu kasus klinis frambusia diperkirakan terdapat lebih dari dua penderita yang berada pada stadium laten.

Oleh karena itu, sejak suatu daerah dinyatakan tidak ditemukan kasus klinis Frambusia (setelah dilaksanakan serangkaian upaya memutus rantai penularan Frambusia), surveilans harus tetap dilakukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya