Liputan6.com, Jakarta Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengamati bahwa rokok hadir di masyarakat tanpa disadari. Iklan dan promosi yang menarik seolah membuat rokok menjadi produk yang normal padahal, rokok adalah produk yang tidak normal.
“Rokok itu produk yang tidak normal, pertama karena rokok berdampak pada kesehatan. Bahkan, menurut penelitian suatu lembaga di AS, rokok itu tidak hanya mengandung 4.000 bahan kimia bahaya tapi 7.000 bahan kimia bahaya,” ujar Lisda dalam webinar Kemen PPPA (17/9/2020).
Baca Juga
Menurutnya, masyarakat sebetulnya meyakini bahwa rokok adalah produk yang berbahaya. Namun, di sisi lain penerimaan masyarakat terhadap rokok cenderung sama dengan produk-produk lain.
Advertisement
“Kita tidak merasa terganggu, bahkan kalau ada orang yang merokok di dekat kita, kita lebih memilih untuk tidak menghindar dari pada kita meminta orang tersebut untuk merokok di tempat lain, padahal kita mengetahui dampaknya.”
Penerimaan masyarakat terhadap rokok sangat cair dan mudah, tambahnya. Sehingga rokok dianggap produk yang biasa-biasa saja.
“Ada dua undang-undang yang menunjukkan bahwa rokok adalah produk yang tidak normal. Yang pertama UU Kesehatan menyebut bahwa rokok mengandung zat adiktif seperti yang terkandung dalam narkoba.”
Simak Video Berikut Ini:
Cukai Sebagai Pajak Dosa
Peraturan kedua adalah Undang-Undang Cukai yang turut menandakan bahwa rokok adalah produk tidak normal.
“Rokok adalah produk berbahaya sehingga harus dikenai cukai. Cukai itu adalah pajak dosa, barang-barang yang dikenai cukai itu harus diawasi karena barang yang dikenai cukai akan berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup.”
Lisda menambahkan, ada tiga produk yang harus dikenai cukai yaitu alkohol, etil alkohol, dan rokok.
“Jika kita selama ini melihat bahwa rokok adalah sesuatu yang biasa dan ringan-ringan saja, sebenarnya rokok adalah produk yang tidak normal. Undang-undang menetapkan seperti itu karena memang ada dampaknya. Karena rokok tidak normal maka memang seharusnya diperlakukan tidak sama dengan produk-produk yang kita konsumsi sehari-hari.”
Tantangan yang ada di Indonesia adalah pandangan terhadap rokok yang dianggap produk biasa saja. Rokok sangat diterima dan dekat dengan masyarakat, tidak diperlakukan seperti narkoba.
“Narkoba kita langsung tolak dan dianggap negatif tapi kalau rokok masih ada keraguan, masih ada ruang yang diberikan untuk rokok,” pungkasnya.
Advertisement