Alat Perang Dokter Mata Layani Pasien Selama Pandemi COVID-19

'Alat perang' dokter mata saat melayani pasien selama pandemi COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 29 Nov 2020, 15:20 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2020, 10:00 WIB
FOTO: Pemeriksaan Mata
Dokter memeriksa mata pasien di RS Mata JEC @ Menteng, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Selain memakai pelindung wajah serta sarung tangan dan masker saat pemeriksaan, JEC juga memiliki layanan JEC @ Cloud yang memberikan konsultasi kesehatan mata melalui tele-oftalmologi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Bagi pasien yang mengalami gangguan mata akan tetap terlayani dengan baik selama pandemi COVID-19. Bila kondisi masalah mata cukup parah memang perlu segera memeriksakan diri karena bisa saja terancam penglihatannya. 

Seiring kesungguhan hati melayani pasien, para dokter mata juga memerlukan ‘alat perang’ mumpuni dalam melayani di masa pandemi COVID-19. Sejumlah peralatan dan perlengkapan dimodifikasi untuk meminimalisir paparan virus Corona kepada dokter dan tenaga kesehatan mata. 

Direktur Utama Rumah Sakit Mata Cicendo Irayanti mengungkapkan, pandemi COVID-19 yang merebak sempat membuat rumah sakit yang dipimpinnya terkendala. Tenaga kesehatan dan medis cemas terhadap penularan virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19.

Ketakutan penularan virus pun berdampak terhadap jumlah pasien mata yang datang berobat. Ada penurunan jumlah pasien gangguan mata serta pelayanan pun serba dibatasi. Bahkan bakti sosial (baksos) operasi katarak yang rutin dilakukan sempat terhenti.

“Awal-awal, kita semua memang takut ya. Tidak hanya masyarakat saja yang takut, termasuk juga kami, petugas kesehatan itu sangat takut juga,” ungkap Irayanti menjawab pertanyaan Health Liputan6.com dalam dialog virtual, ditulis Sabtu (28/11/2020).

“Terjadi penurunan (pasien) yang drastis, terutama bulan April-Mei 2020. Itu luar biasa sekali penurunannya. Pelayanan mata turun mencapai 15 persen pasien yang datang berobat. Sangat jauh berbeda dari hari-hari biasa (sebelum pandemi COVID-19).”

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Perlindungan Alat Medis dari Penularan COVID-19

FOTO: Pemeriksaan Mata
Dokter memberikan konsultasi secara online kepada pasien di RS Mata JEC @ Menteng, Jakarta, Kamis (16/7/2020). JEC memberlakukan protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelum COVID-19, RS Mata Cicendo yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat mampu melakukan 3.000-4.000 operasi katarak bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan puskesmas lain. Di luar Jawa Barat, RS Mata Cicendo juga bekerjasama lembaga dan puskesmas di setiap daerah. Adanya COVID-19, baksos operasi katarak terhenti empat bulan, dari April-Juli 2020.

“Tapi mulai Agustus kemarin, teman-teman sudah mulai melakukan lagi baksos katarak untuk di Jawa Barat saja dengan protokol kesehatan. Kami membatasi jumlah operasi katarak setiap hari, hanya 20 atau 25 pasien,” lanjut Irayanti.

“Kalau dulu kan, berapapun jumlah pasien yang harus dioperasi ya kami kerjakan. Adanya pandemi ini, kami memang tidak bisa banyak (mengoperasi katarak). Tentunya, kami tetap menerapkan protokol kesehatan.”

Memasuki Juni 2020, RS Mata Cicendo mulai mempersiapkan penerapan protokol kesehatan di lingkungan rumah sakit. Upaya ini tidak hanya memberikan antisipasi perlindungan virus dari petugas kesehatan, melainkan pasien yang datang berobat.

Beberapa pelayanan mata pun dibatasi, khususnya alat-alat medis dan prosedur perawatan yang mengeluarkan aerosol (partikel padat di udara). Ini karena penularan COVID-19 dapat melalui aerosol. Penggunaan alat pelindung diri (APD) dan kaca mika menjadi upaya pencegahan COVID-19 bagi tenaga kesehatan.

 

“Kami melakukan antisipasi penularan COVID-19 pada pasien juga tenaga medis dengan melakukan pembatasan, terutama alat-alat medis. Pada alat-alat medis juga ada yang dikasih kaca, sehingga mencegah paparan virus,” Irayanti menerangkan.

“Kaca mika juga digunakan pada lampu celah (slit lamp)--alat mendiagnosis penyakit mata dengan kelengkapan cahaya berintensitas tinggi. Kemudian juga peralatan-peralatan lain, kami kasih kaca mika yang bening, sehingga memproteksi terhadap penularan (virus) yang dekat.”

 

Kaca Mika sebagai Pelindung dari COVID-19

FOTO: Pemeriksaan Mata
Dokter menyampaikan penjelasan kepada pasien usai pemeriksaan mata di RS Mata JEC @ Menteng, Jakarta, Kamis (16/7/2020). JEC memberlakukan protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selain mencegah paparan virus dari aerosol, penggunaan kaca mika juga sebagai pelindung dari penularan Corona. Penelitian di luar negeri melaporkan, virus Corona dapat masuk melalui mata. Ini karena mata terdapat lendir/cairan yang bisa menjadi media virus masuk. Apalagi pemeriksaan mata termasuk kategori jarak sangat dekat kira-kira hanya 30 cm.

Untuk operasi katarak, pihak rumah sakit membuat semacam penutup sebagai pelengkap perlindungan. Penutup bisa dipasang pada mikroskop sehingga operator pemeriksa mata akan berkurang risiko paparan Corona.

Di RS Mata Cicendo, ketika baksos operasi katarak pada hari-hari sebelum pandemi bisa mencapai 60 orang sehari. 

”Tapi sekarang ini, kami kurangi karena juga beresiko juga terhadap teman-teman dan tentu saja pasien-pasien yang ada di sini. Selain membatasi jumlah pasien operasi katarak, kami juga tetap melakukan skrining awal saat pasien masuk ke rumah sakit,” imbuh Irayanti.

“Kami lakukan skrining dulu dan pemeriksaan suhu tubuh. Skrining supaya mudah mendeteksi. Kalau ada tanda-tanda gejala COVID-19 akan ada ruangan khusus untuk pemeriksaan lanjutan. Ya, ada juga pasien yang kami duga atau kita kira-kira probable.”

Target Turunkan Gangguan Penglihatan pada 2030

Hari Keselamatan Pasien Sedunia, JEC Tingkatkan Kualitas Kesehatan dan Pelayanan
Dokter memeriksa mata pasien di JEC Eye Hospitals and Clinics, Kedoya, Jakarta, Kamis (17/09/2020). Betepatan dengan Hari Keselamatan Pasien Sedunia JEC Kedoya terakreditasi dari Joint Commission International pada 2014, 2017 dan 2020 terapkan protokol kesehatan di rumah sakit. (Liputan6.com/Pool)

Upaya menangani masalah gangguan penglihatan, dari katarak hingga kebutaan dilakukan RS Mata Cicendo. Hal ini juga bertujuan penanggulangan atau penurunan angka kebutaan di Indonesia. Irayanti menyebut, katarak merupakan penyebab kebutaan dan diatasi dengan melakukan operasi katarak. 

 

“Operasi katarak ini yang paling banyak kami lakukan. Terlebih lagi melihat Indonesia adalah salah satu yang negara tinggi di dunia untuk angka kebutaannya. Ini harus menjadi perhatian kita semua, tidak hanya dokter-dokter mata atau tenaga kesehatan, tapi juga semua kita semua,” katanya.

“Memang ada penyakit-penyakit lain, seperti kanker, jantung, stroke dan lain-lain yang tinggi juga kasusnya di negara kita. Tapi ternyata penyakit mata juga bisa membuat orang tidak produktif, misal ketika mereka terkena katarak dan glaukoma--kerusakan saraf mata.”

 

Oleh karena itu, percepatan eliminasi katarak semakin digencarkan. Percepatan eliminasi katarak sudah dilakukan sejak tahun 2017 hingga rencana jangka panjang sampai 2030. Target Indonesia pada tahun 2030, yakni setiap orang di Indonesia mempunyai penglihatan optimal dan dapat sepenuhnya mengembangkan potensi dirinya.

Yang dimaksud penglihatan optimal, yakni penglihatan minimal di atas 3/60. Untuk pengukuran tajam penglihatan berkisar antara <6/60, ≥3/60 dan diklasifikasikan menyandang kebutaan jika tajam penglihatan <3/60. Artinya, 3/60 adalah dalam jarak 3 meter orang bisa melihat atau menghitung angka atau huruf. 

Akses pelayanan kesehatan yang bisa terjangkau juga menjadi 2030 terdapat penurunan prevalensi gangguan penglihatan sebanyak 20 persen. Target lain pada tahun 2030 tersedia layanan rehabilitasi yang efektif terjangkau oleh 50 persen orang dengan gangguan penglihatan yang permanen.

“Maksudnya, kalau memang terjadi gangguan penglihatan permanen yang tidak bisa kita lakukan pengobatan atau tindakan. Maka, harus tersedia layanan mata mudah dijangkau, sehingga dengan penglihatan yang tersisa, orang itu bisa produktif atau jangan sampai menyebabkan dia tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari,” jelas Irayanti.

Kelainan Mata Refraksi dan Retinopati Diabetik

RS EMC Sentul Gelar Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis
Pasien usai melakukan operasi katarak bagi masyarakat prasejahtera di EMC Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/10). Bakti sosial ini kerja sama antara RS EMC Sentul, Departemen Mata FKUI/RSCM dan Perdami. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Irayanti menerangkan, RS Mata Cicendo juga melakukan skrining kelainan refraksi--cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas--terhadap anak sekolah. Setiap tahun bekerjasama dengan pemerintah daerah, khususnya di Jawa Barat melakukan skrining kelainan refraksi. Bila ada kelainan refraksi dan tidak diobati dengan segera dapat berujung kebutaan atau penglihatan tidak maksimal.

Skrining pun dilakukan pada kasus retinopati diabetik--kerusakan pembuluh mata pada jaringan retina. Katarak, kelainan refraksi, dan retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang tertinggi. Salah satu yang dipahami, penderita diabetes yang makin meningkat harus waspada. Risiko kelainan penglihatan bisa terjadi.

Bagi penderita diabetes, menurut Irayanti, biasanya setelah 5 tahun sudah ada kelainan mata. Untuk menangani dini, dilakukan skrining retinopati diabetik, apakah sudah terjadi pendarahan atau kelainan pada retinanya. Apabila ditemukan perdarahan dan kelainan dalam kondisi parah, akan sulit diobati.

Kelainan refraksi pada anak usia sekolah harus sedini mungkin dideteksi. Rehabilitasi perlu dilakukan jika sudah terjadi gangguan penglihatan yang permanen. Meski begitu, pencegahan agar risiko kelainan refraksi dapat dihindari.

“Kalau kita kerja melihat terus ke komputer atau gawai, perlu istirahatkan mata kira-kira 20 menit. Hal ini mengurangi risiko terhadap gangguan penglihatan, terutama kelainan refraksi pada anak. Kemudian jangan selalu melihat ke layar juga, kita bisa mengalihkan pandangan melihat keluar gitu, misalnya melihat pepohonan yang hijau-hijau,” pesan Irayanti.

Kelainan refraksi pada anak, Irayanti mengatakan, memang sangat banyak. Biasanya anak-anak selain belajar juga sering melihat gawai, seperti berselancar internet atau main permainan-permainan. Kondisi ini ada risiko computer vision syndrome, yang mana kita berupaya menghindari, bukan mencegah serta mengurangi risiko.

 

Kehilangan Ekonomi Rp84,7 Triliun Akibat Gangguan Mata

RS EMC Sentul Gelar Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis
Pasien sebelum melakukan operasi saat bakti sosial operasi katarak bagi masyarakat prasejahtera di EMC Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/10). Bakti sosial ini diikuti 74 pasien. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Aldiana Halim dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) memaparkan, 8 juta orang Indonesia mengalami gangguan penglihatan, 1,6 juta menderita kebutaan, serta 6,4 juta menderita gangguan penglihatan sedang dan berat.

“Dari kasus kebutaan, yang terbanyak disebabkan oleh katarak (81,2 persen). Diperkirakan ada sekitar 1,3 juta penduduk Indonesia yang buta karena katarak,” paparnya.

Katarak tidak bisa lagi dilihat sebagai kasus yang biasa saja. Ini karena melihat kasus katarak banyak dan masyarakat ada yang tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan. Untuk gangguan penglihatan berat, sedang, maupun kebutaan juga disebabkan sebagian besar oleh katarak 

Operasi katarak untuk menurunkan prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan menjadi salah satu cara. Lewat operasi katarak dapat membantu perekonomian masyarakat. Aldiana mengatakan, jika mengoperasi seluruh penderita katarak di Indonesia dengan menginvestasikan sekitar Rp13 triliun, maka perekonomian akan tumbuh 14 kali lipatnya.

Melihat dampak ekonomi dari katarak, Irayanti mengungkapkan, gangguan penglihatan memengaruhi perubahan kualitas hidup. Orang-orang yang menderita katarak terganggu produktivitas sehari-hari. Mereka bisa saja terhambat menjalankan pekerjaan.

 

“Tentu saja, tidak bisa dianggap enteng. Karena mereka terpengaruh hampir seluruh aspek kehidupannya, baik mental, ekonomi, dan sosial. Mobilitas juga terhambat, yang mana jelas menurunkan kualitas hidup,”

“Penurunan kualitas hidup penderita katarak berdampak ekonomi. Mereka dapat kehilangan pendapatan ekonomi dalam satu tahun sekitar Rp84,7 triliun. Sebuah angka yang cukup besar . Kalau kita tidak melakukan apa-apa dalam kurun waktu 5 tahun ya dengan pertambahan tadi prevalensi insiden katarak sekitar 20 persen.”

 

Adanya penanganan maksimal melalui operasi katarak pun diharapkan mengatasi dampak ekonomi. Mereka bisa kembali produktif dan menjalani hari-hari seperti sediakala, sehingga kebutaan juga dapat dihindari.

Infografis Perilaku 3K Bantu Kesembuhan Pasien Covid-19 Lebih Cepat

Infografis Perilaku 3K Bantu Kesembuhan Pasien Covid-19 Lebih Cepat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perilaku 3K Bantu Kesembuhan Pasien Covid-19 Lebih Cepat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya