Liputan6.com, Jakarta Tim pengembang alat deteksi COVID-19 GeNose dari Universitas Gajah Mada (UGM) menegaskan bahwa pengembangan perangkat tersebut untuk tujuan skrining.
"Posisi dari GeNose sebagaimana rapid test sama juga, GeNose itu posisinya adalah sebagai skrining," kata Dian K. Nurputra, salah satu dari tim pengembang GeNose dalam konferensi pers virtualnya pada Senin (28/12/2020).
Baca Juga
Validitas data untuk mengetahui apakah seseorang terkena COVID-19 masih bergantung dari tes PCR. Dian menyebutkan bahwa tes PCR merupakan tes standar dan diakui oleh World Health Organization (WHO).
Advertisement
"Namun, dengan kita menggunakan rapid test yang akurat, yang baik, maka kita bisa menghemat sumber daya PCR, sehingga PCR bisa dipergunakan benar-benar yang mengarah pada pasien-pasien yang mengarah ke positif," kata Dian.
Dian mengungkapkan, alat skrining memang bertujuan untuk menjaring orang-orang yang diduga positif COVID-19. "Perkara kemudian nanti didapatkan PCR negatif ya itu lebih baik," katanya.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Masih Alat Skrining
Senada dengan Dian, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono dalam kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa untuk saat ini, GeNose yang dikembangkan tim dari UGM masih menjadi alat skrining.
"Walaupun surat izin terhadap GeNose sudah kami keluarkan, tetapi standing position yang harus ditempatkan secara legal aspect dan ethical medical adalah sebagai skrining," kata Dante.
Sehingga, kata Dante, masih dibutuhkan tes lanjutan agar hasil yang didapat lebih valid.
"Jadi, apapun hasilnya tes ini, maka harus ada complementary test yang menjawab hasil-hasil yang mungkin ada," ujarnya.
Dante mengatakan, dengan semakin banyak complementary test yang dilakukan, maka data yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Hal ini bisa mempengaruhi data kecerdasan buatan GeNose sehingga menjadi lebih baik.
"Jadi, ini mungkin ini lebih direvisi menjadi lebih bagus lagi, jadi positioning-nya sebagai complementary diagnosis," kata Dante.
Advertisement