4 Jurus Pusekra UGM Atasi Ketimpangan Ekonomi dengan Melebarnya Kesejangan Kaya dan Miskin

Plt Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pusekra), Rachmawan Budiarto, mengatakan ketimpangan kepemilikan kekayaan atau kesenjangan kaya dan miskin tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga pada dunia global.

oleh Yanuar H Diperbarui 18 Mar 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2025, 19:00 WIB
Intip Dinding Kesenjangan Peru, Pemisah Si Kaya dan Si Miskin
Dinding itu juga dilapisi kawat berduri di bagian atasnya, dibangun dengan tujuan untuk memisahkan antara si kaya dan si miskin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Kesenjangan ekonomi di dunia menurut Plt Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pusekra), Rachmawan Budiarto dari total populasi dunia sebesar 6,1 miliar jiwa, sekitar 1,1 miliar tergolong miskin. Ia mengatakan kesenjangan kaya dan miskin ini terlihat sekitar 0,7% populasi menguasai 18,4% kekayaan dunia, sementara lebih dari 70% populasi hanya memiliki akses terhadap 2,7% kekayaan yang ada.

“Ketimpangan ini menunjukkan perlunya kebijakan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, agar kesejahteraan dapat dirasakan secara lebih merata, terutama bagi masyarakat pinggiran,” kata Rachmawan saat menyampaikan ceramah Safari Ilmu di Bulan Ramadhan (Samudra) di Masjid Kampus UGM, Kamis 13 Maret 2025.

Dalam ceramahnya itu Rachmawan memberikan tawaran prinsip ekonomi berlandaskan empat pilar utama, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Rachmawan menjelaskan, prinsip tauhid menjadikan pelaku ekonomi tidak lagi berorientasi pada keuntungan materi semata tetapi dapat berbagi sesama sebagai bentuk fungsi sosial atas kekayaan dan menghindari eksploitasi.

”Dalam Islam, kekayaan bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial,” ujarnya.

Lalu, prinsip keseimbangan dalam ekonomi Islam berperan penting dalam mencegah kesenjangan sosial yaitu kesenjangan kaya dan miskin.

“Islam mendorong manusia untuk mencegah monopoli, sentralisasi modal, dan penimbunan barang demi mendongkrak harga,” jelasnya.

Prinsip kehendak bebas dalam Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki pilihan dalam menjalankan kehidupannya, meskipun Allah SWT tetap memiliki kekuasaan mutlak. Kebebasan ini harus dijalankan dengan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, sehingga prinsip tanggung jawab kemudian menjadi pelengkap dalam sistem ekonomi Islam.

“Tanggung jawab hadir sebagai konsekuensi dari tauhid, keseimbangan, dan kehendak bebas. Ini berlaku baik secara individu maupun kolektif,” ungkap Rachmawan.

Ia mengatakan ada beberapa langkah solusi tantangan kemiskinan dalam perspektif Islam. Pertama, masyarakat harus didorong untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya, sehingga produktivitas dapat meningkat.

Kedua, memperbanyak proyek-proyek ekonomi yang berkelanjutan untuk menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja. Ketiga, menghindari praktik riba yang merugikan masyarakat miskin.

“Terakhir, pengelolaan keuangan yang baik perlu diterapkan agar sumber daya dapat digunakan secara optimal,” katanya.

Menghindari kesenjangan kaya dan miskin ini, orang kaya memiliki peran penting dalam membantu perekonomian masyarakat melalui zakat, infak, dan sedekah. Selain itu hal penting lainnya adalah pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Baitul Mal harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar kebijakan ekonomi benar-benar berdampak bagi kesejahteraan rakyat.

Harapannya dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam ini, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat tercapai tanpa meninggalkan masyarakat pinggiran.

“Keberlanjutan bukan hanya soal menjaga alam, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang dan meraih kesejahteraan,” ujarnya.

 

Promosi 1

Simak Video Pilihan Ini:

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya