Liputan6.com, Jakarta Pesawat Sriwijaya Air SJ182 dengan rute Jakarta - Pontianak dikabarkan hilang kontak pada Sabtu, 9 Januari 2021. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati.
Kabar hilang kontak Sriwijaya Air SJ182 sontak membuat beberapa calon penumpang pesawat yang dalam waktu dekat sudah memiliki tiket penerbangan jadi cemas.
Baca Juga
"Duh deg-degan nih bakal terbang (naik pesawat)," kata salah satu calon penumpang pesawat, Budi, yang pekan depan bakal dari Lampung ke Jogja.
Advertisement
Menurut psikolog klinis dewasa Rena Masri, rasa panik dan cemas itu masih wajar bila seseorang hendak terbang usai mendengar berita itu, apalagi bila dia naik pesawat dengan maskapai yang sama.
"Kalau baru kejadian, terus ia panik, cemas, takut, itu masih wajar karena ada kejadian yang baru saja terjadi yang menyebabkan keadaan traumatis," kata Rena saat dihubungi Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Â
Saksikan Juga Video Berikut
Tingkat Kecemasan Berbeda-beda Tiap Orang
Namun, tingkat kepanikan atau cemas berbeda-beda. Ada yang hanya cemas, biasa saja tapi ada yang sampai membatalkan penerbangan usai mendengar kabar seperti ini.Â
"Satu kejadian bisa berdampak yang berbeda-beda pada tiap orang. Hal ini tergantung pada pengalaman tiap-tiap orang," kata wanita yang berpraktik di Q-Consulting Jakarta ini.
Ciri-ciri orang panik adalah tangan berkeringat dingin, kaki bergerak, duduk salah berdiri juga salah. Menurut Rena, bila kondisi itu terjadi dalam satu atau dua hari ini masih wajar bila hendak naik pesawat terbang.
Advertisement
Kajian Studi
Bila terus-terus mendapat paparan informasi baik teks maupun video tentang kecelakaan pesawat memang bisa menimbulkan rasa panik dan cemas.
Dalam sebuah hasil penelitian berjudul Media's Impact on People's Anxiety Levels Towards Air Travel, sebanyak 260 responden menguji tingkat kecemasan. Tingkat kecemasan diuji setelah responden dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti membaca artikel daring, menonton video, dan menonton tv kecelakaan pesawat.
Hasil penelitian mencatat, semakin banyak waktu yang dihabiskan responden mengikuti pemberitaan dan penayangan kecelakaan pesawat setiap hari, semakin mungkin responden takut naik pesawat terbang. Penelitian ini diterbitkan di University of Massachusetts Amherst pada 2010.
Responden menjadi lebih cemas pada kemungkinan pesawat hilang kendali. Tingkat kecemasan lain yang menjadi pikiran responden berupa kecemasan melakukan penerbangan jarak jauh, takut pada ketinggian, dan goncangan akibat turbulensi.
Studi juga melaporkan, rasa takut dan cemas termasuk kondisi tidak menyenangkan.
Oleh karena itu, rasa takut terbang bisadiredakan dengan upaya seperti menjaga keselamatan penerbangan. Bagi orang yang tidak biasa naik pesawat, maskapai bisa memberikan lebih banyak informasi tentang keamanan, kenyamanan, dan fitur pesawat terbang. Ini bisa mengurangi kecemasan.
Sementara itu, bagi orang yang takut terbang, bisa berkonsultasi dengan maskapai penerbangan atau klinik untuk berpartisipasi dalam simulasi penerbangan atau menghadiri kursus takut terbang.