Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pihaknya belum bisa mengidentifikasi hewan asli penyebar SARS-CoV-2. Padahal, tim WHO telah melakukan penelitian selama 4 minggu di Wuhan China.
Menanggapi hal ini, Peneliti Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr.rer.nat. Wien Kusharyoto, berpendapat bahwa sulitnya menemukan hewan asli pembawa COVID-19 dapat disebabkan kendala dalam menemukan lingkaran awal penyebaran virusnya.
Baca Juga
“Terutama karena mereka (peneliti WHO) kesulitan menentukan lingkaran awal dari penyebaran virusnya itu sendiri,” ujar Wien kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (11/2/2021).
Advertisement
“Karena ada kemungkinan juga yang ditemukan di pasar basah Wuhan itu hanya salah satu korban dari penyebaran virus sebelumnya. Jadi bisa saja awal mulanya tidak di sana tapi di tempat lain, itu yang belum diketahui secara pasti,” tambahnya.
Hal ini diperkuat juga dengan beberapa indikasi bahwa penyebaran COVID-19 sudah terjadi di akhir November atau awal Desember 2019.
“Lingkaran awalnya sampai sekarang memang belum diketahui, berbeda dengan kasus SARS-CoV-1 yang relatif cepat diketahui bahwa penyebarnya adalah hewan sejenis musang.”
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Mengapa Durasi Penemuan Hewan Penyebar SARS-CoV-1 Lebih Cepat?
Penemuan hewan penyebar SARS-CoV-1 cenderung lebih cepat ketimbang SARS-CoV-2. Menurut Wien, hal ini dapat disebabkan kecepatan penanganan awal dan keterbukaan data.
Dalam penanganan SARS-COV-1, pemerintah China langsung turun tangan sejak awal ditemukannya virus tersebut (2002-2003) sehingga bukti-bukti awal dapat dikumpulkan oleh pusat pengendalian dan pencegahan penyakit setempat.
Namun, hal tersebut berbeda dengan kasus SARS-CoV-2 yang cenderung terkesan ada yang disembunyikan terkait awal penyebaran virus, tambahnya.
“Masalahnya, sekarang apa yang ditemukan sejak awal itu harusnya dibuka kepada WHO karena sejauh ini masih terkesan ada yang disembunyikan dari bukti-bukti awal penyebaran awal virus terutama yang di pasar basah itu.”
Walau belum dapat dipastikan apakah betul ada yang ditutupi atau tidak, tapi sikap tepat yang perlu dilakukan China menurut Wien adalah transparansi atau keterbukaan terkait setiap data dan bukti yang dimiliki.
Advertisement