Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat bahwa angka positivity rate masih 17,61 persen per 20 Februari 2022. Ini artinya potensi penularan masih tinggi.
Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.
Baca Juga
"Kita perlu untuk tetap waspada mengingat tren kenaikan positivity rate mingguan masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan," Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (24/2/2022).
Advertisement
Angka ini meningkat cukup tajam dibandingkan akhir Januari di kisaran 1 persen. Padahal, Indoensia berhasil mempertahankan positivity rate di bawah standar WHO, yaitu kurang dari 5 persen. Selama 135 hari berturut-turut atau sejak 17 September 2021 hingga 29 Januari 2022 positivity rate di bawah lima persen.
Namun, bila dibanding dengan saat gelombang Delta menghantam Indonesia tahun lalu positvity rate minggu ini lebih rendah. Saat itu, angka positivity rate di atas 20 persen selama 5 minggu berturut-turut. Bahkan, pernah mencapai angka mingguan tertinggi hingga 30,24 persen per 18 Juli 2021 mengutip keterangan pers yang diterima Liputan6.com.
Dua Juta Orang Tes COVID-19 Dalam Seminggu
Satgas COVID-19 juga mencatat jumlah orang yang dites juga saat ini lebih baik dibandingkan masa varian Delta. Dari data per 20 Februari 2022, lebih dari 2 juta orang dites dalam 1 minggunya.
Meski fluktuatif dalam 5 minggu terakhir, namun jumlahnya selalu bertahan di atas 1 juta orang tiap minggunya.
Hal ini berbeda bila dibandingkan saat gelombang Delta, di kisaran 1 juta orang dalam 1 minggu yang tes COVID-19.
Data menarik juga terungkap bahwa saat ini tes antigen lebih tinggi dari PCR. Sedangkan di masa gelombang Delta, proporsi testing cenderung berimbang.
Wiku menilai hal ini juga karena varian Omicron memunculkan gejala yang lebih ringan bahkan tanpa gejala dibandingkan varian Delta dengan gejala yang lebih nyata.
Mobilitas masyarakat pun masih tinggi bila dibanding saat Delta menghantam Indonesia tahun lalu.
Melihat data-data di atas serta melihat tren kenaikan positivity rate mingguan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Artinya, potensi penularan masih tinggi di tengah masyarakat.
Wiku menilai tingginya angka positivity rate di tengah tingginya mobilitas ini menunjukkan kesadaran protokol kesehatan masyarakat yang masih belum cukup baik.
Orang-orang yang beraktivitas dan melakukan perjalanan, ternyata masih banyak yang tertular. Meskipun pada akhirnya orang-orang yang tertular dapat teridentifikasi positif berkat skrining, akan lebih baik lagi mencegah penularan tidak terjadi sejak awal.
"Jangan sampai, ketidaktaatan kita akan protokol kesehatan menempatkan kita sebagai bahaya laten bagi mereka. Ingat, bukan tidak mungkin kita ternyata tertular dan menjadi OTG," kata Wiku.
Advertisement