Liputan6.com, Kabupaten Timor Tengah Selatan - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy mengatakan, pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor lambatnya penanganan stunting di Indonesia. Angka stunting pun naik khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Jadi, memang COVID-19 ini punya andil yang sangat besar terhadap lambatnya kita menangani stunting. Bahkan di kabupaten/kota, termasuk di NTT ini mengalami kenaikan drastis," kata Muhadjir saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kunjungan kerja Percepatan Penurunan Stunting di Desa Kesetnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, ditulis Minggu (27/3/2022).Â
Advertisement
Baca Juga
Selama pandemi COVID-19 yang terjadi dalam dua tahun terakhir, Pemerintah masih bisa menurunkan angka stunting nasional, yakni sekitar 1,7 persen per tahun.
Pemerintah menargetkan angka prevalensi kekerdilan atau stunting pada tahun 2024 berada di bawah 14 persen. Untuk mencapai target penurunan membutuhkan angka sekitar 3 sampai 3,5 persen per tahun.Â
"Kalau kita harus mencapai 14 persen tahun 2024, itu kira-kira butuh 3 sampai 3,5 persen per tahun. Berarti kita hanya menambah sekitar 1,3 persen saja," jelas Muhadjir.
Beberapa kabupaten/kota di NTT masih memiliki angka stunting di atas 30 persen, bahkan 40 persen. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting termasuk paling tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 48,3 persen.
12 Provinsi Masuk Prioritas Penanganan Stunting
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan, Pemerintah telah membuat strategi agar target penurunan stunting dapat tercapai.
Pemerintah juga telah menyusun 12 provinsi mana saja yang menjadi prioritas dan provinsi mana saja yang harus menjalankan program-program percepatan penurunan stunting.Â
Adapun 12 provinsi prioritas terdiri dari 7 provinsi dengan prevalensi jumlah balita stunting tertinggi antara lain, Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat (Sulbar) 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen.
Kemudian Sulawesi Tenggara (Sulteng) 30,2 persen, Kalimantan Selatan (Kalsel) 30 persen, dan Kalimantan Barat (Kalbar) 29,8 persen. Selanjutnya, 5 provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara.Â
"Secara nasional kita harus menskenariokan ke sana. Kalau saya sih harus optimistis. Mohon dukungannya, mudah-mudahan (penurunan stunting) 14 persen Insya Allah terwujud," ujar Hasto melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
Advertisement