Kenali Efek Samping dan Kontraindikasi Obat COVID-19 Paxlovid

Penggunaan obat COVID-19 Paxlovid harus hati-hati karena punya efek samping dan kontraindikasi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 28 Mar 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2022, 13:00 WIB
Obat/dok. Unsplash Kendal
Obat/dok. Unsplash Kendal

Liputan6.com, Jakarta - Paxlovid (kombinasi Nirmatrelvir dan Ritonavir) rupanya mempunyai efek samping bagi pasien COVID-19 yang meminumnya. Tak heran, penggunaan obat untuk terapi COVID-19 ini harus diberikan dengan resep dokter.

Associate Professor dari Departemen Kimia Universiti Putra Malaysia, Bimo Ario Tejo menyebut sejumlah efek samping obat COVID-19 Paxlovid, seperti diare dan nyeri otot. Paxlovid juga memiliki kontraindikasi jika diberikan bersama obat lain yang berinteraksi dengan CYP3A--enzim untuk memetabolisme.

"Bagi pasien COVID-19 jangan kaget apabila saat mengonsumsi Paxlovid akan mengalami dysgeusia (gangguan indra perasa), diare, hipertensi, dan nyeri otot," ujar Bimo melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Minggu, 27 Maret 2022.

"Obat ini pun memiliki kontraindikasi jika diberikan bersama obat lain yang berinteraksi dengan CYP3A, seperti alfuzosin, pethidine, propoxyphene, amiodarone, dronedarone dan flecainide. Kemudian obat propafenone, quinidine, colchicine, lovastatin, simvastatin, phenobarbital, rifampin, dan lainnya."

Oleh karena itu, Bimo mengingatkan, penting bagi pasien untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mengonsumsi Paxlovid. Sebagai catatan, Paxlovid tidak efektif untuk pasien COVID-19 yang bergejala berat dan sudah dirawat di rumah sakit.

"Obat ini juga harus diberikan segera setelah terindikasi positif COVID-19, sebaiknya dalam rentang waktu 5 hari setelah munculnya gejala, dan tidak bisa digunakan lebih dari 5 hari berturut-turut. Paxlovid hanya bisa diberikan dengan resep dokter dan tidak bisa digunakan untuk mencegah COVID-19. Jadi, protokol Kesehatan dan vaksinasi tetap harus dijalankan,” terangnya.

Paxlovid Minimalisir Gejala COVID-19

Disebabkan oleh Bakteri Pirogen
Ilustrasi Demam Credit: pexels.com/cottonbro

Bimo Ario Tejo juga menjelaskan, penderita komorbid yang terinfeksi COVID-19 pada umumnya boleh mengonsumsi Paxlovid selama dikonsultasikan dengan dokter. Bagi yang memiliki masalah ginjal (eGFR ≥30 hingga <60 mL/min) dosis Paxlovid perlu dikurangi menjadi 150 mg Nirmatrelvir dan 100 mg Ritonavir dua kali sehari selama 5 hari.

"Meski demikian, Paxlovid tidak boleh diberikan kepada penderita gangguan ginjal dengan eGFR <30 mL/min, juga tidak direkomendasikan untuk penderita gangguan hati yang parah (Child-Pugh kelas C)," jelasnya.

Ketersediaan Paxlovid yang menjadi incaran Indonesia sebagai terapi oral khusus untuk melawan varian virus SARS-CoV-2, termasuk Omicron sangat dibutuhkan. Obat  ini dapat meminimalisir efek gejala COVID-19 pada tubuh dan mencegah rawat inap, serta kesakitan dan kematian.

Pada akhir Desember 2021, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah menyetujui izin penggunaan darurat (Emergency Use Authrorization/EUA) Paxlovid untuk pengobatan COVID-19. Berbagai negara sudah menggunakan Paxlovid.

"Di wilayah timur, Korea Selatan menjadi negara Asia pertama yang telah menyetujui penggunaan Paxlovid," tutup Bimo.

Infografis Mayoritas Pasien Covid-19 Bergejala Ringan dan OTG

Infografis Mayoritas Pasien Covid-19 Bergejala Ringan dan OTG. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Mayoritas Pasien Covid-19 Bergejala Ringan dan OTG. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya