Liputan6.com, Jakarta - Puasa di bulan Ramadhan wajib hukumnya bagi yang beragama Islam. Kecuali ibu menyusui, pasien penyakit ayan, orang yang melakukan perjalanan jauh, atau orang lanjut usia boleh untuk tidak berpuasa.
Puasa Ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh. Untuk durasi setiap harinya, dimulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Baca Juga
Selama lebih dari 12 jam seseorang yang sedang berpuasa harus mencegah hal-hal yang dapat mengakibatkan dirinya jadi batal puasa. Mulai dari makanan hingga hawa nafsu.
Advertisement
Namun, apa jadinya jika yang beragama Non-Muslim juga ikut berpuasa? Josefin Yaputri, 28 tahun dan Renata, 33 tahun, punya ceritanya sendiri.
Renata --- gadis keturunan Manado dan Medan --- sudah ikut menjalankan puasa Ramadhan sejak 2020. Dia bilang hanya sekadar iseng karena pada saat itu harus bekerja dari rumah.
"Waktu awal-awal pandemi COVID-19, kita semua diwajibkan di rumah saja. Mumpung akunya juga enggak ke mana-mana, kenapa enggak sekalian coba-coba ikut berpuasa. Awalnya iseng, tapi setelah dijalani, kok, enak?," kata Renata saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Minggu malam, 10 April 2022.
Selain itu, kata Renata, hitung-hitung untuk menemani sang pacar yang memang diwajibkan untuk puasa. "Kami ini keyakinannya yang LDR. Jadi, dengan aku ikut berpuasa, setidaknya ada momen kami bisa buka bareng meski hanya lewat video call," kata dia.
Meski hubungan keduanya kandas pada akhir 2021, tapi di tahun ini Renata memilih tetap untuk kembali ikut berpuasa.
"No trauma, no drama," katanya.
"Lagian puasa di bulan Ramadhan tidak seburuk yang dibayangkan. Aku sendiri pun sebenarnya ada kalanya harus puasa, tapi memang enggak seperti ini. Ternyata aku baik-baik saja saat melakukannya, jadi, aku lanjut," Renata menambahkan.
Akan tetapi untuk di tahun ini, baru di awal-awal dia sudah batal selama empat hari. "Maklum panggilan alam. Cuma nyebelin parah. Aku batal hari pertamanya itu 30 menit sebelum buka," kata dia sambil tertawa.
Puasa Ramadhan Kayak Detoks
Sementara itu, Yosefin, mengaku, sempat mencoba puasa di dua hari pertama bulan Ramadhan. Setelah itu belum lanjut lagi karena kondisi yang mengharuskan dia keluar rumah.
"Mau lanjut lagi, sih, mungkin Rabu. Tergantung kalau ada kegiatan di luar rumah atau enggak soalnya. Masih adaptasi badannya," cerita Sefin --- begitu dia akrab disapa --- kepada Health Liputan6.com di hari yang sama.
Sefin, mengatakan, sudah sejak tahun-tahun kemarin ingin sekali mencoba untuk berpuasa. Hanya saja belum kesampaian.
Baru di tahun ini --- di saat dia dan suami pindah rumah untuk tinggal berdua saja --- baru Sefin dapat kesempatan menjalankan puasa di bulan Ramadhan.
"Kita coba dua hari. Seru, sih, sebenarnya," katanya.
Semula Sefin mengira puasa selama belasan jam bakalan seram. Terlebih dia adalah pasien mag dan asam lambung. Setelah dijalani, semua ketakutan tersebut tidak terjadi.
"Ternyata aman banget," kata dia.
"Dan, ternyata badan manusia ini hebat juga, bisa kuat puasa. Enggak makan dan minum sama sekali," Sefin menambahkan.
Advertisement
Puasa Ramadhan Badan Terasa Fit
Efek lain yang Sefin rasakan setelah mencoba berpuasa selama dua hari adalah badannya yang terasa lebih fit.
"Makanya aku senang banget," katanya.
"Berat tapi tidak seberat yang aku kira. Aku masih bisa menjalaninya," Sefin menambahkan.
Menurut Sefin, hal terberat dari puasa Ramadhan bukan menahan haus dan bukan menahan lapar juga. Akan tetapi menahan rasa kantuk yang menyerang setelah sahur.
"Alasan belum lanjut lagi karena enggak kuat di ngantuk habis sahurnya itu sebenarnya," kata Sefin sambil tertawa.
Oleh sebab itu, setiap rasa kantuk mulai menyerang tidak setelah santap sahur, Sefin hanya tidur sambil duduk. Kalau dia bantai langsung tidur, Sefin takut perutnya jadi buncit.
"Sebenarnya setelah dijalani, badan aku berasa enak sih. Kayak detoks jadinya," katanya.
Selama berpuasa dua hari kemarin, yang Sefin perhatikan saat santap sahur adalah sumber karbohidrat dan konsumsi obat mag yang tak boleh sampai ketinggalan.
"Aku sahurnya sempat nasi Padang. Enggak satu porsi juga, setengah doang. Sama pernah juga nasi kuning," katanya.
"Karena aku enggak pernah sahur, jadi langsung berat tapi makannya sedikit banget sebenarnya, buat mengganjal saja," Sefin menambahkan.
Saat ditanya apakah Sefin kapok menjalaninya dan apakah berencana lanjut sampai akhir, Sefin, mengaku, belum tahu.
"Belum tahu nih kalau lanjut. Paling lebih ke mengatur waktu sama kegiatan sehari-harinya sih yang belum biasa," katanya.
"Tapi hari-hari terakhir InsyaAllah mau coba lagi. Kita lihat saja bersama kegiatan-kegiatan yang ada," ujarnya.
Saran untuk Non-Muslim yang Hendak Ikut Puasa Ramadhan
Kondisi yang dialami Sefin adalah hal yang wajar. Terlebih di ajaran yang dia anut, tidak ada tradisi yang mengharuskan Sefin berpuasa.
Bagi Non-Muslim lainnya yang mungkin tergerak untuk ikut menjalankan puasa di bulan Ramadhan, ada tips dari ahli gizi, Mochammad Rizal, yang bisa Anda terapkan.
Satu hal yang perlu diingat bahwa puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, lalu 'bablas' saat waktu buka tiba.
Bagi yang baru mencoba, Rizal menyarankan untuk melakukannya secara bertahap. Sama seperti anak kecil yang baru belajar puasa, yaitu mulai dari puasa setengah hari.
"Dzuhur buka puasa, lalu dilanjut lagi puasanya sampai Maghrib. Kalau kuat, besok agak dipanjangin sampai Ashar baru buka puasa. Kalau sudah tidak ada kendala, bisa puasa full sampai Maghrib," kata Rizal kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.
Pria yang saat ini tengah menempuh pendidikan Nutritional Science di Cornell University, Amerika Serikat, tak memungkiri bahwa 'bablas' saat buka puasa memang sebuah fenomena yang banyak terjadi.
Sehingga, kata dia, selain puasa makan dan minum, harus dipahami esensinya bahwa puasa itu punya makna menahan hawa nafsu, bukan sekadar menggeser jam makan saja.
Oleh sebab itu, Rizal yang aktif berbagi tips sehat dan diet di akun Instagram pribadinya, @rizalnutritionist, menyarankan Non-Muslim yang hendak berpuasa untuk menerapkan mindful eating saat berbuka puasa.
Dimulai dengan minum air putih terlebih dahulu dan dilakukan secara perlahan. Rasakan kesegarannya.
"Lalu jangan langsung makan besar menu utama, melainkan makan tiga biji kurma atau buah-buahan. Kunyah perlahan dan fokus pada makanan tanpa gangguan apapun. Baik ponsel maupun hal lainnya," katanya.
"Setelah itu, kasih jeda kurang lebih 10 menit, baru ambil makanan dengan menu bergizi seimbang. Mindful eating tetap perlu diterapkan," pungkas Rizal.
Advertisement