Liputan6.com, Jakarta - Setelah hiruk pikuk Lebaran berlalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kebijakan yang tak terduga terkait protokol kesehatan (prokes) selama pandemi COVID-19. Kebijakan tersebut mendapat beragam respons. Sebagian ada yang senang, ada pula yang ragu.
Pemerintah melonggarkan sejumlah aturan terkait COVID-19. Disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa, 17 Mei 2022 sore, ada dua aturan yang dilonggarkan, salah satunya mengenai penggunaan masker.
Baca Juga
Dalam konferensi pers yang ditayangkan langsung dari Istana Bogor melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jokowi membolehkan masyarakat untuk lepas masker saat beraktivitas di luar ruangan atau area terbuka yang tidak padat orang.
Advertisement
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka, tidak padat orang maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," kata Jokowi.
Namun, bagi masyarakat yang beraktivitas di ruangan tertutup dan menggunakan transportasi publik tetap harus menggunakan masker.
Anjuran memakai masker juga masih berlaku bagi kelompok yang rentan terpapar COVID-19 seperti lanjut usia (lansia), orang yang memiliki komorbid dan anak yang belum bisa mendapatkan vaksinasi COVID-19
"Bagi masyarakat yang masuk kategori rentan lansia atau memiliki penyakit komorbid maka saya tetap menyarankan untuk memakai masker saat beraktivitas," katanya.
"Juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek maka tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas," Jokowi menambahkan.
Kebijakan lepas masker itu tak lepas dari situasi dan kondisi penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia yang dinilai telah terkendali.
Selain Indonesia, sejumlah negara telah lebih dulu memperbolehkan warganya melepas masker meski pandemi belum dinyatakan usai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Beberapa negara telah menerapkan kebijakan tersebut bahkan sejak Februari 2022.
Denmark adalah negara Eropa pertama yang mencabut aturan pembatasan COVID-19, termasuk aturan wajib masker. Aturan memakai masker tak lagi wajib di negara tersebut sejak 1 Februari 2022.
Pada bulan yang sama, pemerintah Spanyol juga mencabut aturan wajib mengenakan masker pada masyakarat di negara tersebut. Sejak 10 Februari 2022, warga Spanyol tak perlu lagi wajib memakai masker.
Selanjutnya, Italia juga memperbolehkan warganya melepas masker saat berada di ruangan terbuka terhitung mulai 11 Februari 2022. Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC memberi lampu hijau untuk 98 persen warganya tidak lagi wajib menggunakan masker di dalam ruangan setelah sebelumnya--pada Februari 2022--mengatakan 72 persen warga dari 70 persen wilayah boleh melepas masker.
Uni Emirat Arab juga ikut menghapus aturan memakai masker di ruang terbuka pada akhir Februari 2022. Aturan tersebut khususnya ditujukan bagi sektor pariwisata dan ekonomi. Namun, seperti di Indonesia, penggunaan masker di ruang tertutup masih wajib dilakukan.
Menyusul Denmark, Spanyol, AS, dan UEA, ada Singapura yang yang memperbolehkan masyarakat melepas masker di luar ruangan sejak 1 Maret 2022. Satu bulan kemudian, Hong Kong mengizinkan masyarakat yang hendak berolahraga di ruang terbuka tanpa mengenakan masker sejak 1 April 2022.
Tak berselang jauh dari Indonesia, Korea Selatan mencabut aturan penggunaan masker di ruang terbuka pada awal Mei 2022. Pemerintah Korea Selatan mengatakan kebijakan tersebut diambil sebagai langkah hidup berdampingan dengan COVID-19.
Lepas Masker, Transisi dari Pandemi ke Endemi
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa masyarakat boleh lepas masker di luar ruangan merupakan salah satu bagian dari program transisi ke endemi. Program tersebut pemerintah siapkan secara bertahap.
Menurut Budi, salah satu hal penting untuk melakukan transisi dari pandemi COVID-19 ke endemi --- selain data-data saintifik --- adalah pemahaman masyarakat bahwa tanggung jawab ada di diri masing-masing.
"Sekuat apapun negara buat mengatur masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, tetap yang paling baik adalah kesadaran di masing-masing individu itu sendiri," kata Menkes dalam konferensi pers virtual Pelonggaran Kewajiban Pemakaian Masker dan Aturan Perjalanan Dalam dan Luar Negeri pada Selasa malam, 17 Mei 2022.
"Dari semua pandemi dalam sejarah kehidupan manusia, transisi terjadi apabila masyarakat sudah menyadari bagaimana caranya melakukan protokol hidup yang sehat di dirinya dan keluarganya masing-masing," Menkes menambahkan.
Sehingga, lanjut Budi Gunadi Sadikin, apa yang sudah dilakukan Jokowi adalah langkah transisi menjadi pandemi COVID-19 ke endemi.
Di kesempatan yang sama Budi mengatakan bahwa kenaikan kasus COVID-19 disebabkan karena adanya varian baru. Bila di negara-negara lain kehadiran BA.2 sebabkan lonjakan kasus, tidak begitu dengan di Indonesia.
"Kita sudah melihat penyebab utama lonjakan kasus COVID adalah karena adanya varian baru. Ini jauh lebih menentukan ketimbang acara besar. Apa yang terjadi di beberapa negara, AS dan Jepang, dan juga Taiwan dan China, karena ada varian baru Omicron BA.2," ujarnya.
"Indonesia dan India, BA.2 sudah dominan tetapi berbeda dengan negara lain seperti China, kita tidak mengamati adanya kenaikan kasus yang tinggi dengan adanya varian baru. Indonesia dan India imunitas dari masyarakat terhadap varian baru sudah relatif baik," ujar Budi Gunadi Sadikin menekankan.
Dalam konferensi pers itu juga Budi menerangkan bahwa pelonggaran penggunaan masker ini dilakukan salah satunya melihat faktor antibodi masyarakat Indonesia terhadap virus COVID-19 tinggi.
Berdasarkan hasil Sero Survei pada Desember 2021, antibodi adalah 93 persen. Lalu, pada Maret 2022 dilakukan pengecekan pada orang yang sama. Ternyata antibodi terhadap SARS-CoV-2 lebih tinggi yakni 99,6 persen. Tingginya antibodi dan tier antibodi karena perpaduan antara sudah divaksin dan terkena COVID-19.
"Banyak yang sudah divaksinasi lalu kena Omicron. Hasil riset, kombinasi antara vaksinasi ditambah infeksi membuat superimunitas atau kadar antibodi yang tinggi dan bertahan lama," kata Budi.
Selain antibodi, kadar antibodi atau titer sebelum Lebaran lebih tinggi dibandingkan pada Desember.
"Data menarik lainnya, bukan hanya jumlah masyarakat yang punya antibodi tapi juga titer antibodi lebih tinggi pada Maret. Bila pada Desember sekitar 500-600, pada Maret kadar antibodi ke 7-8 ribu," jelasnya.
Advertisement
Ragam Tanggapan Ahli
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban menyatakan setuju dengan kebijakan boleh melepas masker di ruang terbuka dengan sedikit orang.
"Setuju saja dengan kebijakan lepas masker, dan tidak perlu mendramatisasi hal ini," cuit pria karib disapa Prof Beri itu di Twitter, dikutip Rabu (18/5/2022).
Dia menambahkan, hanya karena mandat dicabut, bukan berarti harus berhenti pakai masker.
"Saatnya masing-masing kita punya kesadaran tentang pola hidup sehat, termasuk pakai masker yang efektif cegah virus menular."
Meski begitu, Prof. Beri memberi catatan bahwa kebijakan itu idealnya dilakukan bulan depan dengan lebih dulu melihat dampak mudik Lebaran 2022.
"Idealnya sih kebijakan (lepas masker) ini dilakukan bulan depan dengan melihat dulu bagaimana dampak dari mudik. Dan, saya harap, pelacakan kontak dan tes tetap dilakukan. Tidak jadi kendor."
Bukan hanya Prof Beri, ahli epidemiologi Pandu Riono juga menyatakan pendapatnya terkait kebijakan pelonggaran penggunaan masker. Melalui akun Twitter pribadinya, Pandu mencuit, ia optimistis Indonesia akan segera menuju fase endemi. Namun, Pandu tetap menganjurkan masyarakat untuk tetap memakai masker.
"Saya optimistis tidak lama lagi Indonesia akan memasuki fase endemik. Walaupun Presiden Jokowi sudah mengizinkan lepas masker di tempat terbuka, sebaiknya anjuran pakai masker selama beraktivitas di mana pun tidak boleh kendor," tulis Pandu.
Anjuran tetap pakai masker disampaikan Pandu dengan alasan penularan masih terjadi dan virus masih memiliki potensi untuk bermutasi.
"Penularan masih terjadi, virus masih potensial bermutasi. Ingat pesan ibu, pencegahan dengan pakai masker itu lebih baik."
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI), Eko Sakapurnama mengatakan kebijakan terbaru tersebut harus dijalankan secara hati-hati. Sebab, belum ada satu negara pun yang mendeklarasikan diri bebas dari pandemi COVID-19, termasuk Indonesia.
"Ini sebenarnya harus hati-hati, ya karena pandemi belum berakhir sepenuhnya," kata Eko saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (18/5/2022).
Senada dengan Prof Beri, Eko berpendapat, kebijakan pelonggaran aturan bermasker seharusnya bisa menunggu fluktuasi kasus COVID-19 usai momen mudik Lebaran Idul Fitri 2022. Sementara untuk mendapatkan hitungan kasus terbaru dampak mudik Lebaran membutuhkan masa inkubasi virus selama dua pekan.
"Kita perlu lihat dampak mudik Lebaran yang mungkin akan muncul di akhir Mei nanti, karena ada masa waktu inkubasi, ada waktu jedanya," jelas Eko.
Dalam aspek kebijakan publik, kata Eko, harus ada kajian tentang bagaimana komunikasi publik atau penyampaian informasi kepada masyarakat. Sebab tingkat literasi masyarakat Indonesia bervariasi, sehingga dikhawatirkan pemahaman yang tidak seragam membuat aturannya sulit diawasi.
"Kita bersyukur angka kasus harian menurun, tapi jangan sampai dengan kebijakan baru ini bisa meledak lagi. Pak Menkes juga sudah menyampaikan lihat sampai akhir Mei apakah ada kenaikan kasus atau tidak pascamudik untuk daily kasusnya," tutur Eko.
"Jadi secara pribadi, saya menyayangkan juga kebijakan yang dirilis Pak Jokowi kemarin," kata Eko memungkasi.
Jangan Euforia
Ahli epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan masyarakat tidak perlu euforia dengan kebijakan terbaru boleh melepas masker di ruang terbuka. Seperti Eko, Dicky juga sependapat kondisi saat ini belum aman.
Maka dalam melakukan transisi ke endemi COVID-19 harus bertahap mengingat kondisi saat ini masih pandemi. Pelonggaran pembebasan penggunaan masker di ruang terbuka harus dilakukan secara terukur.
"Harus diingat kondisi kita belum cukup aman dalam melakukan pelonggaran dalam hal pembebasan masker. Jadi, harus benar-benar dikendalikan secara terukur," kata Dicky kepada Health-Liputan6.com.
Terkait kebijakan yang sudah pemerintah umumkan boleh lepas masker di ruang terbuka, Dicky mengingatkan pemerintah memberikan edukasi ke masyarakat dalam situasi apa boleh buka masker dan tidak. Hal ini mengingat tidak setiap kondisi ruangan terbuka berarti aman dari penularan COVID-19.
"Harus memberikan informasi memadai pada publik sehingga publik bisa menilai sendiri, ini dalam situasi aman enggak? Atau saya harus pakai masker enggak? Hal-hal ini harus disampaikan Menteri, Dirjen dan Kepala Dinas Kesehatan. Harus beri penjelasan ke masyarakat," kata Dicky.
Lebih lanjut, peneliti dari Griffith University Australia ini menerangkan bahwa bila ada embusan angin dirasakan di area dagu saat berada di ruangan terbuka itu baru relatif aman dari penularan penyakit COVID-19.
"Outdoor itu tidak menjamin aman. Jadi, kalau outdoor dengan kondisi angin kurang itu berbahaya. Jadi, tidak serta merta outdoor boleh tidak memakai masker," kata Dicky.
Menurut Dicky, Juni 2022 adalah waktu yang sebenarnya lebih baik daripada saat ini dalam melonggarkan aturan penggunaan masker. Di Juni sudah melihat dampak ada atau tidaknya kenaikan kasus akibat arus mudik dan balik Lebaran 2022. Serta, pada pertengahan tahun pun cakupan vaksinasi booster sudah makin banyak.
"Secara umum, pelonggaran dalam hal pelepasan masker di tempat umum relatif aman dilakukan bila cakupan vaksinasi booster pada kelompok umum sudah 50 persen dan 80 persen pada target orang lanjut usia. Hal itu perlu dipertimbangkan untuk pelonggaran kaitan masker ini dalam situasi yang lebih aman atau relatif lebih kecil risikonya,"kata Dicky.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mangapresiasi kebijakan pemerintah terkait pelonggaran penggunaan masker di tengah masyarakat. Menurutnya, pelonggaran tersebut telah sesuai dengan perkembangan transisi menuju endemi COVID-19.
Meski demikian, senada dengan Dicky Budiman, Puan berharap kebijakan pelonggaran masker tidak ditanggapi dengan euforia berlebihan sehingga abai terhadap protokol kesehatan lainnya.
"Tidak euforia berlebihan, protokol kesehatan lain seperti mencuci tangan dengan sabun tidak hanya mencegah COVID-19 saja, tapi juga penyakit lain," ujar dia, Selasa (17/5/2022).
Puan justru menyarankan masyarakat menjadikan protokol kesehatan sebagai patokan dalam beraktivitas.
"Masker yang kita pakai akan mencegah berbagai macam penyakit yang ditularkan lewat udara. Protokol kesehatan melindungi diri dan keluarga. Jangan terlalu euforia karena pelonggaran penggunaan masker ini," kata Puan.
"Kalau bisa budayakan kebiasaan memakai masker seperti budaya higienis masyarakat Jepang sebagai proteksi diri dan lingkungan sekitar," lanjut Puan Maharani.
Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Ahmad Muzani menilai, kebijakan terbaru pemerintah itu akan memberikan dampak positif terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional. Fraksi Gerindra mengapresiasi keputusan presiden tersebut dengan tetap mengawal proses pelaksanaan kebijakan ini di lapangan.
"Dengan adanya keputusan pemerintah melonggarkan penggunaan masker di ruang terbuka, maka masyarakat akan terlepas dari rasa jenuh dan kebosanannya selama ini yang diwajibkan menggunakan masker pada kondisi dan area apapun," kata Muzani dalam keterangan, Rabu (18/5/2022).
"Fraksi Gerindra mengapresiasi langkah pemerintah, tapi tentu kebijakan ini harus tetap dalam pengawalan berkala dari pemerintah. Jangan sampai masyarakat, pemerintah lengah dan menimbulkan hal-hal yang kita tidak inginkan," imbuh Muzani.
Menurut Muzani, keputusan pelonggaran penggunaan masker ini menandakan bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan langkah menuju fase endemi. Meski begitu, menurut Muzani perlu ada kajian lebih lanjut tentang kemunginan-kemungkinan lainnya.
"Suasana dan kemungkinan menuju fase endemi tidak hanya dihadapi Indonesia, tapi juga negara-negara di Eropa. Namun saat ini di China penyebaran COVID-19 masih terdeteksi bahkan meningkat. Artinya jangan tergesa-gesa untuk menetapkan saat ini kita telah masuk ke fase endemi, perlu ada kajian, penelitian, dan pemahaman global tentang identifikasi dari endemi itu sendiri," tutup Muzani.
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay turut mengapresiasi kebijakan pelonggaran pemakaian masker yang ditetapkan oleh pemerintah. Anggota Komisi IX itu menyebut, pelonggaran tentu dilakukan sudah melalui evaluasi menyeluruh dan berdasar data.
“Saya yakin, kebijakan ini sudah melalui evaluasi dan pertimbangan yang matang. Selain penyebaran virus Corona yang sudah turun, pelaksanaan imunisasi yang sudah hampir merampungkan tahap I dan II menjadi pertimbangan. Apalagi didukung oleh penggalakan vaksin booster yang semakin hari semakin tinggi di tengah masyarakat,” ujarnya.
Meski demikian, Saleh mengingatkan agar pelonggaran tidak membuat masyarakat abai menjaga kesehatan dan protokol yang masih harus diterapkan
“Pelonggaran ini diharapkan tidak membuat masyarakat menjadi lengah. Protokol kesehatan standar harus tetap dipatuhi. Di tempat-tempat keramaian harus tetap memakai masker. Menjaga jarak dan menghindari kerumunan harus tetap dilaksanakan,” kata dia.
“Begitu juga cuci tangan, itu harus menjadi kebiasaan. Sebab, kebersihan anggota tubuh menjadi sangat penting baik di masa pandemi ataupun di masa normal. Kebersihan adalah kunci utama kesehatan. Itu berlaku universal. Karena itu, kebersihan harus tetap dijaga dan digalakkan,” sambunnya.
Selain itu, Saleh menyatakan pelonggaran tahap awal ini dapat menjadi gerbang dimulainya transisi pandemi ke endemi.
“Kebijakan terbaru ini dapat membuka pintu untuk mengalihkan kita ke fase endemi. Fase endemi ini tentu bisa dilalui bersama jika ada kesadaran untuk saling menjaga dan saling mengingatkan. Saling menjaga kesehatan, saling mengingatkan agar semua bisa sehat,” pungkasnya.
Advertisement
Tanggapan Masyarakat
Pelonggaran protokol kesehatan COVID-19 boleh lepas masker di ruang terbuka disambut beragam reaksi masyarakat.
Ada sebagian masyarakat yang merasa sudah terbiasa memakai masker jadi bakal tetap memakainya meski berada di luar ruangan. Namun, ada juga yang menyambut gembira karena ini pertanda pandemi COVID-19 bakal usai.
Gusti (36) masuk kelompok yang masih belum merasa aman jika melepas masker. Ia juga merasa bahwa kebijakan ini tergesa-gesa mengingat kita baru saja ada mobilitas besar kala libur Lebaran.
"Ya memang kasus kita trennya turun, tapi kayaknya terlalu tergesa-gesa deh. Minimal sebulan dulu sesudah Lebaran biar tahu kasus COVID-19 gimana," kata dia lewat pesan suara ke Health-Liputan6.com.
Mengenai boleh lepas masker saat di ruang terbuka, Gusti memilih tetap memakainya.
"Enggak tetap pakai masker sampai betul-betul yakin. Kalau sekarang sih belum yakin aman kalau lepas masker meski outdoor," katanya.
Senada dengan Gusti, Anas (33) dalam beberapa waktu ke depan masih memakai masker meski di luar ruangan. Baginya, memakai masker sudah kebiasaan selain itu membantunya juga untuk tidak ribet berdandan.
"Selain belum yakin, aku pakai masker itu juga menghemat waktu dandan sih. Jadi, enggak perlu dandan atau pakai lipstik. Langsung pakai masker aja," kata wanita asal Solo ini.
Sementara itu, Yesi (25) menyambut baik pelonggaran penggunaan masker ini. Bagi dirinya yang gemar olahraga, rasanya lebih lega bila berolahraga tanpa masker.
"Aku sering joging pagi kan di taman dekat rumah, kalau sudah boleh lepas masker ya nyaman juga ya, lebih lega menghirup udara," katanya antusias.
Jika Tak Yakin Lepas Masker, ....
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Mohammad Syahril menekankan, keputusan melonggarkan penggunaan masker yang diumumkan Jokowi sudah melalui pertimbangan matang. Apabila tidak yakin lepas masker, tidak ada pula larangan pakai masker.
"Saya kira apa yang diputuskan Presiden sudah melalui kajian luar biasa. Meski begitu, kita tetap harus waspada. Masing-masing ketentuan (diperbolehkan lepas masker) harus kita ikuti juga," terang Syahril menjawab pertanyaan Health Liputan6.com usai Press Conference: Update Perkembangan Kasus Hepatitis Akut di Indonesia di Gedung Kemenkes Jakarta pada Rabu, 18 Mei 2022.
"Kalau kita tidak yakin dengan itu (melepas masker), tidak ada larangan pakai masker kan ya."
Secara umum, Syahril menerangkan, penularan COVID-19 dapat melalui percikan (droplet), sehingga dibutuhkan jaga jarak pada rentang 1 sampai 2 meter. Pada kondisi di luar ruang dengan jumlah orang yang sedikit dan jarak saling berjauh-jauhan, tidak masalah melepas masker.
"Penularan (COVID-19) pada jarak dekat, makanya kita jaga jarak antara 1 sampai 2 meter. Kemudian kalau kita bertemu dengan orang yang (jaraknya) jauh-jauhan, ya boleh dong lepas masker dengan adanya pelonggaran (masker) ini," imbuhnya.
Sebagaimana pelonggaran penggunaan masker yang disampaikan Jokowi, Mohammad Syahril menyampaikan, apabila berada di ruang tertutup, masker tetap wajib dipakai. Jika berada di ruang terbuka dengan jumlah orang sedikit, maka masyarakat diperbolehkan melepas masker.
"Di ruang tertutup, maka tetap wajib pakai masker. Saat ini, dengan kebijakan seperti itu (pelonggaran masker), masyarakat jadi lebih longgar pakai masker," ujarnya.
"Tetapi di sisi lain, dengan disiplin masker bagus juga lho. Yang perlu disampaikan, kebiasaan ini menjadi bagian dari kehidupan kita. Jadi, masker melindungi kita dan orang-orang sekitar."
Advertisement