Punya Banyak Bahan Baku, Ini Tantangan Mengembangkan Farmasi Hijau di Indonesia

Green Pharmacy jadi salah satu pembahasan dalam forum diskusi T20 Indonesia Summit di Nusa Dua, Bali.

oleh Diviya Agatha diperbarui 06 Sep 2022, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2022, 17:00 WIB
Indonesia kini memegang kepemimpinan Think 20 (T20) menggantikan Italia pada 2022, seiring perpindahan Presidensi G20.
Indonesia kini memegang kepemimpinan Think 20 (T20) menggantikan Italia pada 2022, seiring perpindahan Presidensi G20.

Liputan6.com, Jakarta - Lead Co-Chair of Task Force 6 T20 Indonesia, Prof Hasbullah Thabrany mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki banyak tantangan dalam mengembangkan konsep farmasi hijau atau green pharmacy.

Pembahasan ini menjadi salah satu yang disorot dalam forum diskusi T20 Indonesia Summit yang berlangsung di Nusa Dua, Bali pada 5 s.d 6 September 2022.

Menurut Hasbullah, Indonesia perlu mengamati lebih banyak potensi dari berbagai tanaman yang bisa digunakan sebagai obat-obatan. Namun, salah satu hal yang menjadi tantangan adalah kurangnya penelitian berbasis bukti terkait pengobatan tersebut.

"Kita punya banyak tantangan. Pertama, penelitian berbasis bukti perlu untuk ditunjukkan, dan saya pikir India memberikan pelajaran yang baik dengan banyak penelitian. Indonesia juga dibawah Texas melakukan banyak penelitian untuk mengamati lebih banyak potensi keanekaragaman tanaman kita," kata Hasbullah dalam forum diskusi T20: Green Pharmacy’s Role in Supporting Global Health Architecture, Selasa, 6 September 2022.

"Kita punya banyak potensi. Tapi bagaimana kita membuktikan kalau farmasi hijau atau fitofarmaka, atau obat-obatan apapun yang kita kembangkan dari tanaman, harus dikembangkan dan dibuktikan berdasarkan penelitian," Hasbullah menambahkan.

Hasbullah mengungkapkan bahwa pada zaman dulu, Malaria juga pernah diobati dengan tanaman yakni Kina. Sehingga penting untuk melakukan eksplorasi terhadap tanaman lainnya yang ada di Indonesia.

"Dalam kasus ini, saya rasa T20 harus merekomendasikan pada G20 untuk menyediakan ruang bagi penelitian ini, untuk menyediakan dana pada institusi publik maupun privat. Ini akan bermanfaat di masa depan. Kita mungkin tak akan melihatnya sekarang," kata Hasbullah.


Didukung oleh Komunikasi yang Efektif

Ilustrasi Obat Herbal
Ilustrasi obat herbal | Via: istimewa

Lebih lanjut Hasbullah mengungkapkan bahwa setelah penelitian dilakukan, langkah selanjutnya adalah bagaimana mengomunikasikan hasil temuan tersebut secara efektif.

"Orang-orang perlu percaya bahwa tanaman ini dapat memberikan manfaat kesehatan yang baik. Itu bagaimana kita mengomunikasikannya, ini menjadi tantangan kita. Semoga kita bisa merekomendasikannya pada para pemimpin G20," ujar Hasbullah.

T20 sendiri merupakan salah satu forum diskusi yang menjadi bagian dari G20. Dalam kesempatan tersebut, para ahli memiliki ruang untuk berdiskusi dan merekomendasikan berbagai solusi terkait isu yang dibahas.

Mengutip laman Summit T20 Indonesia, obat-obatan herbal yang disebut sebagai farmasi hijau dan fitoterapi semakin menjadi fokus penelitian dan industri di dunia, termasuk untuk negara-negara G20 seperti Indonesia, India, Eropa dan Cina.

Saat ini, data seputar fitoterapi juga telah tersedia dan telah berkembang di negara-negara seperti India, Cina, Jerman sebagai bagian dari ekosistem obat yang lebih luas yang diakui secara hukum oleh pemerintah.


Masuk Kategori Obat Tradisional

Dapat Dijadikan sebagai Obat Tradisional
Ilustrasi ulat sutera/credit: pixabay.com

Pada beberapa negara, lisensi produk fitoterapi dianggap cukup untuk masuk kategori obat. Pada negara lainnya, fitoterapi juga dipandang sebagai pengobatan tradisional.

Itulah mengapa Indonesia dianggap memiliki peluang untuk mengembangkan pengobatan satu ini. Indonesia dikenal luas sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil, yang terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut.

15,3 persen dari 5.131.100 keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh dunia ada di Indonesia. Ada sekitar 30.000 spesies tumbuhan dan 7.500 di antaranya tergolong tumbuhan obat. Jumlah tersebut merupakan 10 persen dari total jenis tanaman obat di dunia.

Jika dikelola dengan baik, Indonesia sangat berpeluang menjadi pemain utama dalam green pharmacy dengan produk jamu.


Ahli yang Turut Hadir dalam T20 Green Pharmacy

KTT T20 tengah digelar di Nusa Dua, Bali pada 4-6 September 2022 guna memberikan rekomendasi untuk Leaders Summit pada November mendatang. (Liputan6.com/Benedikta Miranti)
KTT T20 tengah digelar di Nusa Dua, Bali pada 4-6 September 2022 guna memberikan rekomendasi untuk Leaders Summit pada November mendatang. (Liputan6.com/Benedikta Miranti)

Dalam kesempatan diskusi terkait farmasi hijau dalam T20, terdapat sederet ahli yang diundang untuk memberikan rekomendasi. Selain Hasbullah, masih ada beberapa panelis lainnya yang ikut menyampaikan pendapat.

Lalu siapa sajakah itu? Berikut diantaranya.

  1. Lucia Rizka Andalusia, Director-General of Pharmacy and Medical Services, Ministry of Health, Republic of Indonesia
  2. Raymond R Tjandrawinata, Biomolecular Pharmacology Expert
  3. Roy Himawan, Planning and Information Coordinator for Pharma and Medical Device, Kementerian Kesehatan RI
  4. Vaidya Rajesh Kotecha, Secretary, Ministry of Ayush, Government of India
  5. Odo R.M Manuhutu, Deputy Coordinating Minister for Tourism and Creative Economy, Coordinating Ministry for Maritime and Investment Affairs, Republic of Indonesia
  6. Ignatius Warsito, Director General, Chemical, Pharmaceutical and Textile Industry, Ministry of Industry of Indonesia
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya