Liputan6.com, Jakarta - Perayaan Halloween identik dengan nuansa horor, suasana ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang memadati Itaewon pada Sabtu malam, 29 Oktober.
Alih-alih gembira karena berpesta sambil mengenakan kostum unik, mereka malah dihadapkan dengan tragedi kematian ratusan orang akibat desak-desakan.
Baca Juga
Masyarakat yang kebanyakan muda-mudi mengunjungi salah satu daerah wisata malam populer di Korea Selatan tersebut untuk memeriahkan Halloween. Namun, banyaknya pengunjung memadati gang sempit sehingga banyak yang terhimpit, terinjak, dan kehabisan napas.
Advertisement
Kejadian ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak salah satunya dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Vito Damay. Menurutnya, desak-desakan dalam kerumunan memang berbahaya.
“Bahayanya desak-desakkan dalam kerumunan, ada yang pernah dengar tentang compression asphyxia? Ketika seseorang desak-desakkan, kiri, kanan, depan, belakang ada orang, napas jadi kurang lega,” ujar Vito dalam video singkat yang dibagikan kepada Health Liputan6.com belum lama ini.
Ia menambahkan, ketika terjadi kerumunan yang tidak terkendali, dada orang dapat terhimpit sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Akibatnya, oksigen terganggu dan tubuh mengalami kekurangan oksigen.
“Diperparah lagi dengan situasi yang tidak terkendali, ketegangan muncul, adrenalin muncul, karbon dioksida lebih banyak, sehingga akhirnya pembuluh darah menjadi kuncup.”
Jika sudah demikian, maka oksigen tidak bisa terhantar dengan baik karena fungsi jantung sebagai pompa pembuluh darah dan sebagai penghantar oksigen juga kekurangan oksigen.
Cara Menolongnya?
Hal tersebut adalah yang menyebabkan henti jantung, lanjut Vito. Henti jantung karena hipoksia atau kekurangan oksigen dalam sel-sel otot jantung ini menyebabkan detak jantung menjadi semakin lambat atau bahkan henti jantung tanpa detak jantung.
Dalam video amatir yang beredar, seorang pria tampak meminta pertolongan siapa pun yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan atau setidaknya bisa melakukan cardio-pulmonary resuscitation (CPR) untuk menolong para korban.
Seperti dilansir Koreaboo, dalam unggahan video terdengar pria tersebut dalam bahasa Korea meminta kesediaan warga membantu melakukan tindakan CPR. Dia pun mengulangi permintaannya dengan bahasa Inggris.
"Adakah di sini yang tahu caranya melakukan CPR? Yang sudah pernah mengikuti wajib militer dan belajar cara melakukan CPR, mohon bantuannya! Perawat wanita, mohon bantuannya!" kata pria itu.
Menurut Vito, pertolongan yang dapat dilakukan memang CPR. Tindakan yang juga disebut resusitasi jantung paru (RJP) dapat membantu meningkatkan angka ketahanan hidup (survival) hingga 40 persen.
“Dan bahkan jika dilakukan tanpa menggunakan bantuan napas buatan.”
Advertisement
154 Orang Tewas
Hingga 31 Oktober 2022, tragedi ini menewaskan sedikitnya 154 orang. Korban terdiri dari 98 wanita dan 56 pria.
Menurut data dari Pusat Penanggulangan Bencana dan Keselamatan Korea Selatan, korban luka berjumlah 132 orang,
Pada 24 jam sebelumnya, sudah ada tanda peringatan bahwa perayaan itu menarik terlalu banyak orang sehingga dianggap berbahaya. Jumat malam, seorang saksi melihat kerumunan orang memadati jalanan di mana festival Halloween akan berlangsung, menurut situs International Business Times.
Sehari kemudian, tepatnya pada Sabtu malam, kerumunan itu datang lagi.
Pihak berwajib mengatakan tidak ada satu pun yang mengoordinasi acara yang menarik ribuan orang bersuka ria ke gang-gang sempit. Lokasi yang kemudian menjadi tempat begitu banyak anak muda, termasuk setidaknya 22 orang asing, meninggal dunia.
Kronologi
Tepat sebelum pukul 22.20 waktu Seoul, kekacauan terjadi sementara polisi berusaha untuk mengendalikan kerumunan, kata para saksi.
Orang-orang masuk ke sebuah gang yang sangat sempit dan landai, bahkan ketika itu sudah penuh sesak dari ujung ke ujung. Rekaman media sosial menunjukkan orang-orang berteriak dan menangis selagi mencoba menyelamatkan diri dari himpitan.
Ketika mereka yang berada di puncak gang jatuh, orang-orang di bawahnya terguling di atas yang lain, kata saksi.
"Kami tiba sekitar pukul 22.00 malam untuk pergi ke klub tetapi kemudian melihat orang-orang berjatuhan di jalan," kata Moon Ju-young, 21 tahun. "Beberapa berdarah, yang lain merintih kesakitan."
Seorang mahasiswa dari Prancis yang meminta untuk tidak diidentifikasi karena trauma peristiwa itu, mengatakan dia terjebak di kerumunan selama sekitar satu setengah jam.
"Saya ingin pergi ke tempat yang aman, tetapi itu tidak mungkin," katanya. "Saya didorong semua orang dan saya tidak bisa berbuat apa-apa."
Dia mengatakan berhasil keluar dari kerumunan dengan nyeri dada dan pergelangan kaki yang terluka.
Meskipun demikian, ia merasa kasihan pada mereka yang tidak selamat atau terluka lebih parah, serta petugas darurat yang mati-matian berusaha membebaskan orang-orang yang terjebak.
Advertisement