Liputan6.com, Jakarta Dalam 6 tahun terakhir atau 2016, tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan belum ada penyesuaian. Sementara itu, biaya operasional rumah sakit setiap tahun naik.
Padahal, inflasi terjadi setiap tahun, Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Regional (UMR) pun naik. Di sisi lain Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah berkali-kali naik. Begitu pula harga obat, alat kesehatan, serta biaya pendukung operasional rumah sakit lainnya juga terus meningkat.
Baca Juga
Melihat situasi ini, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengusulkan kenaikan tarif Indonesia case base Groups (INA CBG’s) rata-rata sebesar 30 persen.
Advertisement
Sejak April 2022 telah dilakukan proses perhitungan kenaikan tarif JKN (INA CBG’s dan Kapitasi), tapi sampai hari ini kenaikan tarif JKN (INA CBG’s dan Kapitasi) belum terjadi.
Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki kewenangan menghitung dan menetapkan kenaikan tarif JKN (INA CBG’s dan Kapitasi). Kenaikan pun dapat ditetapkan setelah mendapat masukan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan.
Dalam setiap tahapan proses perhitungan kenaikan tarif JKN khususnya tarif INA CBG’s, ARSSI berkonstribusi aktif memberikan data dan masukan.
Setelah hampir delapan bulan proses perhitungan tarif JKN, di akhir Desember 2022 proses teknis perhitungan pun selesai. Namun, sampai pada kesempatan final di tingkat Kemenkes, besaran kenaikan tarif INA CBG’s rata-rata sebesar hanya 9,5 persen padahal sudah 6 tahun tidak naik.
Masih Menuai Pro Kontra
Angka ini pun masih menuai pro kontra meski sudah masuk dalam proses perhitungan teknis dan sudah disepakati di tingkat Kemenkes.
Pada pembahasan tingkat harmonisasi bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), masih ada yang mempermasalahkan besaran persentase kenaikan (9,5 persen). Harmonisasi ini dilakukan pada Rabu, 27 Desember 2022.
Ketua Umum ARSSI, Iing Ichsan Hanafi sangat berharap tidak ada alasan ataupun upaya untuk menunda dan memperlambat revisi tarif JKN (INA CBG’s dan Kapitasi). Ia pun meminta kepada semua stakeholder JKN agar berperan dan berfungsi sesuai amanah regulasi.
“Di JKN isunya itu tarif, selain tarif isunya juga adalah regulator. Kadang-kadang badan pelaksana ikut mengatur juga terhadap aturan-aturannya,” kata Iing dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (30/12/2022).
“Seharusnya punya porsi masing-masing. Jadi Kemenkes itu regulatornya, BPJS mungkin pelaksana untuk jaminan kesehatan, tapi implementasinya masih kecampur-campur antara regulator dan implementator, jadi kami sebagai rumah sakit jadi serba salah,” tambahnya.
Advertisement
Diharapkan Segera Naik
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong kenaikan tarif JKN. Termasuk mengusulkan surat usulan kenaikan tarif JKN 30 persen yang dikirim ke Kemenkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), BPJS, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dan lain-lain.
“Kenapa harus tahun ini (naiknya)? Karena momennya tepat, BPJS sedang surplus, cukup besar dananya. Jadi ini kesempatan untuk penyesuaian tarif.”
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ARSSI Noor Arida Sofiana mengatakan bahwa kenaikan tarif JKN akan ditinjau dua tahun sekali dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan setiap wilayah.
“Tentunya peran ARSSI dan faskes lain diamanahkan untuk bisa bernegosiasi dengan badan penyelenggara kesehatan dalam hal ini BPJS Kesehatan. Namun, sejak 2016 tarif tidak naik,” kata Noor.
“Rumah sakit swasta yang selama ini sudah berkontribusi dan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan inginnya perhatian dari pemerintah karena ada kebutuhan operasional yang semakin meningkat setiap tahun,” tambahnya.
Dampak Keterlambatan Kenaikan Tarif
Noor menambahkan, jika keterlambatan kenaikan tarif ini tetap dibiarkan, maka dampaknya akan dirasakan masyarakat.
“Khususnya di dalam peningkatan mutu layanan. Jadi artinya, kita juga khawatir jika pelayanan tidak didukung oleh pembiayaan, ini akan berdampak pada penurunan mutu layanan.”
Sesuai regulasi, kenaikan tarif JKN seharusnya ditinjau dua tahun sekali. Kenaikan ini harus terjadi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan biaya operasional rumah sakit termasuk pajak dan alat kesehatan.
Keterlambatan kenaikan tarif dapat terjadi karena ada berbagai penyebab, salah satunya ketidaksamaan persepsi.
“Dalam hal ini kami harap stakeholder (BPJS Kesehatan) punya persepsi yang sama yaitu peningkatan mutu. Karena ada perbedaan pola pikir dari stakeholder ini, maka kenaikan tarif masih tertunda sampai saat ini.”
Ia pun berharap, di detik-detik terakhir 2022, kenaikan tarif JKN tersebut bisa ditandatangani oleh Menteri Kesehatan.
Advertisement