Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengingatkan masyarakat terutama anak, ibu hamil, dan ibu menyusui untuk memperbanyak asupan protein hewani. Hal ini demi mencegah stunting.
"Kemenko PMK ingin meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat bahwa konsumsi protein hewani ini merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi anak-anak, remaja, ibu hamil, dan ibu menyusui," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto mengutip Antara.
Baca Juga
Sebagai langkah meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya asupan protein hewani, Kemenko PMK pada 2023 bekerjasa sama dengan seluruh kementerian dan lembaga mengedukasi tentang pentingnya makan telur, daging, ikan, ayam hingga susu.
Advertisement
Agus Suprapto menambahkan jumlah konsumsi protein hewani dapat disesuaikan dengan kebutuhan harian.
"Sebagai contoh, untuk ibu hamil saat memasuki bulan pertama trimester dua membutuhkan sekitar 30-50 mg kalsium, dan untuk memenuhinya bisa didapatkan dari sebutir telur. Makin naik usia kehamilan tentu makin naik kebutuhannya, sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan," katanya.
Â
Orangtua Pastikan Gizi Anak Terpenuhi
Kemenko PMK pada tahun 2023 mengajak seluruh pihak untuk mengimplementasikan langkah-langkah peningkatan gizi keluarga, mulai dari meningkatkan pemahaman masyarakat hingga membiasakan anak untuk sarapan pagi sebelum berangkat sekolah.
"Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mengingatkan orangtua untuk memenuhi kebutuhan gizi anak secara seimbang dan lengkap mulai dari kandungan makronutrien, seperti karbohidrat, protein dan lemak, juga mikronutrien, seperti vitamin dan mineral serta air," katanya.
Peningkatan gizi keluarga, kata dia, diperlukan guna mendukung upaya pembangunan sumber daya manusia yang unggul berkualitas.
Advertisement
Tentang Stunting
Stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata. Hal ini akibat kekurangan gizi kronis atau dalam waktu yang panjang dan tidak sesuai dengan kebutuhan.
Stunting memengaruhi perkembangan otak. Penelitian ilmiah juga menunjukkan anak yang stunting memiliki tingkat intelegensia lebih rendah dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
Memang, angka stunting Indonesia menurun, dari 29 persen pada 2015. Lalu pada 2021, angka stunting sebesar 24,4 persen.
Adapun pada 2013, angka stunting nasional mencapai 37,2 persen. Namun, angka tersebut masih di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen. Persentase stunting Indonesia juga lebih tinggi dibanding sejumlah negara Asia Tenggara seperti Vietnam (23), Filipina (20), Malaysia (17), dan Thailand (16).
Pemerintah RI menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14 persen.