Liputan6.com, Jakarta - Campak atau sebagian orang menyebut gabakan pada 2022 mengalami peningkatan 32 kali lipat dibandingkan pada 2021.
Data pada 2022 menyebutkan ada 3.341 kasus campak, padahal di tahun sebelumnya ada 132 kasus suspek campak (melihat gejala awal belum dibuktikan lewat tes darah).
Baca Juga
"Peningkatan 32 kali lipat ini sangat mengejutkan," kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia, Anggraini Alam secara daring pada Kamis (19/1).
Advertisement
Bukan tanpa sebab IDAI menaruh perhatian besar pada peningkatan kasus campak. Hal ini lantaran penyakit akibat measles virus ini memiliki tingkat penularan tinggi sehingga rentan menyebabkan wabah.
"Jeleknya, penyebarannya cepat, kalau COVID-19 harus menunggu berkerumun, kalau campak enggak perlu pakai berkerumun sudah menyebar sendiri. Dan, penyakit yang paling potensial memicu wabah," kata wanita yang karib disapa Anggi.
Virus campak ditularkan terutama lewat udara (airborne). Seseorang pasien campak yang bernapas saja sudah mengeluarkan virus campak. Bila pasien campak batuk, virus makin jauh terlempar.
Lantas, apa saja gejala campak yang harus diwaspadai?
Anggi menekankan bahwa gejala campak sangat berbeda dengan dengue. Pada dengue ada demam dan merah-merah yang menonjol tapi sangat cepat hilang.
Sementara, lanjut Anggi, pada campak ruam merah hilang dalam tiga hingga empat hari.
Maka dari itu, orangtua perlu curiga bila anak mengalami demam disertai dengan ruam yang muncul secara berurutan. Anggi menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami campak bakal melewati tiga stadium, yakni:
Tiga Stadium Tanda Anak Kena Campak
1. Stadium prodromal : berlangsung 3-5 hari
Diawali dengan demam tinggi, lalu ada adanya 3 C yakni coryza, conjunctivitis, cough (masalah di saluran napas, mata merah, dan batuk). Lalu, muncul semacam titik-titik di area mulut yang disebut dengan Koplick's spots.
2. Stadium Erupsi dalam Hal Ini Muncul Ruam Khas
Mulai muncul ruam khas yang selalu munculnya dimulai dari belakang telinga lalu baru ke badan bagian belakang dan lengan atas baru ke arah perut turun ke tungkai bawah.
"Mulai ruam itu diantara rambut dan kulit. Paling mudah lihat di belakang telinga. Belum tahu in kenapa ruam yang muncul selalu teratur urutannya seperti itu," kata Anggi.
3. Stadium konvalesen
Semua gejala menghilang lalu ruam-ruam merah tadi menghitam lalu lama-lama menghilang.
Advertisement
Wajah Anak yang Kena Campak Seperti Marah.
Anggi menuturkan bahwa anak yang terkena campak kerap menunjukkan wajah seperti marah. Hal itu bisa dipahami lantaran saat terkena campak rasanya tak keruan.
"Rasanya enggak enak banget ya ada demam, pegal-pegal, sakit kepala. Belum lagi ada batuk, bisa juga muntah dan pilek kering," kata Anggi.
Anggi mengingatkan bila anak memperlihatkan gejala yang mengarah ke campak termasuk demam dan ruam, sebaiknya segera dibawa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain.
Selain dapat pengobatan juga bisa dilakukan upaya pengendalian agar tidak jadi wabah.
"Jadi, kalau ada demam dan ruam segera ke fasyankes. Nakes bisa memilah untuk bisa mengikuti rekomendasi dari IDAI. Lalu petugas bisa melaporkan. Ini penting supaya enggak jadi wabah," kata Anggi.
Jangan Anggap Enteng Campak
Banyak yang menganggap enteng campak, padahal penyakit ini bila menyerang orang yang belum divaksinasi bisa fatal.
"Ah dianggap biasa, ah dianggap sudah enggak ada lagi, sudah hilang. Ah ringan, ah menular hanya begitu saja, nanti juga sembuh. Padahal campak ini memicu komplikasi penyakit lainnya," kata Anggi.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang tidak divaksinasi adalah gangguan penderangan. Lalu ada satu dari 10 anak alami diare.
"Bisa sebabkan kecacatan akibat kebutaan, diare hebat," kata Anggi.
Beberapa dapat mengalami komplikasi berat berupa Pneumonia (satu dari 20 anak) yang merupakan penyebab kematian tersering pada campak, dan ensefalitis (satu dari 1000 anak) yang dapat berakhir dengan kematian.
Setiap 1000 anak yang menderita campak, satu atau dua di antaranya meninggal dunia seperti mengutip laman IDAI.
Advertisement