Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyarankan, sebaiknya penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dilakukan setelah uji coba selesai. Saat ini, uji coba KRIS di rumah sakit dengan pemenuhan 12 kriteria standar yang telah ditetapkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) terus diupayakan.
Evaluasi uji coba Kelas Rawat Inap Standar dipantau oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan DJSN. Diharapkan pula, hasil uji coba dapat memberikan sisi positif dan manfaat dalam peningkatan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Baca Juga
“Implementasi KRIS ini memang BPJS berpandangan, sebaiknya dilaksanakan setelah uji coba yang tentunya memberikan hasil yang baik gitu,” ucap Ghufron saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, ditulis Senin (13/2/2023).
Advertisement
Untuk pelaksanaan uji coba KRIS dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS memberikan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi ini bertujuan mendukung rumah sakit agar pelaksanaan KRIS dapat berjalan lancar.
“Dalam hal ini, BPJS Kesehatan memberikan masukan agar hasil uji coba sesuai kerangka analisis, yakni bisa meningkatkan kepuasan dan keselamatan pasien,” terang Ghufron.
“Kemudian rekomendasi soal persepsi pemangku kepentingan yang lebih baik, kesiapan rumah sakit yang lebih baik juga, dan bagaimana dampak terhadap iuran JKN serta terhadap dana jaminan sosial.”
Uji Coba KRIS Dipegang Kemenkes
Dari sisi uji coba pelaksanaan kelas rawat inap standar, Ali Ghufron Mukti menekankan, hal itu dipegang oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Proses pembahasan uji coba KRIS JKN juga terus diupayakan.
“Kalau kita lihat mengenai uji coba itu leading sektornya adalah Kementerian Kesehatan. Jadi sampai dengan saat ini proses pembahasannya adalah uji coba. Sekali lagi dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan untuk uji coba ini,” lanjutnya.
Berkaitan dengan hasil uji coba KRIS, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan, laporan survei uji coba Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan.
Hasil survei ini dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di 2.531 rumah sakit. Jumlah 2.531 rumah sakit yang mengisi survei uji coba implementasi KRIS BPJS Kesehatan ini belum mencakup semua rumah sakit.
Sebab, total rumah sakit nasional ada 3.122 rumah sakit, yang mana target pengisian survei menyasar 2.939 rumah sakit (setelah dikurangi RS Jiwa, RS D Pratama dan RS Darurat COVID-19).
"Ada 86 persen rumah sakit yang ditargetkan mengisi survei implementasi KRIS JKN ini dan dari jumlah tersebut, rumah sakit yang mengisi survei sekitar 2.531 atau 56 persen," papar Dante.
"Ini terdiri dari rumah sakit milik kementerian Kesehatan, RSUD, swasta, TNI Polri dan rumah sakit Polri. Dari 2.531 rumah sakit seluruhnya sudah memenuhi sebagian besar 6 sampai 9 kriteria KRIS dari 12 kriteria yang dipersyaratkan."
Advertisement
Hasil Uji Coba KRIS di 4 RS
Sementara itu, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) turut melaporkan hasil temuan atas penerapan uji coba lapangan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan di empat rumah sakit.
Rumah sakit yang dimaksud adalah RS Dr. Rivai Abdullah Sumatera Selatan, RSUP Surakarta, RS Tajuddin Chalid Makassar, dan RSUP dr. J. Leimena, Ambon.
Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman memaparkan, keempat RS di atas telah melakukan uji coba KRIS dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hasilnya, 98 persen dari 4 RS memenuhi kriteria KRIS.
“Terkait dengan temuan hasil uji coba KRIS pada rumah sakit lokus pertama. Secara umum, 98 persen kriteria KRIS JKN telah dipenuhi oleh empat rumah sakit uji coba.” paparnya.
“Di mana 3 dari 4 rumah sakit uji coba telah memenuhi 12 kriteria, yaitu Rumah Sakit Rivai Abdullah, Rumah Sakit Umum Pusat Surakarta, dan Rumah Sakit Umum Tajuddin Chalid Makassar.
Khusus hanya Rumah Sakit Umum Leimena di Ambon yang belum memenuhi satu dari 12 kriteria kelas rawat inap, yaitu partisi. Hasil uji coba lain juga menemukan, adanya penerapan KRIS tidak memengaruhi akses layanan peserta JKN.
“Kami sampaikan bahwa uji coba KRIS tidak mengurangi akses layanan terhadap peserta termasuk terhadap pendapatan di rumah sakit,” lanjutnya.