Liputan6.com, Jakarta - Orangtua masa kini kerap meniru pola pengasuhan anak atau gaya parenting yang diterapkan oleh orang barat. Tak sedikit yang memandang bahwa pola pengasuhan barat lebih superior ketimbang gaya parenting lainnya.
Menurut kreator konten pengasuhan anak Krista Endinda, tren parenting memang terus berevolusi dan tak lepas dari peran sosial media yang memberi pengaruh besar terhadap pola asuh. Sayangnya, pola asuh dari luar tidak serta merta dapat diterapkan seluruhnya di Indonesia.
Baca Juga
Hal ini melatarbelakangi perempuan yang karib disapa Dinda untuk meluncurkan buku berjudul “Induk Macan”. Buku ini dibuat untuk memberikan perspektif baru tentang parenting yang sejalan dengan budaya Indonesia.
Advertisement
Dinda terinspirasi dari pengamatannya terhadap tren yang terjadi pada pola pengasuhan anak di Indonesia. Mahasiswi S2 di Bank Street College, New York jurusan infant toddler development and family engagement ini ingin memberikan panduan bagi orangtua Indonesia. Terutama bagi yang ingin menggabungkan aspek terbaik dari dua pola asuh yakni timur dan barat.
Artinya, tetap menghargai tradisi budaya timur dalam membesarkan anak dan di satu sisi juga mengambil esensi penting dari gaya parenting barat.
“Saya ingin meluruskan persepsi yang akhir-akhir ini umum terjadi bahwa mengadopsi gaya parenting barat akan menjadikan kita sebagai orangtua yang lebih baik,” kata Dinda dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, dikutip Rabu (23/8/2023).
Orangtua Anggap Gaya Parenting Barat Lebih Superior Sehingga Dijadikan Patokan
Dinda mengajak para orangtua di Indonesia untuk mawas diri dan berpikir lebih jauh saat menentukan pola asuh. Pasalnya, gaya parenting dari luar pun perlu disaring agar cocok untuk diterapkan pada anak di Indonesia.
“Sebagai orangtua kita harus lebih mawas diri dan berpikir lebih jauh, karena umumnya di sini menganggap tren budaya barat lebih superior sehingga otomatis dijadikan patokan.”
“Padahal ikut-ikutan budaya barat tanpa menyaring dahulu berpotensi menimbulkan konflik pada diri kita yang berbudaya timur,” ucap Dinda.
Lewat “Induk Macan”, Dinda ingin mengajak orangtua Indonesia untuk membina hubungan harmonis dengan anak-anak sambil tetap berakar pada identitas budaya mereka.
Advertisement
Pesan Utama Induk Macan
Pesan utama dari buku ini adalah bagaimana orangtua Indonesia yang berbudaya timur tidak perlu melawan atau meninggalkan tradisi hanya karena paham baru di dunia parenting.
Beberapa contoh pola asuh barat yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia adalah:
- Memanggil orang yang lebih tua langsung dengan namanya, bukan ibu, bapak, kakak, dan sebagainya.
- Kebiasaan salam (salim) dengan mencium tangan orang yang lebih tua berlawanan dengan budaya barat.
“Hal ini karena orang timur sangat menjunjung tinggi hirarki sosial dan jika orangtua menanamkan anak dengan budaya barat yang jelas berlawanan, tentu akan terjadi clash, yang tentunya dibahas lebih jauh di buku “Induk Macan”.”
Orangtua Indonesia Sering Berjuang dengan Penafsiran Keliru
Lebih lanjut Dinda menyampaikan, kebutuhan akan “Induk Macan” jelas terlihat ketika orangtua Indonesia sering kali berjuang dengan penafsiran yang keliru tentang praktik gentle parenting yang mereka temui melalui media sosial.
Penafsiran yang keliru ini tanpa disadari dapat mengarah pada adopsi gaya parenting yang tidak sesuai dengan norma budaya.
Hal ini yang diperjuangkan Dinda dalam buku “Induk Macan” agar orangtua di Indonesia merasa lebih tenang dan tidak perlu khawatir melakukan kesalahan. “Induk Macan” memberikan pandangan parenting yang modern karena memperjuangkan perpaduan wawasan parenting global dan kebijaksanaan lokal.
“Sebagai pengingat bahwa merangkul identitas budaya timur tetap dapat meningkatkan kualitas pengasuhan, memupuk ketahanan budaya, dan memupuk ikatan yang kuat antara orangtua dan anak,” pungkas Dinda.
Advertisement