Liputan6.com, Jakarta - Sistem pendidikan dengan bekal ilmu pengetahuan di bidang herbal diperlukan agar dokter bisa meresepkan obat yang bersumber dari alam Indonesia yang disebut fitofarmaka. Hal tersebut dijelaskan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto dr Yeni Bahar M.Si (Herbal).
"Karena kita fitofarmaka, obatnya diresepkan dokter karena dokter punya background medis untuk diagnosis penyakit, jadi diharapkan background dokter mendiagnosis dapat memberikan obat sesuai dengan anamnesis, kondisi fisik dan penunjang lainnya," ujar Yeni dalam diskusi HUT PDPOTJI di Jakarta, Minggu, 10 Desember 2023.
Baca Juga
Fitofarmaka merupakan obat dengan campuran herbal yang diresepkan dan sudah teruji klinis keamanan dan khasiatnya. Selain itu, fitofarmaka juga sudah teruji di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan memiliki khasiat serta keamanan dan jaminan ketersediaan bahan baku.
Advertisement
Indonesia memiliki ratusan hektar tanaman herbal, kata Yeni, berpotensi meningkatkan fungsinya jika banyak fakultas kedokteran yang mempelajarinya sebagai kurikulum pendidikan.
Yeni mengatakan, semua tumbuhan bisa memiliki banyak zat aktif, diisolasi dengan penelitian dan dilakukan sintesisnya. Diketahui pula bahwa tanaman obat banyak digunakan berdampingan dengan obat konvensional, misalnya untuk pengobatan terapi kanker, jantung, dan stimulan.
Meski demikian, masih ada berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk menerapkan penggunaan obat herbal setara dengan obat konvensional mulai dari ketersediaan bahan baku obat dan biaya penelitian yang tinggi.
"Penelitian ke arah fitofarmaka bukan hanya dari perguruan tinggi tapi harus ada kerja sama dari farmasi lain. Penggunaan obat dengan bahan alma juga masih terbatas yang terstandar yang dikhawatirkan sumbernya beda-beda," jelasnya, dilansir Antara.
Minim Dokter yang Pelajari Ilmu Obat Herbal
Tantangan lain yang juga dihadapi yakni minimnya lulusan kedokteran yang mempelajari ilmu obat-obatan herbal. Upaya pemerintah dalam undang-undang percepatan penggunaan fitofarmaka ke masyarakat juga membuat fakultas atau program studi penting menerapkan kurikulum yang sesuai kompetensi.
Pasien atau dokter perlu memahami obat konvensional dapat memberi reaksi berlebih bagi tubuh, sehingga sebagian besar masyarakat masih banyak yang memilih obat-obat tradisional yang dinilai aman.
Advertisement
Peran Dokter
Di sinilah pernah dokter penting untuk mengingatkan dosis yang tepat dapam penggunaan obat herbal dan meresepkan fitofarmaka, yang bisa untuk pengobatan preventif guna menguatkan imunitas, kuratif maupun paliatif untuk bersifat mengobati.
"Tepat dosis diperlukan, jika berlebihan ada efek samping dari dosis yang tidak tepat. Karena anggapan pasien umumnya semakin banyak konsumsi semakin cepat sembuh," ujarnya.
Yeni berharap, dengan semakin banyak fakta kedokteran itu maka semakian banyak magister kedokteran herbal yang diadakan di universitas negeri dan swasta lainnya. Sehingga hal itu bisa memenuhi kebutuhan dari kompetensi dokter herbal atau jamu di Indonesia agar jamu bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.