Liputan6.com, Jakarta Perselingkuhan yang dilakukan orangtua atau salah satu diantara ayah atau ibu, nantinya bisa ditiru oleh anak saat tumbuh dewasa.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Family Issues 2015 ditemukan bahwa anak yang salah satu orangtuanya selingkuh, ada kemungkinan putra putrinya lakukan hal sama.
Baca Juga
Peneliti bertanya pada 294 mahasiswa di Amerika Serikat berusia rata-rata 22 tahun untuk mengetahui status pernikahan orangtua serta hubungan asmara ayah dan ibu. Ternyata, ada 33 persen partisipan yang menjawab bahwa ibu atau ayah mereka berselingkuh. Menurut survei tersebut, ayah yang lebih banyak yang tak setia.
Advertisement
Dari survei itu diketahui juga bahwa 30 persen partisipan berselingkuh dengan pasangan resminya seperti mengutip Business Insider, Kamis (4/1/2024).
Anak yang melihat orangtua memiliki hubungan renggang, kepuasan pernikahan yang rendah, serta kerap ada konflik juga cenderung melakukan perselingkuhan.
"Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa, seperti yang diperkirakan, pengalaman keluarga asal berhubungan dengan perilaku perselingkuhan pada partisipan," kata peneliti Dana A Weiser dan kawan-kawan dicuplik dari laman Sage Journal.
Dari survei ini belum diketahui pasti penyebab orangtua selingkuh anak cenderung melakukan hal yang sama. Bisa saja pengalaman keluarga membuat seorang anak cenderung lebih liberal dalam hubungan misalnya menerima bahwa hubungan seks tanpa cinta itu tidak jadi soal.
Faktor Genetik Punya Pengaruh
Terlepas dari studi ini, beberapa studi mengungkapkan faktor genetik punya peran terhadap kecenderungan seseorang selingkuh.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang selingkuh memiliki varian vasopresin tertentu, hormon yang dikaitkan dengan ketertarikan dan ikatan. Penelitian ini juga menunjukkan kemungkinan dari salah satu faktor genetik berkontribusi terhadap perselingkuhan.
Hal tersebut diaminin oleh psikolog Jovita Maria Ferliana. Secara genetik, orang yang memiliki kebiasaan selingkuh biasanya dalam pohon keluarganya juga terdapat sejarah perselingkuhan. Baik itu dilakukan oleh orang tua, paman bibinya, atau kakek neneknya.
"Jadi memang dapat dilihat secara genetik," kata Jovita beberapa waktu lalu.Â
Sedangkan jika dilihat dari faktor lingkungan, hal ini dapat dilihat dari lingkaran pergaulan mereka yang pada dasarnya banyak yang melakukan perselingkuhan. Sehingga mereka menganggap perselingkuhan sebagai hal yang wajar.Â
Advertisement
Faktor Kinerja Otak
Selain faktor genetik dan lingkungan, perselingkuhan juga dapat disebabkan oleh reaksi kimia dalam otak, yaitu dopamin.
Dopamin merangsang sistem motivasi dan kesenangan sehingga memicu mereka untuk mencari sensasi menyenangkan yang sama dari sebuah perselingkuhan.
"Orang-orang seperti ini biasanya disebut memiliki jiwa petualang, yang membuat mereka merasa ada yang perlu dipenuhi," ucap Jovita.