Liputan6.com, Jakarta - Walt Disney, seorang seniman yang lahir pada 1901 menanamkan imajinasi kepada anak-anak di seluruh dunia, telah meninggalkan warisan berharga. Mulai dari masa sekolah menengah, dia telah menciptakan komik iklan. Disney menciptakan karakter 'Mickey Mouse' dan 'Donald'.
Disney pada 1937 merilis film animasi panjang pertama di dunia 'Snow White and the Seven Dwarfs' atau 'Putri Salju dan 7 Kurcaci' yang merombak kerangka film kartun yang dianggap sepele menjadi kesuksesan global pada masanya.
Baca Juga
Jelang Laga Versus Jepang di GBK, Bintang Timnas Indonesia Thom Haye: Atmosfer Bermain di Kandang Itu Gila
Seduhan Daun yang Ampuh Turunkan Kolesterol, Resep Mudah dari Daun Salam hingga Jambu Biji
Cerita Mbah Bingah Pemungut Sampah di Gunung Merbabu Kembali Viral, Disebut Jadi Tamparan bagi Pendaki Gunung
Pada tahun 1966, Disney didiagnosis menderita kanker paru-paru. Saat itu, dia tengah memproduksi cerita anak-anak tentang seorang anak yang dibesarkan oleh serigala, The Jungle Book.
Advertisement
Meskipun menjalani operasi pengangkatan paru-paru, Walt Disney meninggal dunia pada 1966 di umur 65 tahun. Disney dikenal sebagai perokok berat, dan kemungkinan besar itulah yang menyebabkan kanker paru-parunya.
Menurut statistik pendataan kanker nasional di Korea Selatan, tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru-paru adalah 36,8 persen, merupakan yang terendah ketiga setelah kanker pankreas (15,2 persen) dan kanker saluran empedu (29,0 persen). Insidensinya menduduki peringkat kedua hingga ketiga, seperti dikutip dari situs Chosun pada Rabu, 7 Februari 2024.
Kanker paru-paru merupakan ancaman terbesar terhadap kehidupan warga Korea Selatan, karena insidensinya tinggi tapi tingkat kelangsungan hidup rendah. Namun, jika terdeteksi dini dan diobati secara agresif, tingkat kesembuhan dapat mencapai lebih dari 75 persen.
Menyoal Kanker Paru-Paru yang Pernah Menimpa Walt Disney
Profesor Song Seung Hwan dari Departemen Bedah Kardiovaskular dan Toraks di Rumah Sakit Universitas Hanyang, menyatakan,"Ketika gejala yang sering dikaitkan dengan kanker paru-paru, seperti batuk, darah dalam dahak, dan kesulitan bernapas muncul, seringkali penyakitnya sudah cukup parah, sulit untuk diobati, dan hasilnya tidak baik."
Lebih lanjut dia, menambahkan,"Orang yang merokok dalam jangka waktu lama, meskipun tidak ada gejala, harus menjalani pemeriksaan CT scan paru-paru dosis rendah secara teratur untuk mendeteksi kanker paru-paru secara dini."
Akhir-akhir ini, terdapat peningkatan jumlah kasus ketika CT scan paru menunjukkan bayangan paru-paru yang keruh, yang terlihat seperti ground glass, di Korea Selatan.
"Hasil operasi pada pasien yang memiliki bayangan gelap seperti ini yang diamati, seringkali menunjukkan kanker paru-paru tahap awal, dan ini adalah temuan yang konsisten," katanya.
"Dibandingkan dengan reseksi lobus paru-paru yang menghapus paru-paru secara luas, operasi kecil di sekitar bayangan ground glass dapat memiliki efek pengobatan yang sama, sehingga deteksi dini dan pengobatan sedini mungkin dapat menjaga kualitas hidup, dan tentu saja hidup itu sendiri," pungkasnya.
Advertisement
Bagaimana dengan Kasus Kanker Paru-Paru di Indonesia?
Pasien kanker paru di Indonesia ternyata sekitar 10 tahun lebih muda dibandingkan rata-rata negara lain.
Bila di luar negeri rata-rata di umur 60-an terkena kanker paru, di Indonesia banyak pasien kanker tersebut terdiagnosis di usia 50-an tahun, seperti disampaikan Ketua Kelompok Kerja Onkologi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Sita Laksmi Andarini.
"Menurut penelitian di mana-mana, dibandingkan data negara lain angka kanker paru di Indonesia lebih muda. Kalau di negara lain sekitar 63 - 68 tahun sementara di Indonesia 58-an tahun rerata kanker paru," kata Sita dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa waktu lalu.
Sita, mengatakan, ada dua faktor yang membuat pasien kanker paru di Indonesia terkena kanker paru di usia muda. Pertama, di Indonesia usia awal merokok lebih muda dibandingkan negara-negara lain. Seperti diketahui banyak usia anak atau remaja yang menjadi perokok.
Kedua, tingginya jumlah perokok membuat banyak anak cucu terkena pajanan rokok di usia muda.
"Banyak perokok itu laki-laki, yang membuat pajanan asap rokok pada anak cucu (anak-anak terpapar asap rokok sejak kecil). Sehingga membuat angka kanker paru di Indonesia lebih muda," kata dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) di Universitas Indonesia ini.
Penulis: Benedikta Desideria/13 Januari 2024.