[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 29 Februari 2024 Hari 'Penyakit Jarang' Sedunia

Hari Penyakit Jarang Diperingati pada 29 Februari Tahun Kabisat

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 03 Mar 2024, 10:30 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2024, 10:30 WIB
Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI (Dokumentasi Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta - Kita tahu bahwa hampir semua bulan dalam 1 tahun berisi 30 atau 31 hari, kecuali bulan Februari, jadi bulan ini sesuatu yang 'jarang'. Karena itulah minggu terakhir Februari diperingati sebagai 'World Rare Disease Week', dan hari terakhir Februari sebagai 'World Rare Disease Day'. Tahun ini menjadi lebih 'jarang' lagi karena tahun kabisat. Jadi, khusus untuk tahun-tahun kabisat, 'World Rare Disease Day' diperingati pada 29 Februari. Beberapa contoh penyakit jarang atau penyakit yang namanya tidak banyak dikenal masyarakat.

  • Sindrom Morquio
  • Sklerosis multipel
  • Penyakit Fabry
  • Asidosis tubulus renalis
  • Citrulinemia
  • Phenylketonuria (PKU)
  • Osteogenesis imperfecta

Diperkirakan ada lebih dari 300 juta orang di dunia yang terdampak 'penyakit jarang' atau 'rare diseases' ini, pasien dan keluarga kerabatnya, dari lebih 7 miilyar penduduk dunia. Diperkirakan ada sekitar 10.000 jenis 'penyakit jarang' atau 'rare diseases (RD)' ini yang mempunyai karakteristik sangat bervariasi pada gejala kliniknya dan diagnosis penyakit dari masing-masing penderita. Diagnosis membutuhkan waktu yang cukup lama sampai bertahun-tahun dan berganti-ganti dokter dan laboratorium.

Namun di era genomik sejak tahun 2005 dengan ditemukannya alat baru yang bisa mensekuens DNA atau gen manusia, beberapa penyakit RD bisa terdiagnosis sehingga penanganan, bahkan pengobatan serta pola penurunan bisa diketahui.

Tidak semua penyakit RD diturunkan, justru banyak dari mereka terjadi karena spontan (mutasi baru) yang masih belum bisa diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Dengan perhatian keluarga, orang tua yang penuh kasih sayang, ihlas dan semangat ternyata anak-anak menderita RD mendapatkan kwalitas hidup yang lebih baik.

Pasien Penyakit RD

Untuk negara kita, kesadaran ibu-ibu dengan anak menderita RD untuk mendirikan komunitas RD di Indonesia untuk saling bertukar pengalaman, merasakan kebersamaan dan advokasi ke pemerintah atau badan-badan sosial lainnya merupakan suatu usaha yang perlu dibantu, dihargai terutama dari para tenaga medis dan pemerintah.

Fasilitas diagnosis yang mahal dan obat-obat atau susu atau diet makanan yang harus diimport dari luar negeri semestinya diberikan kemudahan dan tidak dikenakan biaya pajak. Harapannya biaya dan fasilitas diagnosis RD akan segera dibantu pemerintah. Tidak semua penderita RD menjadi beban pemerintah, mereka juga bisa menjadi individu yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya