Praktik Bertani Tertentu Berdampak pada Perubahan Iklim, Contohnya Penggunaan Pupuk Kimia dan Pembakaran Lahan

Beberapa cara menanam bahan makanan dapat berpengaruh pada perubahan iklim.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Jun 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 17:00 WIB
Praktik Bertani Berdampak pada Perubahan Iklim, Contohnya Penggunaan Pupuk Kimia dan Pembakaran Lahan
Praktik Bertani Berdampak pada Perubahan Iklim, Contohnya Penggunaan Pupuk Kimia dan Pembakaran Lahan (dok: Petrokimia Gresik)

Liputan6.com, Jakarta - Makanan berkelanjutan adalah bahan pangan yang mudah didapat dan harganya terjangkau. Misalnya makanan yang diproduksi oleh petani lokal.

Mengonsumsi makanan berkelanjutan dapat memperlambat laju pemanasan global. Pasalnya, konsumsi makanan ini lebih minim menyebabkan limbah. Baik limbah kemasan maupun sampah makanan.

Meski begitu, praktik penanaman bahan pangan tetap perlu jadi perhatian. Misalnya saat menanam padi konvensional, petani kerap menggunakan pupuk dari bahan kimia dan pestisida, yang berpotensi merusak tanah. Pupuk kimia tersebut menyumbang jejak karbon.

Di samping itu, lahan pertanian padinya masih ada yang didapatkan dari pembukaan lahan dengan pembakaran hutan. Padahal, nasi dari beras masih menjadi sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi.

Maka dari itu, CEO dan Co-Founder Food Sustainesia, Jaqualine Wijaya lebih merekomendasikan konsumsi beras ramah lingkungan.

“Ada pilihan beras yang ramah lingkungan, yaitu beras organik, yang tidak menggunakan bahan kimia dalam penanamannya dan tidak menggunakan air yang tercemar,” kata Jaqualine mengutip keterangan pers, Sabtu (8/6/2024).

Untuk memastikan suatu bahan makanan memang diproduksi secara organik, carilah kemasan yang melekatkan label organik atau sustainable food. Itu berarti bahan pangan tersebut sudah mendapatkan sertifikasi organik.

“Atau kalau membeli protein hewani dari daging sapi, carilah yang berlabel grass-fed dan telur berlabel cage-free,” kata Jaqualine.

Harga Bahan Pangan Organik di Indonesia Masih Tinggi

Sayangnya, harga bahan pangan organik di Indonesia masih terbilang tinggi. Meski begitu, Jaqualine meyakini, seiring dengan meningkatnya permintaan dan ketersediaan bahan makanan organik di pasaran, perlahan-lahan harganya akan menyesuaikan. Artinya, jadi lebih terjangkau dan mudah diperoleh.

Kabar baiknya, tidak semua bahan makanan di rumah harus berlabel organik. Sebab, secara alami sejumlah bahan pangan ditanam dan dipelihara dengan cara yang ramah lingkungan.

Misalnya, jamur tidak memerlukan banyak air. Petani jamur juga menggunakan bahan daur ulang pertanian sebagai media tanam jamur, seperti sekam kapas dan tongkol jagung.

Selain itu, penanaman bayam juga tidak berdampak negatif terhadap persediaan air dan tidak merusak tanah. Bayam yang harganya murah dan mudah sekali didapat mengandung nutrisi sangat tinggi yang dibutuhkan tubuh. Ada pula rumput laut yang tidak memerlukan pestisida untuk tumbuh subur. Bahkan, pertumbuhan rumput laut secara alami dapat menyerap karbon sehingga dapat mengurangi emisi.

Langkah Awal Praktikkan Pola Makan Berkelanjutan

Menurut Jaqualine, langkah awal yang bisa dilakukan untuk mempraktikkan pola makan berkelanjutan adalah memilih dan mengonsumsi makanan bergizi. Bukan melihat dari proses produksi dan distribusi yang dinilai ramah lingkungan.

“Mengonsumsi makanan bergizi merupakan aspek penting dalam pola makan berkelanjutan,” katanya.

Jaqualine menyebutkan, terdapat banyak cara untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi tinggi. Ia mencontohkan, Kementerian Kesehatan merilis panduan makan Isi Piringku. Panduan ini menganjurkan agar dalam satu piring terdapat 50 persen buah dan sayur, 50 persen karbohidrat dan protein.

“Untuk memenuhi anjuran porsi buah dan sayur, kita bisa menggunakan bahan makanan lokal yang berbeda jenis, sehingga mendapatkan nutrisi optimal dari berbagai sumber pangan. Jadi, sebaiknya tidak memilih makanan yang itu-itu saja.”

“Keragaman isi piring kita akan mendukung biodiversitas atau keanekaragaman hayati, yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga kekayaan alam,” kata Jaqualine, yang menekankan pentingnya food security bagi generasi mendatang.

Perbanyak Porsi Protein Nabati

Jaqualine juga menyarankan agar masyarakat menggabungkan protein nabati dan hewani, tetapi sebisa mungkin memperbanyak porsi protein nabati.

“Kita tidak harus menghilangkan daging sama sekali dari menu harian kita. Tidak masalah pula, jika sesekali kita mengonsumsi makanan yang diproses, misalnya sosis. Namun, kombinasikan dengan makanan yang dimasak dengan pemrosesan minimal, misalnya tumis sayuran, dalam porsi lebih banyak.”

Di Indonesia bahan makanan segar yang musiman biasanya berupa buah-buahan. Namun, di negara lain ada yang disebut sayuran musiman. Misalnya, di Inggris pada bulan Juni sedang musim selada, daun bawang, dan bayam. Sementara itu, di Amerika Serikat pada bulan Mei yang sedang musim antara lain radish, asparagus, dan buncis. 

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan
Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya