Pemerintah Cantumkan PKMK dalam Fornas, Harapan Baru bagi Anak dengan Kelainan Metabolik Langka

Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus atau PKMK bertujuan menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi potensi terjadinya stunting.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Agu 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2024, 10:00 WIB
Pemerintah Cantumkan PKMK dalam Fornas, Bawa Harapan Baru bagi Anak dengan Kelainan Metabolik Langka
Pemerintah Cantumkan PKMK dalam Fornas, Bawa Harapan Baru bagi Anak dengan Kelainan Metabolik Langka (Sarah A. Miller/Tyler Morning Telegraph via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memperkuat pencegahan stunting dan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2197/2023 tentang Formularium Nasional (Fornas).

Fornas adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Berbagai pihak menilai ini sebagai langkah penting untuk mencegah stunting akibat malnutrisi untuk para bayi yang lahir prematur. Juga bayi dengan BBLR dan anak dengan kelainan metabolik langka.

Keputusan ini mencakup dijaminnya Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK). Pencantuman PKMK dalam Formularium Nasional yang kemudian menjadi dasar pengklaiman JKN membawa harapan baru bagi para anak dengan kelainan metabolik langka di Indonesia.

Menurut Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Prof. Damayanti Rusli Sjarif, kasus prematur dan BBLR memiliki prevalensi yang tinggi.

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menyatakan 11,1 persen bayi di Indonesia lahir dengan periode waktu kurang dari 37 minggu (prematur). Kondisi prematur dan BBLR juga merupakan faktor risiko stunting.

Sedangkan, PKMK adalah salah satu bentuk terapi yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) sejak tahun 2009. Ini adalah pangan yang diformulasi khusus untuk pasien penyakit langka kelainan metabolisme bawaan yang membuat bayi tidak dapat mengonsumsi air susu ibu (ASI).

PKMK bertujuan menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi potensi terjadinya stunting,” kata Damayanti dalam keterangan pers, Rabu (28/8/2024).

Bantu Ringankan Beban Pasien Penyakit Metabolik Langka

Dokter spesialis anak itu menjelaskan, pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan.

Karena itu, dia menilai langkah pemerintah untuk menyertakan PKMK ke dalam Fornas merupakan langkah yang sangat baik.

"Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini. Biaya yang diperlukan untuk PKMK ini bisa mencapai Rp 4 hingga 5 juta per pasien per bulan sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM (sumber daya manusia) yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting," ujar Damayanti.

Permudah Akses Mendapat PKMK

Langkah pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup para penyandang penyakit langka juga diapresiasi Ketua Yayasan Mucopoly Sacharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami.

"Kami sangat menghargai upaya pemerintah untuk menyertakan PKMK dalam formularium nasional. PKMK ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa pasien," ujar Peni, dalam keterangan yang sama.

Peni menambahkan, di Indonesia, sebagian besar PKMK masih sulit didapatkan dan harganya sangat mahal. Oleh sebab itu, yayasannya terus berjuang agar PKMK bisa dijamin oleh pemerintah sebagai hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.

PKMK yang Disertakan dalam Formularium Nasional

Adapun PKMK yang sudah disertakan dalam Formularium Nasional kali ini mencakup pengobatan untuk Maple Syrup Urine Disease, kelainan metabolik Isovaleric Acidemia, Tyrosinemia, Phenylketonuria, Galaktosemia dan bayi prematur.

Pada kesempatan lain, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti mengungkapkan bahwa 50 persen penyandang penyakit langka adalah anak-anak. Namun hanya 5 persen obat-obatan untuk penyakit langka tersedia.

Eva menyebutkan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans, deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.

Penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi. Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.

Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap penyakit langka sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat.

“Dengan adanya keputusan untuk memasukkan PKMK dalam Formularium Nasional, diharapkan pasien penyakit langka di Indonesia dapat menerima pengobatan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka,” tutup Peni.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya