Biasa Serang Anak, Penyakit Kawasaki: Penyebab, Gejala, dan Cara Menanganinya

Penampakan penyakit ini dapat mengelabui mata sehingga dapat terdiagnosis sebagai campak, alergi obat, infeksi virus, atau bahkan penyakit gondong.

oleh stella maris pada 29 Agu 2024, 18:40 WIB
Diperbarui 30 Agu 2024, 09:59 WIB
Ilustrasi penyakit kawasaki
Ilustrasi penyakit kawasaki/designer491-Depositophotos.com.

Liputan6.com, Jakarta Tubuh dengan sendirinya akan memberikan tanda berupa gejala sebagai sinyal sakit. Gejala yang dimunculkan tubuh ada yang ringan ada juga yang berat. Gejala ringan pun tentunya tak boleh diabaikan. Itu karena banyak kasus kesehatan yang berujung dengan kejadian fatal karena terlambat dalam penangannya ataupun tidak terdiagnosis dengan jelas. Salah satunya adalah penyakit kawasaki (PK) yang gejalanya sering diabaikan dan dapat berakibat fatal. Demikian dikatakan Dokter Spesialis Anak-Jantung, Kawasaki, Prof. Dr. dr. Najib Advani, Sp. A(K), MMed (Paed) dari RS EMC Alam Sutera. 

PK pertama kali ditemukan di Jepang pada 1967 oleh Dr Tomisaku Kawasaki dan saat itu dikenal sebagai mucocutaneous lymph node syndrome. Untuk menghormati penemunya, penyakit itu akhirnya dinamakan Kawasaki. 

Di Indonesia sendiri, banyak di antara kita yang belum memahami penyakit berbahaya ini, bahkan di kalangan medis sekalipun. Hal inilah yang menyebabkan diagnosis acap terlambat dengan segala konsekuensinya. 

Penampakan penyakit ini juga dapat mengelabui mata sehingga dapat terdiagnosis sebagai campak, alergi obat, infeksi virus, atau bahkan penyakit gondong. Penyakit yang lebih sering menyerang ras Mongol ini terutama menyerang balita dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun. 

Soal penyakit ini,  dr. Najib pun diketahui pernah menemukannya sejak 1996 dan pernah terjadi pada seorang bayi berusia 3 bulan yang menderita demam selama 18 hari.kasus. Seiring berjalannya waktu, Indonesia baru resmi tercatat dalam peta penyakit Kawasaki dunia setelah laporan seri kasus PK dari Advani dan kawan-kawan diajukan pada simposium internasional penyakit Kawasaki ke-8 di San Diego, AS, pada awal 2005.

Diduga, kasus di Indonesia tidaklah sedikit, dan menurut perhitungan kasar, berdasarkan angka kejadian global dan etnis di Indonesia, tiap tahun akan ada 3.300-6.600 kasus PK. Namun kenyataannya, kasus yang terdeteksi masih sangat jauh di bawah angka tersebut. 

Dampak dari PK, antara 20-40% mengalami kerusakan pada pembuluh koroner jantung, dimana sebagian akan sembuh. Namun, sebagian lain terpaksa menjalani hidup dengan jantung yang cacat akibat aliran darah koroner yang terganggu. Sebagian kecil akan meninggal akibat kerusakan jantung.

Penyebab Penyakit Kawasaki

Penyebab PK hingga saat ini belum diketahui, meski diduga kuat akibat suatu  infeksi. Namun, belum ada bukti yang meyakinkan mengenai hal tersebut. Karena itu, cara pencegahannya juga belum diketahui. Penyakit ini juga tidak terbukti menular.

Gejala penyakit Kawasaki

Ilustrasi penyakit kawasaki
Ilustrasi penyakit kawasaki/kornkarinv@gmail.com-Depositophotos.com.

Gejala awal pada fase akut adalah demam yang mendadak tinggi dan bisa mencapai 41 derajat celcius. Demam berfluktuasi selama setidaknya 5 hari, tetapi tidak pernah mencapai normal. Pada anak yang tidak diobati, demam dapat berlangsung selama 1-4 minggu tanpa jeda. Pemberian antibiotik tidak menolong. Sekitar 2-3 hari setelah demam, mulai muncul gejala lain secara bertahap, yaitu bercak-bercak merah di badan yang mirip seperti penyakit campak. Namun, gejala batuk pilek yang dominan pada campak biasanya ringan atau bahkan tidak ada pada PK.

Gejala lain yang timbul adalah kedua mata merah, tetapi tanpa kotoran (belekan), pembengkakan kelenjar getah bening di salah satu sisi leher sehingga kadang diduga penyakit gondong (parotitis), lidah merah menyerupai stroberi, bibir juga merah dan kadang pecah-pecah, serta telapak tangan dan kaki merah dan agak membengkak. Kadang anak mengeluh nyeri pada persendian. Pada fase penyembuhan, terjadi pengelupasan kulit di ujung jari tangan serta kaki kemudian timbul cekungan berbentuk garis melintang pada kuku kaki dan tangan (garis Beau)

Cara Menangani Penyakit Kawasaki

Penderita PK harus dirawat inap di rumah sakit dan mendapat pengawasan dari dokter ahli jantung anak. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah pada jantung (terjadi pada 20-40% penderita) karena dapat merusak pembuluh nadi koroner. Komplikasi ke jantung biasanya mulai terjadi setelah hari ke-7 dan ke-8 sejak awal timbulnya demam. 

Pada awalnya, pembuluh ini dapat terjadi pelebaran kemudian bisa terjadi penyempitan bagian dalam atau sumbatan. Akibatnya, aliran darah ke otot jantung terganggu sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada otot jantung yang dikenal sebagai infark miokard.

Pemeriksaan jantung menjadi hal yang sangat penting, termasuk EKG dan ekokardiografi (USG jantung). Kadang ultrafast CT scan, Magnetic Resonance Angiography (MRA) atau kateterisasi jantung diperlukan pada kasus yang berat. Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit ini tidak ada yang khas. 

Biasanya, jumlah sel darah putih, laju endap darah, dan C Reactive protein meningkat pada fase akut. Jadi, diagnosis ditegakkan atas dasar gejala dan tanda klinis semata sehingga  pengalaman dokter sangat dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, trombosit darah  meningkat dan ini akan memudahkan terjadinya trombus atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh koroner jantung.

Ilustrasi penyakit kawasaki
Ilustrasi penyakit kawasaki/digicomphoto-Depositophotos.com.

Obat yang mutlak harus diberikan adalah imunoglobulin secara infus selama 10-12 jam. Obat yang didapat dari plasma donor darah ini ampuh, baik untuk meredakan gejala PK maupun menekan risiko kerusakan jantung. Namun harga yang mahal menjadi kendala. Harga satu gram berkisar Rp1 juta.

Penderita PK membutuhkan imunoglobulin 2 gram per kg berat badannya. Sebagai contoh, anak yang berat badannya 15 kg membutuhkan 30 gram, dengan harga sekitar Rp30 juta. Penderita juga diberikan asam salisilat untuk mencegah kerusakan jantung dan sumbatan pembuluh koroner. Jika tidak ada komplikasi, maka anak dapat dipulangkan dalam beberapa hari.

Pada kasus yang terlambat dan sudah terjadi kerusakan pembuluh koroner, perlu rawat inap yang lebih lama dan pengobatan yang intensif guna mencegah kerusakan jantung lebih lanjut. Jika dengan obat-obatan tidak berhasil, maka kadang diperlukan operasi pintas koroner (coronary bypass) atau bahkan, meskipun sangat jarang, transplantasi jantung. Kematian dapat terjadi pada 1-5% penderita yang umumnya terlambat ditangani dan puncaknya terjadi pada 15-45 hari setelah awal timbulnya demam. 

Meski demikian, kematian mendadak dapat terjadi bertahun-tahun setelah fase akut. PK juga dapat merusak katup jantung (terutama katup mitral) yang dapat menimbulkan kematian mendadak beberapa tahun kemudian. Kemungkinan kambuhnya penyakit ini adalah sekitar 3%.

Pada penderita yang secara klinis telah sembuh total sekalipun dikatakan bahwa pembuluh koronernya akan mengalami kelainan pada lapisan dalam. Hal ini memudahkan terjadinya penyakit jantung koroner, kelak pada usia dewasa muda. Jika ditemukan serangan jantung koroner akut pada dewasa muda, maka mungkin perlu dipikirkan bahwa penderita kemungkinan pernah terkena PK saat masih anak-anak. Kiranya, dr. Najib berharap semua perlu mewaspadai penyakit agar tidak menimbulkan korban lebih lanjut.

Meskipun hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab dari penyakit Kawasaki, sehingga pencegahannya masih sulit untuk dilakukan, akan tetapi kondisi kesehatan anak tetap harus dijaga agar tidak mudah terserang penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur pola makan yang sehat dan bergizi serta melakukan vaksinasi agar ketahanan tubuh anak meningkat.

Selain itu, jika muncul gejala yang mirip PK bisa segera berkonsultasi lebih lanjut ke Dokter Spesialis Anak-Jantung, Kawasaki,  Prof. Dr. dr. Najib Advani, Sp. A(K), MMed (Paed) dari RS EMC Alam Sutera. 

 

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya