Liputan6.com, Jakarta Kondisi penyakit penyerta seperti kolesterol dan diabetes bisa memengaruhi penyembuhan pasien pengapuran tulang dan sendi atau osteoarthritis.
“Pengapuran bisa berdiri sendiri atau berhubungan dengan diabetes dan kolesterol. Kalau dia single aja, pengapuran, tidak ada faktor komorbid (penyerta) maka penyembuhan atau grade atau keparahan dari pengapuran itu bisa kita tolerir, biasanya enggak seberapa parah,” kata dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RS EMC Alam Sutera, Albert Gandakusuma, kepada Health Liputan6.com di Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Sementara, jika pasien memiliki diabetes atau kolesterol, maka setelah operasi sendi, pasien harus menjaga kondisi kolesterol atau diabetesnya.
Advertisement
“Karena, diabet itu kalau gulanya terlalu tinggi lukanya enggak mau kering, kualitas pembuluh darahnya juga kurang bagus kalau pada pasien kolesterol,” jelas Albert.
Dengan kata lain, sambung Albert, jika pasien murni hanya mengalami pengapuran maka angka harapan penyembuhannya akan lebih bagus. Ketimbang pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan kolesterol.
“Kalau ada underline disease seperti diabet dan kolesterol itu harus lebih hati-hati. Prinsipnya, orang diabet atau kolesterol harus tetap menjaga setelah tindakan pada osteoarthritisnya, entah itu operasi atau obat-obatan. Kalau tidak dijaga, ya akan membahayakan pengapurannya secara tidak langsung,” papar Albert.
Obesitas Pengaruhi Tulang dan Sendi
Selain kolesterol dan diabetes, kondisi lain yang disebut dapat berpengaruh buruk pada tulang, sendi, terutama lutut adalah obesitas atau kelebihan berat badan.
“Berat badan atau obesitas itu mengambil peranan yang besar sekali (pada lutut),” ujar Albert.
Operasi pengapuran sendi dan tulang pada orang obesitas tidak serta merta menyelesaikan masalah. Pasien harus mulai menjaga berat badan dan aktif bergerak sesuai arahan dokter. Seperti diketahui, berat badan berlebih menjadi beban ekstra untuk lutut yang menyangga tubuh.
“Bukan berarti orang gemuk dioperasi lututnya terus ya udah berat badannya (tetap) segitu. Semakin dia gemuk, dia enggak gerak, maka aus untuk implannya semakin cepat,” katanya.
Advertisement
Gejala Masalah Lutut Kerap Ditandai Nyeri Ringan
Lebih lanjut, Albert menerangkan bahwa gejala masalah lutut bisa ditandai dengan nyeri. Nyerinya sendiri bisa dimulai dengan skala yang ringan.
“Nyeri itu kadang-kadang dimulai dengan ringan-ringan saja, bangun tidur terasa kakinya kaku, mau melangkah pertama kali tuh sakit rasanya. Setelah berjalan beberapa saat, nyerinya berkurang pelan-pelan, aktivitas sehari-harinya belum terganggu.”
“Kemudian, sore harinya, setelah bekerja banyak mulai terasa kembali lututnya. Sama juga keluhannya, kaku dan nyeri, itu yang permulaan,” jelas Albert.
Lama-kelamaan, sambung Albert, nyeri lutut ini akan meningkat dan semakin parah. Jika biasanya pagi-pagi hanya butuh waktu beberapa saat untuk bisa jalan kembali, kini jadi butuh waktu lebih lama.
“Lama-lama nyerinya akan meningkat, lama-lama nyerinya terus-menerus. Mulai ada gangguan, gangguan melangkah, gangguan naik turun tangga, gangguan jongkok, mau shalat susah, berlutut juga susah, begitu step-step-nya, sampai lama-lama, gerak pun terbatas.”
Jika sudah terjadi gejala seperti ini, Albert menyarankan untuk segera menemui dokter dan memeriksakan diri.
“Sebelum terlambat, sebelum sampai harus diperbaiki,” imbau Albert.
Penanganan Masalah Lutut Parah
Albert juga menerangkan, masalah lutut terbagi dalam empat tingkat. Tingkat pertama terbilang ringan dan tingkat empat yang paling parah.
“Grade (tingkat) empat itu artinya tulang rawannya sudah habis, sudah bone to bone, tulangnya sudah menempel sama sekali. Nah kalau begitu kita sudah tidak bisa memperbaiki. Seperti mobil, bannya sudah habis, kita enggak bisa apa-apakan lagi, kita bisa ganti dengan ban yang baru.”
Bagian lutut yang bermasalah dapat diganti dengan implan untuk membuat sendi baru.
“Jadi bukan tulangnya yang diganti, banyak orang berpikir itu lututnya diganti semuanya, bukan, bukan tulang, enggak semuanya diganti. Sudah tidak perlu mengganti tempurungnya, yang diganti adalah sendinya. Semakin sedikit sendi yang diganti, semakin nyaman lututnya seperti aslinya,” terang Albert.
Prosedur penggantian sendi kini tak melulu menggunakan cara konvensional, tapi bisa dengan bantuan robot alias robotic surgical assistant.
Robot dalam prosedur penggantian sendi lutut berperan sebagai alat navigasi. Alat ini tidak sepenuhnya menggantikan peran dokter, tapi dapat membantu dokter melakukan pekerjaannya dengan lebih efektif.
Sebelum pemotongan tulang, robot akan memberi saran misalnya pemotongannya sebaiknya sebanyak 9mm atau 10mm.
“Tapi semua itu kita (dokter) yang menentukan, di sini pengalaman penting, kalau tidak punya pengalaman, tidak punya basis yang baik tentu saja akan ikut terus apa yang dia (robot) bilang,” ucapnya.
Advertisement