Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menghadapi tantangan serius berupa peningkatan kasus retinopati diabetik (RD), komplikasi diabetes yang dapat menyebabkan kebutaan. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. dr. Habibah S. Muhiddin, Sp.M(K), yang baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas).
Prof. Habibah menekankan pentingnya upaya preventif dan kolaborasi untuk mengatasi masalah kesehatan mata ini, terutama pada usia produktif yang merupakan penentu bonus demografi Indonesia.
Advertisement
Retinopati diabetes sendiri merupakan kerusakan pembuluh darah di retina mata akibat kadar gula darah tinggi yang tidak terkontrol. Kondisi ini dapat menyebabkan penglihatan kabur, perdarahan di retina, dan bahkan kebutaan permanen.
Advertisement
Data International Diabetes Federation (IDF) 2021 menunjukkan sekitar 10,8 persen penduduk Indonesia menderita diabetes, dan sekitar 43,1 persen di antaranya berpotensi mengalami RD. Angka ini menjadi perhatian serius mengingat RD merupakan penyebab kebutaan paling utama pada usia 20 s.d 64 tahun di dunia.
Pengukuhan Prof. Habibah sebagai Guru Besar di Unhas menjadi momentum penting dalam upaya pencegahan kebutaan akibat RD. Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul 'Upaya Pencegahan Kebutaan Akibat Diabetik Retinopati dalam Menghadapi Bonus Demografi', dia menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi terhambatnya bonus demografi akibat masalah kesehatan, khususnya kesehatan mata.
Prof. Habibah juga menjabarkan pentingnya peran kesehatan mata dalam produktivitas kerja, mengingat indera penglihatan menangkap 80% informasi.
Ancaman Retinopati Diabetik terhadap Bonus Demografi
Prof. Habibah memaparkan data yang mengkhawatirkan. Data dari IDF menunjukkan prevalensi RD di Indonesia mencapai 43,1 persen, dengan 26,1 persen di antaranya mengalami RD yang mengancam penglihatan. Di Sulawesi Selatan, prevalensi diabetes mencapai 7,4 persen, dan studi di RS Unhas dan Klinik Utama Mata JEC Orbita Makassar menunjukkan 5,53 persen dari 271 pasien RD yang menjalani vitrektomi berusia di bawah 30 tahun. Ini menunjukkan ancaman nyata RD terhadap generasi muda produktif.
Lebih lanjut, Prof. Habibah menjelaskan bahwa tanpa upaya pencegahan dan deteksi dini yang optimal, peningkatan jumlah penderita RD dapat mengurangi daya saing tenaga kerja dan membebani sistem kesehatan nasional.
Dia menekankan pentingnya investasi dalam skrining, edukasi, dan pengobatan RD agar generasi usia kerja tetap sehat dan produktif, sehingga bonus demografi dapat dimanfaatkan secara maksimal.
"Bonus demografi yang diprediksi terjadi di Indonesia pada periode 2020–2030 merupakan peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas tenaga kerja. Namun, potensi ini dapat terhambat jika kualitas kesehatan tidak terjaga," tegas Prof. Habibah dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Minggu, 23 Februari 2025.
Dia juga menambahkan,"Indra penglihatan mampu menangkap 80 persen informasi, dengan sisanya melalui indra pendengaran dan perasa. Salah satu ancaman utama pada kesehatan mata adalah tingginya prevalensi Retinopati Diabetik (RD) sebagai komplikasi serius diabetes melitus yang dapat menyebabkan kebutaan pada usia produktif."
Advertisement
Langkah Krusial Pencegahan Kebutaan Akibat RD
Berdasarkan analisis situasi, Prof. Habibah merumuskan tiga kebutuhan krusial untuk pencegahan kebutaan akibat RD: political will dengan menjadikan RD sebagai prioritas indikator kesehatan; sarana dan prasarana yang memadai untuk skrining dan terapi di seluruh kabupaten; serta kolaborasi lintas profesi dan sektoral, dari tenaga kesehatan tingkat primer hingga tersier.
Prof. Habibah telah menggagas berbagai inisiatif strategis di Sulawesi Selatan melalui kerja sama dengan berbagai organisasi internasional dan nasional. Inisiatif tersebut meliputi pelatihan untuk tenaga kesehatan dan kader dalam skrining gangguan penglihatan, termasuk RD.
"Untuk mengatasi masalah kebutaan dan gangguan penglihatan RD perlu tata laksana dari hulu sampai ke hilir, terutama pada usia produktif agar bonus demografi memberi impak positif bagi Indonesia," ujar Prof. Habibah.
Pengukuhan Prof. Habibah menambah jumlah dokter spesialis mata dari jaringan JEC Group yang menjadi guru besar ilmu penyakit mata di berbagai universitas terkemuka Indonesia menjadi delapan orang. Hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam pengembangan ilmu dan upaya pencegahan kebutaan akibat RD di Indonesia.
Kesimpulannya, upaya pencegahan dan deteksi dini retinopati diabetik sangat penting untuk menjaga kesehatan mata dan produktivitas generasi muda Indonesia, sehingga bonus demografi dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini.
