Liputan6.com, Jakarta - Napas bau urine, atau secara medis dikenal sebagai oetor uremicum, merupakan kondisi yang tidak normal dan bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan serius, terutama gangguan pada ginjal.
Bau napas seperti urine terjadi akibat penumpukan zat sisa metabolisme dalam darah yang seharusnya dikeluarkan melalui urine. Jika kamu atau orang sekitar kamu mengalami kondisi ini, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Penyebab Napas Bau Urine
Advertisement
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan napas berbau urine meliputi:
Advertisement
1. Konsumsi Makanan dan Minuman Tertentu
Makanan tinggi protein, bawang-bawangan, alkohol, jengkol, dan petai dapat meningkatkan produksi amonia dalam tubuh, yang berkontribusi pada bau napas yang tidak sedap.
2. Gagal Ginjal Kronis dan Uremia
Ketika ginjal tidak mampu menyaring limbah dengan efektif, urea dan kreatinin menumpuk dalam darah. Proses ini menyebabkan bau napas khas yang menyerupai urine.
3. Infeksi Bakteri
Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) pada lambung atau infeksi sinus dapat memicu bau napas yang tidak sedap, termasuk menyerupai bau urine.
4. Trimethylaminuria (Sindrom Bau Ikan)
Kelainan genetik ini menyebabkan tubuh tidak mampu menguraikan trimethylamine, yang menghasilkan bau amis pada napas, keringat, dan urine.
Menurut dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH, napas bau urine disebabkan oleh penumpukan uremia dalam darah. "Kalau kita dekat duduknya, maka baunya seperti bau urine karena itu uremia yang ada di darah, di napas, yang seharusnya dikeluarkan lewat urine," jelasnya.
Sindroma uremikum terjadi saat ginjal tidak lagi mampu menyaring limbah dari darah, sehingga zat-zat beracun, seperti urea dan kreatinin, menumpuk di dalam tubuh. Salah satu manifestasi dari kondisi ini adalah aroma khas yang menyerupai bau urine pada napas seseorang.
Apa Bedanya Ginjal Akut dan Ginjal Kronis?
Dr. Tunggul menjelaskan bahwa penyakit ginjal terbagi menjadi dua jenis, yaitu akut dan kronis. "Yang akut itu masih reversible, bisa kembali normal. Tetapi kalau yang kronis tidak akan pernah bisa kembali," ujarnya. Penyakit ginjal kronis terjadi secara bertahap dan sering kali tidak menunjukkan gejala sampai mencapai tahap akhir.
Beberapa faktor yang menyebabkan gangguan ginjal meliputi:
- Aliran darah ke ginjal yang berkurang akibat berbagai kondisi medis.
- Jaringan ginjal rusak karena infeksi.
- Gangguan aliran urin, yang menyebabkan produksi urin menurun hingga kurang dari 400 cc per 24 jam. Padahal, produksi urin normalnya sekitar 1500 cc per hari.
Advertisement
Apa Ciri-Ciri Penyakit Ginjal Stadium Awal?
Pada tahap awal, penyakit ginjal umumnya tidak bergejala. Namun, saat fungsi ginjal semakin menurun, beberapa tanda yang bisa muncul antara lain:
- Hipertensi (tekanan darah tinggi)
- Mual-mual dan muntah
- Nafsu makan berkurang
- Lemas dan sakit kepala
- Kulit kering dan mudah memar
- Bengkak pada kaki yang tidak kembali saat ditekan
- Tulang kropos dan anemia
Jika seseorang mengalami napas bau urine disertai dengan beberapa gejala di atas, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi adanya gangguan ginjal.
Faktor Risiko Penyakit Ginjal
Dr. Tunggul mengungkapkan bahwa terdapat faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi, seperti usia yang semakin tua, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, serta kondisi bawaan sejak lahir. Namun, ada juga faktor yang bisa dikendalikan untuk mencegah penyakit ginjal, seperti:
- Mengontrol tekanan darah (hipertensi)
- Mengelola kadar gula darah untuk mencegah diabetes
- Menjaga berat badan agar terhindar dari obesitas
- Menghindari konsumsi obat-obatan yang berisiko merusak ginjal
Advertisement
Pencegahan Penyakit Ginjal
Pencegahan penyakit ginjal dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama:
1. Pencegahan Primer
Mencegah sebelum terkena penyakit ginjal, misalnya dengan pola makan sehat, olahraga teratur, dan hidrasi yang cukup.
2. Pencegahan Sekunder
Jika sudah terkena, memperlambat progres penyakit agar tidak sampai ke tahap gagal ginjal.
3. Pencegahan Tersier
Jika gagal ginjal sudah terjadi, maka dilakukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.
