Kondisi Psikologis Istri & Anak Saat Kepala Keluarga Ditahan KPK

Bagaimana seharusnya sikap seorang istri yang suaminya ditangkap aparat? Atau bagaimana kondisi psikologis si anak?

oleh Fitri Syarifah diperbarui 14 Agu 2013, 16:55 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2013, 16:55 WIB
award-kpk130725b.jpg
Adanya penangkapan terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dini hari tadi, menambah sederet daftar pejabat yang diduga terlibat korupsi.

Lantas bagaimana seharusnya sikap seorang istri yang suaminya ditangkap tersebut? Atau bagaimana kondisi psikologis anak yang mungkin belum mengerti tapi dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya?

Menjawab hal ini, psikolog Tika Bisono mengatakan bahwa kemungkinan shock istri atau anak itu pasti ada. Namun hal ini juga bisa jadi pendidikan yang baik.

"Kalau dampak shock itu kemungkinan ada. Tapi ini bisa jadi pendidikan yang baik dan buruk," kata Tika saat dihubungi Liputan6.com pada Rabu (14/8/2013).

Dilihat dari sisi baiknya, menurut Tika, ini adalah langkah yang efektif untuk memberikan contoh pada anak bahwa hal tersebut tidak baik. Ya, walaupun tragis karena belajar dari keluarga sendiri. Tapi semua ini seharusnya sudah dipikirkan secara matang oleh ayahnya.

"Anak dan istri pasti akan melihat apakah ayah atau suaminya ini diangkat menjadi pejabat tersebut niatnya serius atau tidak? Berniat menjalankan tugasnya atau hanya ingin menjadi penjahat atau memang dihasut? Ini kan bisa saja hasil karya politis," ujar Tika.

Tika beranggapan bahwa ketika seseorang diangkat menjadi pejabat, baik itu niatnya baik atau tidak, yang terpenting adalah ketegasan. Karena banyak pejabat yang  berani bertindak tegas dan bisa menghindari korupsi.

"Kepemimpinan yang benar seharusnya bisa menjaga integritasnya sendiri. Tapi memang butuh prinsip kepemimpinan dan juga tangung jawab moral yang luar bisa. Mungkin kepala SKK baru ini sedang diberi cobaan. Tapi kita juga bisa menyalahkan pihak luar," ungkapnya.

Sementara itu Tika berharap istri bisa kuat menjalani keadaan ini. Tapi bukan dalam arti membenarkan hal yang dilakukan suaminya.

"Seorang istri harus bisa bersikap positif dan lebih pasrah. Karena tabiat orang Indonesia ketika melihat seseorang sedang dilanda masalah biasanya akan dijauhi. Ini tidak akan terjadi jika istri memiliki motivasi yang kuat pada dirinya. Jangan ada yang ditutupi. Dengan ia lebih menerima, berarti ia telah menjaga moralitas anak," jelasnya.

Dalam hal ini peran keluarga juga penting. Karena menurut Tika, pada saat seperti ini yang mesti dilakukan adalah keluarga berkumpul dan saling menguatkan juga menerima apapun konsekuensi dari hukum. "Semua harus berani menatap dunia, walaupun sedang berada di bawah".

Lalu bagaimana dengan anak? Anak kemungkinan besar mungkin tidak terlalu mengerti tapi ia bisa menerima dampaknya dari cibiran orang di sekitarnya. Dan anak yang sudah mengerti juga bisa melihat dari pemberitaan. Jika begitu, ia akan merasa tidak percaya diri. Di sini peran ibunya harus bisa memberikan pengertian pada anak.

Dan untuk di sekolah, Tika berharap guru di sekolah bisa berperan menyelamatkannya. Karena jika anak menerima perkataan yang tidak santun dari teman-temannya, si anak bisa meminta perlindungan pada gurunya.

"Di sekolah, tergantung gurunya. Karena jelas anak tidak ada sangkut pautnya, tapi kemungkinan kena dampaknya ada. Yang bisa kita harapkan guru bisa membantunya agar ia tidak rendah diri dan menarik diri dari lingkungannya," jelasnya.

(Fit/Igw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya