Harga tembakau dari para petani tembakau di Indonesia setiap tahunnya tidak pernah jelas. Bahkan, para petani ada yang dengan seenaknya dapat menaikkan atau bahkan menurunkan harga tembakau yang dipanennya. Ini semua disebabkan, para petani tidak tahu menahu mengenai kontrol dari dalam gudang tempat para petani itu melemparkan hasil panennya.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Bambang Sulistomo menyebutkan, bila kejadiannya seperti ini sangat pincang sekali, berat sebelah dan dirasa tidak adil untuk para petani tembakau.
"Contohnya begini, bila petani panen dan gudangnya sedang penuh, maka harga turun. Namun ketika para petani import tembakau, ini tidak bisa dilarang karena memang harganya turun," terang Bambang Sulistomo, dalam acara Lokakarya 'FCTC Untuk Ketahanan Bangsa', di Royal Hotel Kuningan, Jakarta, ditulis Selasa (22/10/2013)
Hal semacam itu juga dapat dilihat ketika harga tembakau di Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan. Tidak ada satu pun pabrik rokok yang menolongnya. Bahkan pada tahun 2011, salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia mengalami penurunan, juga tidak ada yang membantunya.
"Untuk tahun 2011, para petani dijanjikan mau dibeli tembakaunya seberat 3.000 ton oleh pabrik rokok terbesar di Jawa Timur. Tapi, begitu petani panen, enggak jadi dibeli tuh, sama pabrik rokok besar itu," tambah dia.
Maka itu, ketika melihat kejadian yang menimpa para petani tembakau, itu sudah menjadi bukti bahwa para petani tembakau tidak mendapat pelindungan dari pabrik rokok yang ada.
"Jadi, kalau ada orang yang ngomongin petani siapa yang melindungi para petani tembakau itu, jawabannya enggak ada," terang dia.
(Adt/Abd)
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Bambang Sulistomo menyebutkan, bila kejadiannya seperti ini sangat pincang sekali, berat sebelah dan dirasa tidak adil untuk para petani tembakau.
"Contohnya begini, bila petani panen dan gudangnya sedang penuh, maka harga turun. Namun ketika para petani import tembakau, ini tidak bisa dilarang karena memang harganya turun," terang Bambang Sulistomo, dalam acara Lokakarya 'FCTC Untuk Ketahanan Bangsa', di Royal Hotel Kuningan, Jakarta, ditulis Selasa (22/10/2013)
Hal semacam itu juga dapat dilihat ketika harga tembakau di Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan. Tidak ada satu pun pabrik rokok yang menolongnya. Bahkan pada tahun 2011, salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia mengalami penurunan, juga tidak ada yang membantunya.
"Untuk tahun 2011, para petani dijanjikan mau dibeli tembakaunya seberat 3.000 ton oleh pabrik rokok terbesar di Jawa Timur. Tapi, begitu petani panen, enggak jadi dibeli tuh, sama pabrik rokok besar itu," tambah dia.
Maka itu, ketika melihat kejadian yang menimpa para petani tembakau, itu sudah menjadi bukti bahwa para petani tembakau tidak mendapat pelindungan dari pabrik rokok yang ada.
"Jadi, kalau ada orang yang ngomongin petani siapa yang melindungi para petani tembakau itu, jawabannya enggak ada," terang dia.
(Adt/Abd)