Menjelang diberlakukannya sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), masih ada saja kisruh yang mewarnainya. Bila sebelumnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Kesehatan belum sepakat mengenai premi, baru-baru ini muncul isu bahwa IDI menolak nota kerjasama dengan BPJS. Benarkah?
Saat dimintai konfirmasi mengenai isu ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr. Zaenal Abidin, MH.Kes mengatakan bahwa IDI bukannya menolak nota kerjasama itu, melainkan meminta untuk direvisi ulang. Sebab, IDI merasa nota kerjasama itu berat sebelah.
"IDI tidak menolak sama sekali. Hanya meminta untuk direvisi. Mengapa? Soalnya kontrak itu tidak seimbang. Masa semua risiko dibebankan ke dokter. Tidak adil itu," kata Zaenal Abidin saat dihubungi Health Liputan6.com, Kamis (26/12/2013)
Menurut Zaenal, tak sepantasnya seluruh beban diberikan kepada dokter, tanpa melibatkan perusahaan tempat dokter tersebut bertugas, seperti klinik dan rumah sakit. Terlebih bila terjadi malapraktik, itu semua tanggung jawab dokter, tanpa melibatkan perusahaan itu.
"Rumah sakit atau klinik juga harus terlibat. Bisa saja malapraktik itu terjadi karena sistem dari perusahaan itu yang tidak bagus. Masa itu hanya tanggung jawab dokter," kata Zaenal menambahkan.
Selain risiko yang seluruhnya dibebankan kepada dokter, IDI menyesalkan mengapa dalam nota itu tidak disebutkan secara pasti berapa rupiah hak yang didapatkan oleh para dokter tersebut. "Berapa rupiahnya, IDI tak tahu karena tak disebutkan dalam nota kerjasama itu. Maka itu, pihak kami ingin merevisi nota ini, dan meminta kepada pihak terkait menyebutkan berapa rupiah upah yang akan didapat," kata Zaenal menjelakan.
Tak hanya itu, dalam nota kerjasama yang ada, disebutkan bahwa dokter yang berbuat kesalahan akan ditegur sebanyak dua kali, dan akan dihentikan secara sepihak. Namun di mata IDI, cara seperti ini dianggap tidak tepat.
"Penghentian kerjasama seorang dokter itu tidak boleh sepihak, harus dibicarakan secara bersama-sama. Ini juga akan kita revisi," kata Zaenal.
Untuk itu, pada Jumat (27/12/2013), IDI berencana mengadakan rapat di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menyelesaikan format kontrak yang sebenarnya.
(Adt/Mel)
Saat dimintai konfirmasi mengenai isu ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr. Zaenal Abidin, MH.Kes mengatakan bahwa IDI bukannya menolak nota kerjasama itu, melainkan meminta untuk direvisi ulang. Sebab, IDI merasa nota kerjasama itu berat sebelah.
"IDI tidak menolak sama sekali. Hanya meminta untuk direvisi. Mengapa? Soalnya kontrak itu tidak seimbang. Masa semua risiko dibebankan ke dokter. Tidak adil itu," kata Zaenal Abidin saat dihubungi Health Liputan6.com, Kamis (26/12/2013)
Menurut Zaenal, tak sepantasnya seluruh beban diberikan kepada dokter, tanpa melibatkan perusahaan tempat dokter tersebut bertugas, seperti klinik dan rumah sakit. Terlebih bila terjadi malapraktik, itu semua tanggung jawab dokter, tanpa melibatkan perusahaan itu.
"Rumah sakit atau klinik juga harus terlibat. Bisa saja malapraktik itu terjadi karena sistem dari perusahaan itu yang tidak bagus. Masa itu hanya tanggung jawab dokter," kata Zaenal menambahkan.
Selain risiko yang seluruhnya dibebankan kepada dokter, IDI menyesalkan mengapa dalam nota itu tidak disebutkan secara pasti berapa rupiah hak yang didapatkan oleh para dokter tersebut. "Berapa rupiahnya, IDI tak tahu karena tak disebutkan dalam nota kerjasama itu. Maka itu, pihak kami ingin merevisi nota ini, dan meminta kepada pihak terkait menyebutkan berapa rupiah upah yang akan didapat," kata Zaenal menjelakan.
Tak hanya itu, dalam nota kerjasama yang ada, disebutkan bahwa dokter yang berbuat kesalahan akan ditegur sebanyak dua kali, dan akan dihentikan secara sepihak. Namun di mata IDI, cara seperti ini dianggap tidak tepat.
"Penghentian kerjasama seorang dokter itu tidak boleh sepihak, harus dibicarakan secara bersama-sama. Ini juga akan kita revisi," kata Zaenal.
Untuk itu, pada Jumat (27/12/2013), IDI berencana mengadakan rapat di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menyelesaikan format kontrak yang sebenarnya.
(Adt/Mel)