Arbitrasi adalah Penyelesai Masalah di Luar Pengadilan, Ketahui Kelebihannya

Arbitrasi adalah bentuk persamaan dari arbitrase.

oleh Laudia Tysara diperbarui 03 Nov 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi diskusi | fauxels dari Pexels
Ilustrasi arbitrasi | fauxels dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Arbitrasi adalah penyelesai masalah di luar pengadilan oleh pihak ketiga atau arbiter. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan arbitrasi adalah bentuk tidak baku dari arbitrase. Menyelesaikan masalah dengan arbitrasi, paling banyak dilakukan oleh para pelaku bisnis.

Dalam jurnal berjudul Peranan Seorang Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase oleh Wahyu Simon Tampubolon, dijelaskan pemilihan arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketan oleh para pelaku bisnis didasarkan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

Arbitrasi adalah penyelesai sengketa di luar pengadilan yang sah. Kunci utama dalam proses menyelesaikan masalah dengan arbitrasi adalah memilih arbiter atau pemberi putusan. Arbiter akan menyelesaikan sengketa antar pihak untuk arbitrasi dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang arbitrasi, proses arbitrasi, cara memilih arbiter, kelebihan dan kekurangan arbitrasi, Kamis (3/11/2022).

Arbitrasi adalah Persamaan dari Arbitrase

Ilustrasi diskusi | Moose Photos dari Pexels
Ilustrasi arbitrasi | Moose Photos dari Pexels

Arbitrasi adalah istilah dalam bidang hukum sebagai wujud persamaan dari arbitrase. KBBI menjelaskan arbitrasi adalah bentuk tidak baku dari arbitrase. Arbitrasi/arbitrase adalah penyelesai masalah di luar pengadilan.

“Arbitrase adalah bentuk peradilan yang dilaksanakan atas dasar kesepakatan antara pihak-pihak yang berselisih dan dimediasi oleh hakim yang telah mereka pilih sendiri,” dijelaskan.

Banyak pihak setuju, menyelesaikan masalah dengan arbitrasi jauh lebih efektif daripada menyelesaikan masalah atau sengketa di pengadilan. Ini karena arbitrasi adalah proses menyelesaikan masalah dengan bantuan pihak ketiga yang disebut arbiter. Pemilihan arbiter bisa dilakukan oleh kedua pihak yang bersengketa.

Arbiter untuk arbitrasi pun bisa ditunjuk oleh pihak pengadilan atau lembaga arbitrase. Arbiter yang berhak melakukan arbitrasi adalah mereka pihak-pihak yang netral. Pihak yang dikecualikan menjadi arbiter adalah hakim, jaksa, panitera, dan pejabat peradilan lainnya.

Penyelesai masalah di luar pengadilan seperti arbitrasi/arbiter diatur dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Itu artinya, arbitrasi adalah alternatif penyelesai masalah di luar pengadilan yang sah menurut hukum.

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa,” bunyi UU.

Peranan Arbiter dalam Proses Arbitrasi

Proses menyelesaikan sengketa dengan arbitrasi adalah dilakukan dengan metode mediasi sebagaimana dijelaskan oleh KBBI sebelumnya. Umumnya, mediasi dilakukan dalam persidangan, tetapi tidak untuk mediasi dalam proses arbitrasi.

Kunci utama dari proses hukum arbitrasi adalah memilih arbiter atau pihak ketiga. Seorang arbiter secara sukarela bisa dipilih oleh kedua pihak yang bersengketa. Arbiter dalam undang-undang disebut pula sebagai pihak melakukan arbitrasi dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Pada proses arbitrasi adalah penyelesaian masalah dilakukan di luar pengadilan dengan perjanjian secara tertulis oleh pihak-pihak yang bersengketa dan bersedia menyelesaikannya. Arbitrasi lebih sering dipilih sebagai penyelesai masalah para pelaku bisnis karena beberapa alasan.

Dalam jurnal berjudul Peranan Seorang Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase oleh Wahyu Simon Tampubolon, dijelaskan pemilihan arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketan oleh para pelaku bisnis didasarkan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

Arbiter menjadi pihak netral yang membantu menemukan penyelesaian atau putusan. Putusan dari proses arbitrasi adalah ada dua, yakni putusan arbitrasi/arbitrase nasional dan putusan arbitrasi/arbitrase internasional. Kedua putusan dari proses arbitrasi oleh arbiter tersebut harus tetap diserahkan ke pengadilan.

Dalam buku berjudul Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa oleh Priyatna Abdulrrasyid, dijelaskan proses arbiterasi adalah dilakukan dengan satu pihak atau lebih menyerahkan sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya dengan salah satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter majlis) ahli yang profesional.

Putusan arbitrasi nasional harus diserahkan ke kepanitiaan Pengadilan Negeri. Putusan arbitrasi internasional harus diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan putusan otentik dan naskah terjemah resmi dalam bahasa Indonesia.

Cara Memilih Arbiter untuk Arbitrasi

Ilustrasi diskusi | mentatdgt dari Pexels
Ilustrasi arbiter | mentatdgt dari Pexels

Syarat menjadi seorang arbiter diatur dalam undang-undang yang sama, pasal 12 ayat 1:

1. Syarat menjadi arbiter adalah harus memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan hukum.

2. Seorang arbiter paling paling rendah berusia 35 tahun.

3. Syarat menjadi arbiter pun harus tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa.

4. Seorang arbiter harus mereka yang tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.

5. Syarat menjadi arbiter adalah terakhir harus memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

Apabila persyaratan menjadi seorang arbiter sudah terpenuhi, selanjutnya perjanjian tentang kesediaan arbiter juga harus dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Dalam perjanjian tersebut harus memuat:

1. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter.

2. Tempat arbiter akan mengambil keputusan.

3. Pernyataan kesediaan arbiter.

Arbiter yang tidak bersedia menyelesaikan sengketa, boleh menolak pengangkatan atau penunjukkan tersebut. Dalam pasal 16 ayat 2, ditegaskan penolakan arbiter wajib dilakukan dengan memberitahu secara tertulis kepada pihak terkait dalam waktu paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal ditunjuk.

Sementara ketika arbiter sudah setuju dengan penunjukkan, tetapi berniat mundur atau menolak kemudian, ini harus didasarkan pada keputusan kedua belah pihak sengketa, apakah menyetujui atau tidak menyetujui.

Dalam pasal 19, arbiter dalam posisi ini harus mengajukan permohonan kepada pihak terkait. Apabila para pihak menyetujui penarikan diri, arbiter dibebaskan tugasnya. Sebaliknya, jika para pihak tidak setuju, pembebasan tugas arbiter ditetapkan Ketua Pengadilan Negeri.

Kelebihan dan Kekurangan Arbitrasi

Di Indonesia semenjak UU nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase/Arbitrasi disahkan, penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrasi semakin meningkat. Ini termasuk sengketa dalam ruang lingkup nasional dan internasional.

Apa saja kelebihan dan kekurangan menyelesaikan masalah dengan arbitrasi tersebut? Berikut penjelasannya yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:

Keuntungan Arbitrasi

1. Arbitrasi memiliki keuntungan, proses sidang tertutup untuk umum.

2. Arbitrasi pun prosesnya lebih cepat (maksimal enam bulan).

3. Menyelesaikan masalah dengan arbitrasi, putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi.

4. Arbiternya dipilih oleh para pihak, kelebihan arbitrasi adalah bisa memilih arbiter yang ahli dalam bidang yang disengketakan, dan memiliki integritas atau moral yang tinggi.

5. Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, kelebihan arbitrasi adalah tidak ada 'biaya-biaya lain' .

6. Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya dihadapan Majelis Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat langsung meminta klarifikasi oleh para pihak.

Kekurangan Arbitrasi

1. Kekurangan arbitrasi adalah sulitnya pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase.

2. Pengadilan di Indonesia seringkali "dicap" enggan melaksanakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dengan alasan, putusan bertentangan dengan ketertiban umum.

3. Dalam ruang lingkup nasional, kekurangan arbitrasi adalah pelaksanaan putusan arbitrasi seringkali terhambat karena kurangnya kemampuan dan pengetahuan arbiter Indonesia yang berakibat penundaan putusan arbitrasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya